Problematika Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas Mental di Indonesia

Pelaksanaan Pemilu 2019 semakin dekat dan polemik menjelang Pemilu pun kian memanas. Pada awal tahun tepatnya bulan Maret 2018 lalu KPU mengabulkan putusan yang meringankan bahwa penyandang disabilitas mental atau gangguan jiwa dapat menggunakan hak pilih dalam Pemilu tahun 2019. Putusan ini merujuk pada putusan MK No 135/PUU-XII/2015 pasal 57 ayat (3) huruf a tentang Pilkada yang berbunyi:

Sepanjang frasa terganggu jiwanya atau ingatannya tidak dimaknai sebagai gangguan permanen, yang menurut profesional bidang kesehatan telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memlih dalam pemilihan umum.” Demikian tertulis dalam amar putusan yang mulai berlaku dalam Pilkada tahun 2017 lalu.

Fokus permasalan ini terletak pada dua hal yaitu pendataan dan penggunaan hak pilih Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan penyandang disabilitas mental harus didata dan diberikan hak pilih dalam pemilu. Dengan syarat, tidak ada surat keterangan petugas kesehatan yang menyatakan ia tidak mampu memilih (Sumber Kompas.com). Sejauh ini KPU telah berupaya mendata seluruh masyarakat yang masuk kategori pemilih tetap sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Sedangkan untuk ODGJ yang ingin menggunakan hak pilihnya harus disertai dengan surat rekomendasi dokter bahwa mereka dalam keadaan mampu menggunakan suaranya dalam Pemilu.

Sudah ada batasan terhadap persoalan penggunaan hak pilih orang dengan gangguan Jiwa yakni seluruh masyarakat Indonesia yang memenuhi syarat akan dimasukkan menjadi DPT dalam pemilu tak terkecuali bagi penyandang disabilitas mental. Namun dalam penggunaan hak pilihnya harus benar-benar dipastikan bahwa saat pemilihan kondisi mereka dalam keadaan baik dan mampu.

Jika melihat kerangka hukum Pemilu di Indonesia sangat memungkinkan bagi penyandang disabilitas mental untuk berpartisipasi dalam Pemilu yang menyebutkan bahwa syarat menjadi pemilih yaitu warga negara Indonesia minimal berusia 17 tahun atau menikah. Pernyataan ini juga merujuk pada UU Pemilu No 7 Tahun 2017 yang berbunyi. “Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon DPRD, dan sebagai penyelenggara pemilu.”

Tidak ada pengecualian bagi mereka yang memiliki gangguan jiwa untuk menggunakan hak piilih. Terbukti sejak tahun 2014 lalu ODGJ di Indonesia sudah dimasukkan kedalam daftar pemilih tetap untuk menggunakan hak pilih mereka di Pilkada.

Komisioner KPU, Viryan Azis menuturkan bahwa Mekanisme pemilu bagi disabilitas mental berpegang teguh pada UU no 7 thn 2017 tentang hak warga negara Indonesia. Sesuai putusan MK No 135/PUU-XII/2015, dalam kondisi sadar dan mampu memungkinkan untuk memberi batasan terhadap penyandang disabilitas mental yang tidak dapat menggunakan hak pilih adalah apabila mereka sedang terganggu jiwanya. pemilih bisa didaftar jika ada surat keterangan dari dokter.

Solusi terhadap masalah ini sebenarnya sudah ditawarkan, tidak ada permasalahan fatal selagi penyandang disabilitas mental tersebut masih memiliki kemampuan kognitif yang baik serta bisa membedakan yang benar dan yang salah, mana yang nyata atau tidak dan dapat mempertanggungjawabkan putusannya.

Masalah pelaksanaan pemilu bagi disabilitas mental bukan hal baru, pasalnya putusan ini sudah berhasil diterapkan sebelumnya yaitu dalam penyelenggaraan Pilkada. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang miskonsepsi yang terjadi bahwa tidak semua penyandang disabilitas mental diperbolehkan menggunakan hak pilihnya, mereka akan didata secara keseluruhan sedangkan untuk lolos ke proses bisa atau tidaknya menggunakan hak pilih tentu ada prosedur lanjutan. Keraguan masyarakat akan munculnya kecurangan dalam pemanfaatan mereka dalam pemilu juga dapat ditekan karna hakikatnya dalam UU Pemilu sudah diatur adanya sanksi bagi mereka yang melakukan pelanggaran dalam pemilu.

Eka Sedyoningrum

Baca juga:
Menangkal Pemilu Berbalut Hoax
Jangan Buat Sampah Pemilu Menjadi Pemilu Sampah!
Menyoal Politik Sontoloyo

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Komentar ditutup.