Serangan Siber: Pertarungan antara Manajemen Krisis dan Reputasi bagi Organisasi

Serangan Siber
Ilustrasi Serangan Siber (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Dalam era digital yang terus berkembang, reputasi dan krisis memiliki peran yang semakin penting bagi kesuksesan dan kelangsungan hidup sebuah organisasi. Dalam konteks global, informasi dapat menyebar dengan cepat melalui platform media sosial dan internet.

Sebuah peristiwa yang terjadi di suatu tempat dapat memengaruhi persepsi publik di seluruh dunia dalam waktu singkat. Oleh karena itu, organisasi harus memahami betapa krusialnya menjaga reputasi mereka dan memiliki kesiapan yang kuat dalam menghadapi krisis.

Krisis dan reputasi adalah dua disiplin yang saling berkaitan dan penting bagi kelangsungan serta kesuksesan jangka panjang sebuah organisasi. Krisis dan reputasi sering kali diabaikan dan dianggap remeh oleh sebagian organisasi sehingga ketika terjadi krisis, organisasi akan ketar-ketir untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.

Bacaan Lainnya
DONASI

Hal ini serupa dengan peran manajemen krisis dan reputasi yang begitu penting bagi organisasi karena keduanya berperan dalam menjaga stabilitas operasional, kepercayaan stakeholder, kelangsungan bisnis hingga melindungi citra organisasi. Jika manajemen krisis tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan hingga krisis identitas bagi organisasi tersebut.

Sebagai praktisi sekaligus akademisi, penulis Fardhal Virgiawan Ramadhan, merupakan seorang mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina akan membagikan pengalaman dan pengetahuannya dalam pentingnya manajemen krisis dan reputasi bagi organisasi.

Penulis pernah bekerja di salah satu perusahaan IT Industry di Singapore sebagai Digital Marketing. Sebagai praktisi, tentu penulis harus mampu mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan algoritma media khususnya dalam digital channels.

Pada tahun 2021, penulis bergabung ke IT Industry, dimana terdapat perubahan besar khususnya dalam budaya organisasi dan new market segmentation. Divisi Digital Marketing, berhubungan secara langsung dengan Divisi Software Engineer yang mana divisi tersebut yang membuat aplikasi dan program untuk dikembangkan dan dipasarkan kepada khalayak.

Manajemen krisis dimulai ketika terdapat salah satu aplikasi yang terkena serangan siber oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Serangan siber yang terjadi tidak hanya sekali terjadi, akan tetapi pihak tidak bertanggung jawab secara terus-menerus menyerang sistem operasional organisasi sehingga organisasi hampir dikatakan ‘lumpuh’.

Baca juga: Sejarah dan Teori Manajemen

Tentu serangan siber yang dihadapi akan mempengaruhi berbagai operasional organisasi terutama dalam kelangsungan bisnis. Sebelum membahas krisis yang terjadi, penulis akan menjelaskan mengenai manajemen krisis, sebagai berikut:

Apa itu Manajemen Krisis?

Menurut Karl E. Weick dan Kathleen M. dalam bukunya Managing the Unexpected: Assuring High Performance in an Age of Complexity pada tahun 2007 bahwa Manajemen krisis melibatkan proses untuk mendeteksi, menilai, dan merespons kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dengan cara yang dapat menjaga atau memulihkan operasional dan reputasi organisasi.

Adapun, menurut Mitroff & Anagos (2021) bahwa manajemen krisis adalah proses yang dirancang untuk membantu organisasi bertahan dalam menghadapi ancaman yang tak terduga.

Selain itu, definisi tersebut diperkuat oleh jurnal yang ditulis oleh Coombs (2007) bahwa manajemen krisis mencakup serangkaian proses yang melibatkan perencanaan, mitigasi, respons, dan pemulihan dari insiden yang bisa merusak organisasi.

Berdasarkan ketiga definisi diatas dikatakan bahwa manajemen krisis menjadi sebuah proses untuk mendeteksi, merencanakan hingga merespon kejadian atau isu yang dapat merusak citra organisasi. Manajemen krisis perlu dilakukan untuk menjaga atau bahkan memulihkan reputasi organisasi.

Jika dianalisa dari definisi diatas bahwa manajemen krisis harus telah direncanakan dan dirancang untuk membantu organisasi bertahan dalam menghadapi ancaman. Ketika penulis bekerja di IT Industry, Singapore. Organisasi telah merancang sedemikian langkah preventif untuk menghadapi ancaman, akan tetapi langkah preventif sering kali berbeda dari kejadian aktualnya.

Hal ini menjadikan pemimpin perusahaan dan segenap manajemen harus bekerja sama untuk menghadapi ancaman tersebut. Meksipun organisasi telah memiliki langkah atau SOP (Standar Operasional Prosedur) yang sesuai, akan tetapi peran segenap karyawan didalam organisasi tersebut harus memiliki rasa tanggung jawab bersama.

Manajemen krisis terjadi untuk menghadapi ancaman yang tidak terduga khususnya dalam serangan siber. Pelatihan terhadap karyawan saja tidak cukup untuk menghadapi krisis tersebut. Diperlukan, penekanan dalam mengelola keamanan siber yang tinggi untuk menangkal krisis tersebut.

Berdasarkan data dari IDC mengenai Kondisi Operasi Keamanan (State of SecOps) di Kawasan Asia Pasifik bahwa kemanan siber menjadi suatu aspek yang harus diprioritaskan untuk mendeteksi secara dini dan cepat melalui automasi.

Diketahui untuk menangkal serangan siber dibutuhkan waktu selama 22 hari 6 jam. Hal ini serupa yang terjadi pada penulis, dalam IT Industry membutuhkan waktu sekitar 21 hari untuk menangkal serangan tersebut, akan tetapi IT Industry tempat penulis bekerja telah memanfaatkan peran AI (Artificial Intelligence) untuk mendeteksi serangan hanya dalam waktu 1 (satu) jam.

Baca juga: Perlindungan Akses Perangkat Digital sebagai Upaya Pencegahan Cyber Crime di Kalangan Mahasiswa

Meskpuin demikian, organisasi mampu untuk melakukan manajemen reputasi guna melindungi organisasi di mata publik. Lantas, apa itu manajemen reputasi? Dan bagaimana organisasi melalukan manajemen reputasi terhadap krisis yang terjadi?

Lantas, apa penyebab dari manajemen krisis? Berikut ini beberapa penyebab utama yang menjadi manajemen krisis, sebagai berikut:

Penyebab Manajemen Krisis

Penyebab manajemen krisis dalam organisasi memiliki berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Berikut ini merupakan penyebab manajamen krisis dan reputasi, sebagai berikut:

Internally Driven Incidents

Internally Driven Incidents adalah kejadian atau insiden yang terjadi akibat faktor-faktor internal dalam organisasi, yang dapat menimbulkan gangguan signifikan terhadap operasi, keamanan, atau reputasi organisasi.

Contoh dalam Internally Driven Incidents, sebagai berikut:

  1. Insiden Keamanan
  2. Kerusakan sistem
  3. Kebocoran data
  4. Konflik Karyawan

Internally Driven Incidents biasanya lebih spesifik dan memerlukan respons segera untuk mengatasi dampak langsungnya. Selain itu, Internally Driven Incidents memerlukan tindakan segera untuk mengendalikan situasi dan meminimalkan dampak, sering kali melalui rencana tanggap darurat dan pemulihan.

Krisis yang terjadi di IT Industry, Singapore tempat penulis bekerja memiliki indikasi bahwa terdapat insiden keamanan yang menyerang sistem operasional organisasi. Hal ini tentu akan berdampak terhadap bisnis organisasi. Krisis ini dapat dikatakan sebagai Internally Driven Incidents, karena dalam kejadiannya berhubungan dengan operasional, keamanan, dan reputasi organisasi.

Adapun, penyebab terjadinya krisis dapat dilihat dari penyabab Externally Driven Incidents, sebagai berikut:

Externally Driven Incidents

Externally Driven Incidents adalah kejadian atau insiden yang terjadi karena faktor-faktor eksternal di luar kendali organisasi, yang mempengaruhi operasional, keamanan, atau reputasi organisasi.

Contoh dalam Externally Driven Incidents, sebagai berikut:

  1. Serangan siber
  2. Serangan teroris
  3. Bencana alam

Krisis yang terjadi pada salah satu organisasi IT Industry di Singapore merupakan sebuah serangan siber yang dilakukan oleh pihak luar atau eksternal. Tentu serangan siber menjadi sebuah ancaman tingkat tinggi bagi organisasi, karena dapat ‘melumpuhkan’ operasional.

Menurut Kementerian Informasi dan Komunikasi, Republik Indonesia menyatakan bahwa sebanyak 193 juta serangan siber terjadi pada tahun 2023. Salah satu serangan yang sering terjadi yaitu ransomware.

Ransomware merupakan jenis perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk mengenkripsi data pada komputer atau sistem lainnya, kemudian meminta pembayaran tebusan agar korban bisa mendapatkan kunci dekripsi yang diperlukan untuk mengembalikan data mereka.

Ransomware menjadi salah satu ancaman keamanan siber yang paling merusak saat ini. Ransomware sering kali menyebar melalui email phishing, situs web yang terinfeksi, atau menggunakan kerentanan dalam sistem operasi atau perangkat lunak lainnya.

Meskipun, organisasi tidak dapat menghindari sepenuhnya krisis tersebut, penting bagi organisasi untuk memiliki rencana tanggap darurat dan strategi manajemen risiko yang efektif untuk mengelola dampaknya.

Tentu dengan krisis yang terjadi menjadikan IT Industry (organisasi tempat penulis bekerja) harus merespons dengan cepat, melakukan komunikasi yang transparan, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan eksternal menjadi kunci untuk mengatasi krisis dan meminimalkan kerugian yang lebih besar.

Dengan demikian, ketika organisasi dilanda krisis yang besar, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan yang timbul dari lingkungan eksternal yang dinamis dan tidak terduga.

Kemudian, apa itu manajemen reputasi? dan bagaimana organisasi melakukan manajemen reputasi untuk mengembalikan citra organisasi?

Apa itu Manajemen Reputasi?

Jika dalam suatu organisasi terdapat krisis yang mempengaruhi reputasi, tentu diperlukan manajemen reputasi untuk mempertahankan, melindungi atau mengembalikan citra tersebut. Manajemen reputasi adalah proses strategis untuk membentuk, mempertahankan, dan melindungi citra serta persepsi publik terhadap sebuah organisasi atau individu.

Menurut Dowling (2001) bahwa Manajemen reputasi adalah tentang menciptakan dan memelihara persepsi positif di antara berbagai pemangku kepentingan organisasi, termasuk pelanggan, investor, karyawan, dan masyarakat umum.

Selain itu, Doorley & Garcia (2007) menyebutkan bahwa Manajemen reputasi melibatkan strategi komunikasi yang terintegrasi dan aktivitas untuk membangun serta melindungi reputasi organisasi atau individu di mata publik.

Hal ini didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Fombrun & Riel (1997) bahwa Manajemen reputasi adalah praktek yang sistematis untuk memantau dan mengendalikan persepsi publik terhadap organisasi dengan tujuan memaksimalkan nilai reputasi.

Berdasarkan definisi diatas bahwa manajemen reputasi merupakan sebuah strategi komunikasi yang bertujuan untuk memantau, mengendalikan, dan melindungi organisasi terhadap persepsi publik.

Hal ini sesuai dengan krisis yang terjadi pada IT Industry, ketika organisasi mengalami kolaps dikarenakan serangan siber. Organisasi harus mampu melindungi organisasi di mata publik dan harus mampu mempertahankan citra dan persepsi publik terhadap organisasi.

Beruntungnya, organisasi telah memanfaatkan teknologi AI untuk menangkal serangan siber yang terjadi kepada organisasi. AI digunakan untuk menganalisis malware dan mengidentifikasi pola-pola yang tidak diketahui sebelumnya. Hal ini menjadikan AI akan mendeteksi malware yang lebih cepat dan respons yang lebih efektif terhadap ancaman yang baru muncul.

IT Industry di Singapore tersebut, percaya bahwa dengan menggunakan teknologi AI dapat digunakan untuk menganalisis kerentanan dalam infrastruktur IT dan mengidentifikasi area-area yang rentan terhadap serangan. Hal ini dapat menjadikan organisasi untuk mengambil keputusan melalui langkah-langkah proaktif untuk memperkuat keamanan mereka.

Selain itu, organisasi yakin bahwa dengan teknologi AI dapat membantu organisasi dalam menganalisis risiko dan ancaman potensial terhadap reputasi mereka. Dengan menganalisis data dari berbagai sumber, termasuk media sosial, platform berita, dan forum online, AI dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan mengatasi potensi ancaman terhadap reputasi mereka.

Adapun, dalam manajemen reputasi yang dilakukan oleh organisasi, dengan membentuk dan menyebarluaskan informasi kepada media sehingga persepsi publik terhadap organisasi mampu dikelola dengan baik.

Baca juga: Transparansi dan Akuntabilitas: Pilar Tata Kelola yang Baik dalam Manajemen Pemasyarakatan

Mengapa Manajemen Krisis dan Reputasi Penting bagi Organisasi?

Salah satu hal penting bagi organisasi yaitu mempertahankan dan melindungi citra positif di mata publik. Krisis yang tidak ditangani dengan baik dapat merusak reputasi organisasi. Manajemen krisis membantu meminimalkan kerusakan reputasi dengan menyediakan respons yang cepat, transparan, dan empatik.

Melalui manajemen krisis dan reputasi yang efektif dapat mencegah masalah kecil berkembang menjadi krisis besar. Dengan demikian, memiliki rencana yang baik dan tim yang terlatih, organisasi dapat mengidentifikasi dan mengatasi potensi krisis sejak dini. Hal ini akan berpengaruh terhadap reputasi yang baik sehingga dapat meningkatkan nilai organisasi.

Bagi sebuah organisasi, manajemen krisis dibutuhkan untuk beberapa alasan kunci yang berkaitan dengan stabilitas operasional, perlindungan reputasi, dan kelangsungan hidup jangka panjang.

Krisis yang tidak ditangani dengan baik dapat dengan cepat meningkat menjadi masalah yang lebih besar dan lebih sulit untuk dikelola. Manajemen krisis yang efektif dapat membantu mencegah eskalasi dengan mengidentifikasi dan menanggulangi masalah sejak awal, sebelum berkembang menjadi situasi yang lebih serius.

Berikut ini merupakan organization chart dalam manajemen krisis, sebagai berikut:

Sumber: IATA Org. (2024)

Berdasarkan gambar diatas bahwa manajemen krisis dalam suatu organisasi dilaksanakan dengan strategi dan langkah yang sangat kompleks dan bukan merupakan langkah yang singkat.

Jika manajemen krisis dalam suatu organisasi tidak memiliki tim yang kompeten, maka organisasi tersebut akan kesulitan dalam melindungi reputasinya. Tim yang kompeten dapat mengidentifikasi krisis sejak dini dan merespons dengan cepat untuk mengendalikan situasi. Kecepatan dan ketepatan respons sangat penting untuk mencegah eskalasi krisis dan meminimalkan dampak negatifnya.

Sebaliknya, tanpa tim yang kompeten, respons terhadap krisis cenderung lambat dan tidak efektif, yang dapat memperburuk situasi dan meningkatkan dampak negatif terhadap organisasi. Keputusan yang buruk atau tertunda dapat memperpanjang krisis dan menyebabkan kerugian yang lebih besar, baik dari segi finansial maupun reputasi.

Pada krisis yang terjadi di IT Industry, Singapore ketika berada dalam situasi krisis, tentu sangat sulit untuk mempertahankan citra dan reputasi organisasi. Media akan mencari informasi dan pernyataan resmi dari organisasi. Akan tetapi, organisasi memilih untuk menentukan media yang menurutnya memiliki kredible dan reputasi baik saja.

Sebenarnya menurut penulis, sebaiknya organisasi tidak membedakan media publikasi untuk mendistribusikan informasinya. Hal ini berhubungan dengan budaya organisasi sehingga mereka lebih selektif untuk menentukan media publisitasnya.

Manajemen krisis dan reputasi yang efektif akan memastikan bahwa organisasi dapat memberikan informasi yang akurat dan konsisten kepada media, membantu menjaga hubungan baik dengan media dan mengelola persepsi publik secara positif.

Reputasi yang baik memberikan buffer terhadap krisis di masa depan. Organisasi dengan reputasi yang kuat lebih mudah mendapatkan simpati dan dukungan saat menghadapi masalah. Dengan mengintegrasikan manajemen krisis dan reputasi ke dalam strategi bisnis, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan dan menjaga kepercayaan serta loyalitas dari semua stakeholder.

Dengan demikian, manajemen krisis dan reputasi yang dilakukan oleh IT Industry di Singapore adalah komponen vital dari strategi bisnis yang lebih luas dan menjadi pertarungan antara krisis dan reputasi bagi organisasi.

Organisasi tidak hanya harus mampu melindungi dari dampak negatif krisis, tetapi juga membantu membangun dan mempertahankan reputasi yang kuat, menjaga kepercayaan stakeholder, dan memastikan keberlanjutan bisnis.

Dengan manajemen krisis dan reputasi yang efektif, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan dan mengubah krisis menjadi peluang untuk perbaikan dan pertumbuhan.

 

Penulis: Fardhal Virgiawan Ramadhan
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI