Ramadan di Kosan: Ketika Menjalani Puasa Jauh dari Keluarga

Ramadan di Kosan
Ismail Suardi Wekke, Cendekiawan Muslim Indonesia

Suara bedug sayup-sayup terdengar dari masjid di ujung gang, menandakan waktu imsak telah tiba. Aku bergegas bangun, menahan kantuk yang masih berat, dan menuju dapur kecil di kosan. Sendirian.

Ini Ramadan pertamaku jauh dari keluarga. Suasana yang biasanya ramai dengan suara ibu menyiapkan sahur, kini digantikan keheningan kamar kos yang sunyi.

Dulu, saat Ramadan tiba, rumah selalu dipenuhi aroma masakan ibu. Sekarang, aku harus berjuang sendiri menyiapkan menu sahur sederhana. Nasi putih, telur dadar, dan sambal instan menjadi andalan.

Tak ada lagi kolak pisang atau es buah segar buatan ibu. Rindu itu tiba-tiba menyeruak, membuat mataku sedikit berkaca-kaca.

Bacaan Lainnya

Siang hari, kuliah tetap berjalan seperti biasa. Perut keroncongan mulai berdemo, tapi aku berusaha fokus pada materi dosen. Di tengah kelas, terbayang wajah ayah yang selalu mengingatkanku untuk tidak membatalkan puasa. Senyumnya yang teduh seolah memberiku kekuatan untuk bertahan.

Baca juga: Ramadan Challenge: Meningkatkan Kualitas Diri dan Membangun Kebiasaan Baik

Sore hari, aku dan teman-teman kos berinisiatif membuat takjil sederhana. Kurma, gorengan, dan teh manis hangat menjadi menu pembuka puasa kami. Suasana kos yang biasanya sepi, kini menjadi hangat dengan tawa dan obrolan ringan. Kami berbagi cerita, pengalaman, dan harapan di bulan Ramadan ini.

Adzan maghrib berkumandang, dan kami pun berbuka puasa bersama. Tak ada hidangan mewah, tapi kebersamaan ini terasa begitu istimewa. Kami saling mengingatkan untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan, meski jauh dari keluarga.

Malam harinya, kami pergi ke masjid terdekat untuk melaksanakan shalat tarawih. Suasana masjid yang ramai dengan jamaah membuatku merasa sedikit terobati. Aku tidak sendirian. Ada banyak orang yang juga merindukan keluarga mereka.

Setelah tarawih, kami kembali ke kos dan melanjutkan obrolan ringan. Kami berbagi cerita tentang keluarga, kampung halaman, dan rencana mudik nanti. Rindu itu masih ada, tapi kami belajar untuk menerima dan mensyukuri keadaan.

Ramadan di kosan mengajarkanku tentang kemandirian, kesederhanaan, dan kebersamaan. Meski jauh dari keluarga, aku tidak merasa sendiri. Aku menemukan keluarga baru di kosan, teman-teman yang selalu ada untuk saling mendukung dan menguatkan.

Baca juga: Ramadan di Lingkungan Kampus: Harmoni Ibadah dan Akademis

Ramadan ini, aku belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu tentang kemewahan, tetapi tentang kebersamaan dan rasa syukur.

Sendiri Menyambut Ramadan: Kisah Mahasiswa di Kosan

Suara takbir pertama Ramadan bergaung, namun di kamar kos yang sempit ini, suasana terasa berbeda. Tidak ada pelukan hangat keluarga, tidak ada aroma masakan ibu yang menggugah selera.

Hanya ada kesendirian yang menemani. Ini adalah Ramadan pertamaku jauh dari rumah, sebuah pengalaman yang penuh tantangan dan pelajaran berharga.

Pagi itu, alarm berbunyi lebih awal dari biasanya. Sahur sederhana dengan nasi dan telur dadar menjadi menu pembuka hari. Tidak ada lagi hidangan istimewa seperti di rumah. Namun, di balik kesederhanaan ini, aku belajar untuk lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan.

Siang hari, kesibukan kuliah membuat waktu terasa cepat berlalu. Perut keroncongan adalah teman setia, tetapi semangat untuk menyelesaikan tugas dan mengikuti kuliah tetap membara.

Sore hari, kosan mulai ramai dengan aktivitas teman-teman. Kami berbagi takjil sederhana, saling bertukar cerita, dan tertawa bersama. Kebersamaan ini mengobati rasa rindu akan keluarga. Adzan maghrib berkumandang, dan kami pun berbuka puasa bersama.

Baca juga: Ramadan: Menyeimbangkan Ibadah dan Studi

Tidak ada hidangan mewah, tetapi kebersamaan dan rasa syukur membuat hidangan sederhana ini terasa istimewa.

Malam harinya, kami pergi ke masjid terdekat untuk melaksanakan shalat tarawih. Suasana masjid yang ramai dengan jamaah membuatku merasa tidak sendiri. Aku belajar bahwa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan keimanan.

Ramadan di kosan mengajarkanku tentang kemandirian, kesederhanaan, dan kekuatan kebersamaan.

Penulis: Ismail Suardi Wekke
Cendekiawan Muslim Indonesia

 

Editor: Redaksi Media Mahasiswa Indonesia

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses