Saat Ekspor Non-Migas Meningkat, Hilirisasi dan Digitalisasi Menjadi Keniscayaan

Saat Ekspor Non-Migas Meningkat, Hilirisasi dan Digitalisasi Menjadi Keniscayaan
Saat Ekspor Non-Migas Meningkat, Hilirisasi dan Digitalisasi Menjadi Keniscayaan

Apa yang Terjadi?

Indonesia mencatat pertumbuhan ekspor non-migas sebesar 4,71 persen pada Maret 2025, mencapai 21,8 miliar dolar AS (Sumber: The Iconomics).

Angka ini turut menyumbang surplus neraca dagang sebesar 6 miliar dolar AS (Sumber: Republika), memperpanjang tren surplus menjadi 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Komoditas andalan seperti besi dan baja, nikel olahan, serta mesin dan perlengkapan listrik mengalami pertumbuhan signifikan (Sumber: BPS via Infobanknews).

Mengapa ini Penting?

Lonjakan ekspor non-migas bukan hanya refleksi dari permintaan pasar global, tetapi juga indikator awal bahwa transformasi struktur ekonomi mulai menunjukkan hasil.

Bacaan Lainnya

Pertumbuhan ekspor ini dapat menjadi momentum untuk mendorong percepatan hilirisasi komoditas strategis dan digitalisasi perdagangan, dua langkah penting untuk memperkuat daya saing Indonesia di rantai nilai global.

Baca juga: Menembus Pasar Ekspor dengan Kakao Tropis Berbasis Blockchain

Siapa yang Terdampak?

Pemerintah sebagai regulator, pelaku industri sebagai produsen, dan UMKM sebagai bagian dari rantai pasok ekspor semuanya menjadi pemangku kepentingan utama.

Peningkatan ekspor non-migas memberi peluang bagi industri nasional untuk tidak hanya meningkatkan volume ekspor, tetapi juga menambah nilai produk.

UMKM pun terdorong untuk menembus pasar ekspor melalui platform digital lintas negara, terutama karena didukung oleh pertumbuhan layanan ekspor berbasis marketplace dan logistik digital.

Kapan Momen ini Relevan?

Situasi ini terjadi pada kuartal pertama tahun 2025, ketika Indonesia juga sedang menyelesaikan sejumlah perjanjian perdagangan bebas strategis.

Di antaranya, kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa ditargetkan rampung pada pertengahan tahun ini (Sumber: Reuters), sementara perjanjian dengan Eurasian Economic Union (EAEU) juga sedang dalam tahap finalisasi (Sumber: Reuters).

Kedua perjanjian ini membuka akses baru ke pasar ekspor bernilai tinggi.

Di Mana Peluang ini Berada?

Peluang tersebar di berbagai sektor dan wilayah. Hilirisasi logam dan nikel di Sulawesi, ekspor pertanian dan perikanan di Sumatra dan Maluku, serta perdagangan digital yang terhubung melalui pelabuhan besar seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak menjadi penopang utama.

Ekosistem digital seperti marketplace lintas negara, jasa logistik ekspor, dan sistem pembayaran internasional juga menjadi lahan pertumbuhan baru yang perlu ditata secara strategis dan lintas sektor.

Baca juga: Perang Dagang As-China: Mampukah ASEAN Plus Three Melindungi Rantai Pasok dan Ekspor Indonesia

Bagaimana Seharusnya Indonesia Merespons?

Respons terbaik adalah melalui kebijakan terintegrasi: percepatan hilirisasi industri melalui insentif fiskal dan teknologi, pemberdayaan UMKM ekspor melalui pelatihan dan akses pasar digital, serta penguatan infrastruktur logistik dan integrasi sistem data ekspor nasional.

Pemerintah perlu menjadi fasilitator aktif, bukan hanya regulator, untuk memastikan seluruh ekosistem ekspor berjalan efisien dan berkelanjutan.

Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan pelaku e-commerce perlu disinergikan melalui sistem satu data dan sistem logistik nasional yang lebih responsif terhadap kebutuhan pelaku usaha kecil dan menengah.

Baca juga: Ekspor Pasir Laut Dilihat dari Kacamata Ekosentris

Kesimpulan

Pertumbuhan ekspor non-migas bukan sekadar capaian statistik, melainkan panggilan untuk merombak fondasi ekonomi ekspor Indonesia.

Hilirisasi dan digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan. Tanpa transformasi ini, Indonesia akan tetap berada dalam posisi lemah dalam rantai nilai global, terjebak dalam ekspor bahan mentah dan ketergantungan pasar eksternal.

Dengan strategi yang tepat dan kemauan politik yang kuat, momen ini dapat menjadi titik balik bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional.

Penulis: Sean Michael Owen Wijaya

Editor: Rahmat Al Kafi

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses