Realitas Masyarakat Perkotaan dalam Pertarungan Perspektif 3 Tokoh Besar Sosiologi

masyarakat perkotaan
Foto: Pixabay.com

Masyarakat merupakan salah satu komponen yang sangat urgent dalam berbagai bidang, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Masyarakat berdasarkan peradabannya dibagi menjadi tiga yaitu masyarakat primitif, desa dan masyarakat kota. Hal ini juga dapat ditilik melalui berbagai aspek yang lain. Karena jika ditinjau dari karakteristik awal, perbedaan antara masyarakat primitif (primitive society), masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community) saling bertolak belakang. Tapi, bagaimana jika ditarik pada era kontemporer saat ini, apakah hal tersebut berlaku atau masih bias dalam pandangan?

Tulisan ini menfokuskan pada masyarakat perkotaan dimana kota dianggap sebagai tempat mengundi nasib. Jika orang terdahulu bahkan sekarang berkata “saya ingin mencari pekerjaan ke kota dan mengundi nasib di sana”.  Perkotaan dengan segala keunikannya dan seluruh peristiwa yang dialami oleh penduduknya, menggambarkan bagaimana bentuk karakteristik sebuah kota tersebut. Masyarakat kota dianggap sebagai masyarakat maju yang berbeda dengan masyarakat desa dengan segala kesederhanaan. Apalagi masyarakat kota didukung dengan teknologi, informasi dan komunikasi yang memadai.

Dalam memahami konteks masyarakat perkotaan bisa dilihat bagaimana ciri atau karakteristik yang melekat pada masyarakat itu sendiri. Begitupun dengan masyarakat pedesaan, melalui tokoh besar sosiologi yang tentunya tidak asing lagi apalagi bagi mahasiwa sosiologi, yaitu Durkheim, Marx, dan Weber. Mereka juga berbicara mengenai masyarakat perkotaan dengan pemikirannya masing-masing.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pendapat Para Tokoh Besar Sosiologi tentang Masyarakat Perkotaan

Pertama, Emile Durkheim mengatakan bahwa masyarakat perkotaan tertuju pada sebuah solidaritas, dimana solidaritas masyarakat perkotaan (gesellschaft) menurutnya berbeda dengan masyarakat pedesaan (gemeinschaft). Karena masyarakat kota dikategorikan masyarakat yang memiliki solidaritas organik dan masuk dalam hukum restuitif yang mana hukum ini menghendaki para pelanggar untuk memberikan ganti rugi atas kesejahteraan mereka. Dari sinilah masyarakat kota bisa dipahami sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas kolektif rendah, karena masyarakat kota yang notabene sebagai masyarakat pendatang. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang relatif dominan sebagai masyarakat asli dan memiliki solidaritas yang kuat atau solidaritas mekanik. Mereka saling bahu membahu, gotong-royong dengan menerapkan slogan “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Pekerjaan yang berat sekalipun apabila dilakukan bersama-sama akan terasa ringan, itulah masyarakat kota dalam pandangan Durkheim.

Kedua, yaitu Karl Marx yang mendefinisikan masyarakat umumnya yang terpaut dengan struktur sosial dan lebih condong dengan sistem ekonomi. Masyarakat sebagai struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. Jika ditarik pada masyarakat perkotaan, ia membagi dua bagian masyarakat yaitu masyarakat borjuis dan proletariat. Keduanya merupakan hal yang berbeda dalam kedudukan, borjuis yang termasuk kategori kaum kaya, sedangkan proletar kaum miskin. Keduanya merupakan dua kelas utama dalam kedudukan sistem kapitalisme. Baginya kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna untuk melindungi hak milik dan memperbanyak alat produksi dalam mempertahankan diri dari penduduknya. Pernyataan ini ada keterkaitannya dengan dua aspek yang sebelumya telah dijelaskan.

Sedangkan ketiga dalam pemikiran Max Weber, masyarakat perkotaan dikaitkan dengan konsep yang ia cetuskan yaitu spirit capitalism and protestant etics. Melihat realita yang terjadi pada era sekarang masyarakat perkotaan memiliki semangat yang senada dengan konsep Weber. Dalam hal pekerjaan masyarakat kota dibekali dengan semangat kapitalisme, dengan kata lain untuk terus memperoleh uang sebanyak-banyaknya, berlomba-lomba dalam mencari finansial. Max Weber menyebut sebuah kota jika penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhan lewat pasar. Keterkaitan hal tersebut juga terdapat dukungan dari konsep yang dibawa Weber mengenai etika protestan, karena menurutnya masyarakat disebut urban society apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

Berbagai dimensi karakteristik masyarakat perkotaan di atas menunjukkan bahwa perkotaan dinilai kondisi peradabannya berbeda dengan pedesaan. Jika Durkheim mengartikan masyarakat kota melalui solidaritasnya. Marx dengan sistem kapitalisme yang ada antara kaum borju dan proletar. Max Weber memberi konsep pada masyarakat perkotaan dengan semangat kapitalisme. Dari sinilah masyarakat kota bisa dilihat dan dipahami bahwa masyarakat kota kebanyakan dipahami sebagai masyarakat pendatang (urban society). Tapi apakah pemikiran ketiga tokoh di atas relevan dengan kondisi perkotaan saat ini?

Lagi-lagi kembali pada sistem yang ada di dalamnya. Seperti menurut Durkheim tentang solidaritas. Untuk solidaritas saat ini tidak ditentukan oleh wilayah baik perkotaan ataupun pedesaan. Karena sering juga kita temui masyarakat kota yang memiliki solidaritas tinggi begitupun sebaliknya bagi masyarakat pedesaan. Tidak menafikan pula terhadap pemikiran Marx dan Weber mengenai konsep kapitalisme dan semangat kapitalisme yang juga tidak semua dapat dicocokkan dengan realita sekarang.

Jadi sebuah teori itu dapat dipatahkan apabila ditemukan keganjalan yang ada di lapangan, karena perubahan sosial akan terus terjadi dan circle mempengaruhinya. Saat ini penilaian pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan sudah tidak dapat ditafsirkan dengan cara tekstual saja, tetapi harus dengan cara kontekstual. Penilaian harus memperhatikan realita yang benar-benar terjadi di wilayah yang diteliti.

Muhammad Syihabuddin
Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Daftar Baacaan:
Jamaluddin, Adon Nasrullah. Sosiologi Perkotaan: Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya, Bandung: CV Pustaka Setia. 2017.
Yulianhar, Aang. Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan dalam aangyulianhar.blogspot.com. 2020.
Selena, Gryselda Sheryl, Puji Aenun dan Lulu Lathifah. Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan . Makalah Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Universitas Darussalam Gontor Mantingan 2017.

—————————–

Editor: Ningga Yudha Prajna
Instagram: @ninggayudha

Baca juga:
Dibalik Indahnya Kota Dubai

Pertanian Perkotaan Membuat Kota Lebih Layak Ditinggali: Whats Wrong?

Kini Saatnya Kota Surabaya! MasukKampus Selalu Berhasil dalam Acara Try Out Menuju Kampus Impian

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI