Sampah menjadi salah satu persoalan serius yang menyita banyak perhatian. Bukan tanpa alasan, cemaran yang dihasilkan sampah berdampak pada berbagai hal yang merugikan seperti rusaknya lingkungan hingga memperburuk masalah kesehatan.
Hal ini berimbas pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan nilai konsumsi yang terus terjadi. Kenaikan nilai konsumsi tersebut berdampak pada hasil akhir berupa timbunan sampah yang cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) melaporkan bahwa total sampah tahunan yang dihasilkan Indonesia pada 2021 mencapai 28,5 juta ton. Pada tahun berikutnya, jumlah tersebut naik drastis di angka 38,6 juta ton.
Sementara itu, pada tahun 2023, timbunan sampah di Indonesia turun 500 ribu ton atau sekitar 38,3 juta ton dengan provinsi Jawa Timur berada di urutan pertama penghasil sampah terbesar, mencapai 6 juta ton.
SIPSN juga telah mengklasifikasikan jenis sampah yang dihasilkan per tahunnya. Sebanyak 39% dari total 38,3 juta ton sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia didominasi oleh sampah sisa makanan.
Persentase tersebut bahkan mengalahkan sampah plastik yang per tahun 2023 menyumbang 19% jenis sampah nasional. Sampah sisa makanan yang mendominasi dibuktikan dengan data sumber sampah di mana sebanyak 50,8% sampah berasal dari rumah tangga.
Maka kita terutama di wilayah Jawa Timur sendiri yang menduduki penyetor paling banyak  sampah organik. Oleh karena itu, sampah organik menjadi tantangan bersama yang perlu ditangani hingga keakarnya.
Untuk mengolah sampah organik ini, selain dengan pengomposan ada upaya lain juga bisa menggunakan Black Soldier Fly (BSF) adalah nama yang sebut dengan maggot oleh masyarakat indonesia saat ini. Nama latinnya yaitu Hermetia Illucens atau dalam bahasa indonesia diartikan sebagai lalat tentara hitam.
BSF (Hermetia Illucens) adalah sejenis lalat berwarna hitam yang larvanya (maggot) mampu mendegradasi sampah organik. Maggot atau belatung yang dihasilkan dari telur lalat hitam (BSF) sangat aktif memakan sampah organik.
Proses biokonversi oleh maggot ini dapat mendegradasi sampah lebih cepat, tidak berbau, dan menghasilkan kompos organik, serta larvanya dapat menjadi sumber protein yang baik untuk pakan unggas dan ikan. Proses biokonversi dinilai cukup aman bagi kesehatan manusia karena lalat ini bukan termasuk binatang vektor penyakit.
Kemampuan BSF mengurai sampah organik tak perlu diragukan lagi. Maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap dipanen.
Maggot memiliki kemampuan mengurai sampah organik 2 sampai 5 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Satu kilogram maggot dapat menghabiskan 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.Dari nutrisi yang terkandung dari pupuk kompos dari (BSF) Kandungan pupuk organik cair hasil dekomposisi maggot untuk parameter pH 5.95, suhu 29℃, Unsur Hara Makro 0.3048%, C-Organik 6,96%, dan Rasio C/N 26,9.
Contoh produk sampingan berupa bahan cair yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair untuk tanaman.
Dari hasil penelitian yang dolakukan oleh Pakar BSF, Prof Agus Pakpahan di perkebunan tebu di Lampung dan Sumatera Selatan dengan memanfaatkan pupuk cair magot bisa mengurangi dosis pupuk NPK sebanyak 50 persen. Pupuk cair magot yang digunakan hanya 60 liter/hektar (ha). Bukan hanya itu biaya penggunaan pupuk yang semula mencapai Rp 1,4 juta/ha menjadi hanya Rp 600 ribu/ha.
Dikutip dari Buku Saku Maggot Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, proses panen pupuk Organik Cair dari budidaya maggot ini dihasilkan dari drainase biopon (bak sampah organik sayuran dan buah-buahan) maupun komposter ember tumpuk yang berisi larva lalat BSF.
Dengan  menggunakan pengomposan sampah organik  kita juga bisa menggunakan alternative lain dengan maggot (BSF) caranya budidaya maggot juga terbilang mudah dengan dengan cara:
1. Persiapkan Kandang Maggot
Kandang maggot berfungsi sebagai tempat BSF kawin dan memproduksi telur hingga penetasan. Untuk pemula, bisa menggunakan kandang ukuran kecil.Bahan kandang yang disarankan untuk kandang maggot adalah kayu sebagai kerangka, jaring-jaring lembut (waring) sebagai dinding kandang dan plasik UV sebagai atap.
Kandang maggot ini nantinya diisi dengan rak pre pupa dan media bertelur.Kandang bisa dibuat berbentuk seperti rumah-rumahan berukuran kecil. Ukuran kandang maggot yang disarankan adalah 2,5 m x 4 m x 3 m, atau sesuai besaran lahan yang dimiliki.
2. Rak Media Penetasan Larva Maggot
Media penetasan berfungsi untuk tempat maggot menetaskan telurnya. Pengguna bisa menggunakan boks-boks kecil berisi media ternak maggot seperti yang dijelaskan di atas.Rak media penetasan ini bisa disusun menjadi 3 tingkatan untuk menghemat tempat. Pengguna bisa membuat rak media penetasan dari bahan kayu.
3. Penyediaan Telur Lalat dan Penempelan Telur
Selanjutnya, diperlukan telur lalat sebagai bibit untuk budidaya maggot. Lalat penghasil telur dapat ditemukan di sekitar limbah sayuran atau dibeli dari peternak maggot terpercaya.Telur lalat ditempelkan pada media limbah sayuran dan dibiarkan menetas menjadi larva maggot. Pastikan lingkungan budidaya bersih dan steril agar maggot dapat tumbuh dengan sehat.
4. Pemberian Makanan Tambahan
Selain limbah sayuran, maggot juga membutuhkan makanan tambahan untuk memperkaya nutrisinya. Pemberian makanan tambahan ini dapat berupa sisa-sisa tepung, dedak, sayuran, atau makanan organik lainnya Dengan memberikan makanan tambahan, kandungan nutrisi maggot dapat meningkat sehingga menjadi pakan yang lebih bernilai bagi ternak.
5. Proses Pemanenan Maggot
Proses panen maggot dilakukan ketika larva sudah mencapai ukuran yang cukup besar dan siap dijadikan pakan ternak. Caranya adalah dengan memisahkan maggot dari media limbah sayuran dan menyaringnya menggunakan saringan halus.
Dan itulah salahsatu cara budidaya magot dari lalat BSF yang bisa digunakan untuk pakan ternak maupun sisa atau kotoran magot yang bisa digunakan pupuk organik pada tanaman yang membutuhkannya serta dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebih, karena dapat merusak lingkungan khususnya tanah yang terkena pupuk kimia secaraa terus menerus.
Penulis: Dino Rizqi Pratama
Mahasiswa Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News