Relevansi Pemikiran Islam Harun Nasution dalam Pendidikan Era Modern di Indonesia

Pemikiran Islam Harun Nasution

Harun Nasution, Education, Modern Era Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pemikiran Harun Nasution mengenai pendidikan dan relevansinya dengan dunia modern khususnya di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka di mana penulis berusaha menemukan, menyusun dan menganalisis berbagai informasi melalui berbagai sumber terkait.

Harun Nasution berpendapat bahwa keterbelakangan umat Islam tak terkecuali di Indonesia adalah disebabkan oleh sistem pendidikan Islam di Indonesia yang berfokus hanya pada ajaran-ajaran ibadah dan fiqih yang berimplikasi pada ajaran Islam dimaknai sebagai ajaran yang sempit dan kaku sehingga perlu dilakukan reformasi dalam dunia pendidikan Islam.

Harun Nasution, Pendidikan, Era Modern Hakikat pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana dengan cara menumbuhkembangkan, memperbaiki, memimpin, melatih peserta didik agar dapat mengaktualisasikan diri secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ilmu, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalani hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan nilai-nilai Islam._ Islam menyatukan tiga hal dalam diri seseorang yakni akidah-iman, ilmu dan amal Soleh. Khususnya masalah ilmu, pertama kali ayat al-Qur’an yang turun ialah berkaitan dengan ilmu.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: “Khawarij” Aliran dalam Islam

Filsafat menunjukkan bahwa kata “iqra” tidak semata-mata diartikan sebagai “bacalah” dengan mata kepala, tapi juga bisa diartikan sebagai “telitilah”, “dalamilah” serta “ketahuilah” yang tentunya dengan indra, akal dan hati. Dalam hal ini, Harun Nasution berpendapat bahwa akal dalam konsep Islam bukan hanya otak, tetapi daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai aktivitas berpikir manusia untuk memperoleh pengetahuan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada awalnya sistem pendidikan Islam di Indonesia berfokus hanya pada ajaran-ajaran ibadah dan fiqih, yang secara umum dititik beratkan pada mazhab Syafi’i sehingga ajaran Islam dimaknai sebagai ajaran dan kaku. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi pemikiran Harun Nasution terkait perlunya dilakukan reformasi dalam dunia pendidikan Islam.

Harun Nasution berpendapat bahwa antara nilai-nilai ajaran Islam dengan pemikiran-pemikiran rasional perlu disinergikan sebab akal memiliki peranan penting dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Wahyu membutuhkan akal untuk memahami kebenaran yang terkandung di dalamnya. Demikian pula, akal membutuhkan wahyu sebagai kendali dari kesesatan berpikir.

Baca Juga: Investasi dalam Pandangan Islam

Menurutnya, materi pendidikan Islam di Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi Islam perlu ditambahkan beberapa aspek penting seperti dasar-dasar hukum Islam, perbandingan mazhab, teologi dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya, filsafat, mistisme, sejarah dan kebudayaan Islam dari zaman klasik sampai zaman modern. Nasution berpendapat bahwa salah satu yang menyebabkan umat Islam termasuk di Indonesia mengalami keterbelakangan adalah karena kurangnya kemampuan adaptif dalam proses modernisasi dan kecenderungannya akan pandangan hidup tradisional, khususnya teologi Asy’ariyah.

Oleh karena itu, pentingnya melakukan perubahan terhadap hal tersebut melalui reaktualisasi dan sosialisasi pandangan rasional yang pada dasarnya telah dikembangkan dalam teologi Mu’tazilah sehingga secara kultural, umat Islam siap terlibat dalam pembangunan dan modernisasi dengan berlandas pada tradisi sendiri. Harun Nasution menghendaki agar kemerdekaan berpikir, penganutan teologi yang tepat, penempatan posisi akal sesuai kebutuhannya di antara wahyu yang merupakan dasar dari pola-pola pendidikan Islam harus dihidupkan kembali.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis terkait pemikiran Harun Nasution tentang pendidikan dan relevansinya dengan dunia modern. Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1968, Harun Nasution mendapatkan gelar Doktor (Ph.D) dalam Studi Islam di McGill Kanada, dengan disertasi yang berjudul: The Place of Reason in Abduh’s Theology. Its Impact on His Theological System and Views. Setelah mendapatkan gelar Doktor, pada tahun 1969 Harun Nasution kembali ke Indonesia dan melanjutkan kariernya sebagai profesional tenaga pendidikan di IAIN Jakarta.

Baca Juga: Berusaha Mengamati Praktik Jual-Beli Pendidikan dalam Islam, Bolehkah?

Di samping itu beliau juga menjabat sebagai tenaga pendidik (dosen luar biasa) di IKIP Jakarta pada tahun 1970, Dosen di Universitas Nasional Jakarta pada tahun 1970, dan Dosen Fakultas Sastra di Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 1975. Tidak hanya itu jajaran jabatan tinggi di kampus diantaranya yaitu menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 11 tahun (1973-1984) pun turut mewarnai karier beliau, selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai ketua lembaga pembinaan pendidikan agama di IKIP Jakarta dan terakhir menjadi dosen Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak 1982 hingga akhir hayatnya pada tahun 1998.

Adapun beberapa karya intelektual yang telah di tulis oleh Harun Nasution dalam beberapa buku adalah sebagai berikut: Teologi Islam aliran-aliran sejarah analisis perbandingan (1972), Falsafat Agama (1973), Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1973), Islam ditinjau Dari Beberapa Aspek (1974), Teologi Islam (1977), Pembaruan Dalam Islam (1975), Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah (1978), Akal dan Wahyu dalam Islam (1982), Islam Rasional (1995).

Indah Nailul Muna
Mahasiswa IAIN Pekalongan

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI