Perempuan Memiliki Hak yang Sama dengan Laki-Laki dalam Dunia Kerja

Dunia Kerja
Ilustrasi Kesetaraan dalam Dunia Kerja.

Kesetaraan dalam dunia kerja merupakan fondasi bagi kehidupan sosial. Selayaknya setiap individu haruslah dipandang setara tanpa memandang jenis kelamin, oleh sebab itu sudah selayaknya setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan hingga pekerjaan.

Dalam dunia kerja hal yang menjadi perhatian utama yakni kemampuan dan kapabilitas setiap individu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh suatu perusahaan atau instansi tempat dia bekerja. Namun dalam dunia kerja tidak lepas dari masalah diskriminasi di mana seringkali terjadi diskriminasi gender yang membedakan  akses dan hak kerja antara laki-laki dan perempuan.

Diskriminasi dalam dunia kerja bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan karna nilai patriarkis yang tertanam dalam masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang ada yang mana nilai patriarkis dalam sudut pandang masyarakat, perempuan dianggap sebagai objek seksualitas dan selebihnya tugas perempuan hanya mengurus tugas rumah dan anak.

Bacaan Lainnya
DONASI

Akibatnya, perempuan sulit mendapat akses pendidikan tinggi dan restu dari keluarga untuk menuntut ilmu akibat stigma perempuan yang memiliki gelar atau berpendidikan akan sulit mencari suami ataupun pendidikan tinggi dianggap tidak penting dikarenakan anggapan bahwa pada akhirnya “tugas perempuan hanya mengurus rumah”.

Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam sistem hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit.

Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan (Flambonita, S. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja Perempuan di Bidang Ketenagakerjaan. Simbur Cahaya24(1), 4397-4424).

Sedangkan dalam dunia kerja sendiri, menurut nilai patriarkis, memiliki pekerja laki-laki dilihat lebih menguntungkan ketimbang pekerja perempuan. Alasannya beragam, mulai dari pekerja laki-laki dinilai lebih siap menghadapi tekanan dalam pekerjaan dan laki-laki dinilai lebih logis dan realistis dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perusahaan.

Dalam hal fisik pun laki-laki dinilai lebih menguntungkan karena laki-laki tidak perlu melahirkan seperti perempuan sehingga jam kerja laki-laki bisa lebih banyak dan secara nyata hal tersebut memberi keuntungan bagi perusahaan.

Baca Juga: Perempuan dan Transformasi Teknologi di Era Industri 5.0

Sedangkan, peerempuan dinilai tidak bisa menghadapi tekanan dalam lingkungan kerja dan perempuan juga diniliai terlalu mementingkan perasaan emosional ketimbang logika dan realitas yang terjadi dalam perusahaan. Hal ini mempersulit perempuan untuk berkontribusi dalam dunia kerja ataupun dalam mendapat pekerjaan.

Hal ini sangat bertentangan dengan nilai sosial sekarang yang menerapkan kesetaraan gender. Dalam kasus ini sudah banyak aktivis yang menyuarakan tentang kesetaraan gender karena pada dasarnya setiap individu itu sama dalam hal hak maupun kewajiban.

Pada era modern ini kesetaraan gender telah menjadi topik yang penting dan juga telah terjadi perubahan nilai sosial yang signifikan di mana saat ini perempuan tidak lagi dianggap sebagai individu lemah yang tidak setara dengan laki-laki.

Saat ini banyak sekali perempuan yang menempuh pendidikan tinggi dan memiliki gelar sarjana di mana ini membuktikan bahwa telah terjadi perubahan nilai sosial yang mana ini menjadi titik balik yang menjadi bukti bahwa laki-laki dan perempuan itu setara.

Dalam dunia kerja pun perempuan melihatkan prestasinya dan mematahkan stigma negatif yang menganggap perempuan tidak bisa jadi pemimpin ataupun tidak bisa bekerja dalam tekanan dan lebih emosional ketimbang laki-laki.

Baca Juga: Pentingnya Pendidikan bagi Perempuan untuk Mencapai Kesetaraan dalam Perspektif Mary Wollstonecraft

Hal ini juga didukung oleh perusahaan yang mendorong penerapan kebijakan yang memastikan akses yang adil terhadap kesempatan kerja, promosi, dan penghargaan yang berdasarkan prestasi tanpa memandang jenis kelamin dan telah meninggalkan stigma kuno tentang perempuan dan memberikan kesempatan kepada siapapun yang memiliki kapabilitas untuk bekerja dalam sebuah perusahaan (Wibowo, H., & Suryandari, S. 2019. Gender Diversity in Indonesian Workplace: A Review of Policies and Practices. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 21(2), 143-158).

Selain perubahan nilai sosial, penanganan diskriminasi dalam dunia kerja tentunya memerlukan langkah-langkah kongkret dari kebijakan perusahaan hingga perubahan budaya di tempat kerja seperti kebijakan yang mendukung kesetaraan gender sangat penting untuk diterapkan.

Pemerintah dan bisnis harus menetapkan kebijakan yang jelas dan menyeluruh untuk mencegah diskriminasi gender dalam penerimaan pekerjaan, promosi, dan peluang pelatihan dan pengembangan karier. Untuk memastikan implementasi yang efektif dari kebijakan, monitoring dan evaluasi berkala diperlukan.

Selain itu, pendidikan dan pelatihan tentang kesetaraan gender sangat penting, selain undang-undang formal. Pelatihan ini membantu manajer dan pegawai serta seluruh anggota organisasi memahami pentingnya inklusi dan menghindari perilaku yang tidak adil.

Dengan meningkatkan kesadaran akan masalah ini, diharapkan akan terbentuk budaya kerja yang lebih inklusif dan mendukung untuk semua individu, tanpa memandang jenis kelamin. Kepemimpinan perempuan juga perlu diperkuat.

Baca Juga:Kemerdekaan Perempuan: Sudahkah Terpenuhi?

Perempuan yang memegang posisi kepemimpinan dapat bertindak sebagai contoh dan menginspirasi wanita lain untuk mengejar karier dengan semangat yang sama. Dimungkinkan untuk mengatasi stereotip dan tantangan lain yang dihadapi perempuan dalam dunia kerja dengan mendapatkan dukungan dan mentorship dari orang-orang di atas mereka.

Solusi lain yang dapat meningkatkan keterlibatan perempuan dalam pasar kerja adalah penerapan praktik kerja yang fleksibel dan dukungan untuk keseimbangan kerja-hidup.

Jika perempuan harus mengimbangi tanggung jawab rumah tangga dan karier mereka, manfaat seperti cuti orang tua yang adil, penitipan anak di tempat kerja, atau kerja jarak jauh (remote working) dapat membantu (Nurhadi, D., & Wulandari, D. 2018. Promoting Gender Diversity: Strategies and Practices in Indonesian Companies. Journal of Business Ethics and Governance, 4(1), 78-88).

Penulis:

Muhammad Nabil Aunussalam
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.