Sudahkah Tempat Ibadah Masjid di Kota Malang Menerapkan Desain Universal?

disabilitas
Salah satu tempat wudhu di masjid Kota Malang. Foto/ dok pribadi.

Menurut UU 8 Tahun 2016, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Isu perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas harus berlandaskan paradigma Human Right Based atau Hak Asasi Manusia yang sudah dideklarasikan oleh Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.

Setiap negara harus menjamin hak setiap warga negara, salah satunya yaitu hak atas aksesibilitas. Aksesibilitas itu sendiri adalah derajat kemudahan menjangkau objek yang disediakan untuk semua orang dengan tujuan mewujudkan kesamaan atau keadilan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Terdapat dua macam jenis aksesibilitas, yaitu fisik dan non fisik.

Bacaan Lainnya
DONASI

Aksesibilitas fisik adalah fasilitas dapat dilihat, dipegang, dan dirasakan seperti bangunan yang meliputi akses masuk pada sarana pendidikan, rumah sakit, tempat kerja, dan toilet. Sedangkan aksesibilitas non-fisik dapat berupa pelayanan informasi dan pelayanan umum.

Pelayanan informasi tentu harus menerapkan aksesibilitas bagi para difabel melalui penyediaan huruf braille atau penggunaan bahasa tubuh. Hal ini menjadi sangat penting karena komunikasi dalam bentuk yang aksesibel tersebut memberikan asas kemudahan bagi difabel.

Peran aksesibilitas sangat penting bagi para penyandang disabilitas sebagai pemenuhan hak mereka sebagai manusia. Aksesibilitas fisik harus diterapkan di semua tempat tak terkecuali tempat ibadah.

Walaupun pada nyatanya di Indonesia itu sendiri tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur mengenai masalah aksesibilitas ibadah tetapi secara eksplisit sudah tertera pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang menyebutkan hak-hak pendidikan, pekerjaan, rehabilitasi dan terutama aksesibilitas.

Beberapa contoh aksesibilitas yang ramah difabel pada tempat ibadah masjid dapat berupa:

  1. Pintu. Pintu masuk yang ramah difabel adalah pintu yang digeser ataupun pintu dengan gagang pintu yang menyerupai huruf “D”. Selain itu, gagang pintu juga harus diposisikan pada ketinggian antara 80-90 cm agar mudah digunakan bagi pengguna kursi roda, anak-anak atau orang dengan dwarfisme.
  2. Tempat Wudhu. Pada tempat wudhu seharusnya tidak terdapat lubang drainase agar memberi kemudahan bagi difabel berkursi roda.
  3. Tangga. Tangga dalam tempat ibadah harus menggunakan konsep desain universal seperti menyediakan pegangan tangan atau handrail pada tangga. Selain itu juga harus terdapat perbedaan tekstur dan warna (ubin peringatan) pada ujung tangga untuk tunanetra dan low-vision.

Di Kota Malang itu sendiri terdapat sebanyak 709 tempat peribadatan masjid. Kenyataannya, beberapa masjid di Kota Malang masih kurang menerapkan aksesibilitas tersebut. Sebagai contoh di beberapa masjid masih menggunakan drainase ketika menuju tempat wudhu.

Hal ini membuat para difabel yang menggunakan kursi roda menjadi kesulitan untuk mengaksesnya. Pada beberapa masjid juga masih menggunakan gagang pintu yang bulat sehingga susah diakses oleh difabel fisik pada tangan.

Menurut data Dinas Sosial Kota Malang dalam Badan Pusat Statistik Kota Malang, di Kota Malang itu sendiri terdapat penyandang disabilitas buta pada tahun 2021 sebanyak 269 orang, penyandang disabilitas tuli pada tahun 2021 sebanyak 199 orang, penyandang disabilitas bisu pada tahun 2021 sebanyak 91 orang, dan penyandang disabilitas cacat fisik pada tahun 2021 sebanyak 685 orang.

Maka dari itu, perlu adanya pemahaman mengenai desain untuk membuat produk, lingkungan, program, dan pelayanan yang dapat digunakan oleh semua orang tanpa perlu mendesain secara khusus untuk pihak-pihak tertentu seperti yang diatur pada Undang Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas.

Dengan hadirnya masjid yang menerapkan desain universal ini, diharapkan jamaah penyandang disabilitas ini tidak terkendala ataupun kesulitan dalam mengakses bagian masjid serta mampu beribadah sebagaimana umat muslim pada umumnya.

Bagaimanapun, kita sebagai sesama manusia harus memahami peran aksesibilitas sebagai pengakuan terhadap keberadaan, kedudukan, dan hak-hak dari difabel itu sendiri.

Penulis: Haura Syahla Nadifa
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (n.d.). https://malangkota.bps.go.id/indicator/27/377/1/-jumlah-penyandang-disabilitas-menurut-kecamatan-dan-jenis-disabilitas.html

Badan Pusat Statistik. (n.d.-a). https://malangkota.bps.go.id/indicator/27/378/1/jumlah-tempat-peribadahan-menurut-kecamatan-di-kota-malang.html

Keumala, C. R. N. (2016). Pengaruh Konsep Desain Universal Terhadap Tingkat Kemandirian Difabel: Studi Kasus Masjid UIN Sunan Kalijaga dan Masjid Universitas Gadjah Mada. INKLUSI, 3(1), 19-40.

Maftuhin, A. (2014). Aksesibilitas ibadah bagi difabel: Studi atas empat masjid di Yogyakarta. Inklusi, 1(2), 249-268.

Tempat ibadah ramah difabel. Beranda. (n.d.). https://www.solider.id/2014/02/02/tempat-ibadah-ramah-difabel

UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang disabilitas [JDIH bpk ri]. (n.d.). https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37251/uu-no-8-tahun-2016

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI