Pendahuluan
Dalam maraknya digitalisasi di berbagai sektor layanan publik, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Yogyakarta menghadapi dua tantangan utama. Pertama, upaya memenuhi target transformasi digital.
Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya dokumen kependudukan elektronik. Pemerintah pusat menargetkan cakupan Identitas Kependudukan Digital (IKD) mencapai 30 persen. Namun, fakta di lapangan menunjukkan capaian baru sekitar 6 hingga 7 persen, angka yang masih jauh dari harapan. Kondisi ini bahkan lebih rendah di wilayah tertentu seperti Papua.
Keberhasilan digitalisasi tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan aplikasi dan peladen. Berdasarkan data rapat perencanaan strategis, masih ada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum memiliki alat pemindai KTP elektronik. Selain itu, hanya sedikit OPD yang memperpanjang Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk mengakses data kependudukan.
Tantangan teknis ini semakin kompleks dengan adanya hambatan sosial, meliputi rendahnya literasi digital, keterbatasan kepemilikan telepon pintar, serta kekhawatiran masyarakat akan keamanan data pribadi.
Meski demikian, langkah inovatif terus diupayakan. Disdukcapil Kota Yogyakarta telah meluncurkan berbagai terobosan, termasuk layanan JODI (Just One Day) yang mampu menyelesaikan proses dokumen kurang dari dua jam. Kolaborasi strategis juga dijalin dengan Babinsa, TNI, rumah sakit, dan pengadilan. Semua upaya ini bertujuan tunggal mewujudkan sistem pelayanan publik yang lebih cepat, transparan, dan inklusif melalui transformasi digital menyeluruh.
Pembahasan
A. Evaluasi Capaian IKD
Capaian Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kota Yogyakarta menunjukkan progres positif yang menjadi bagian dari upaya reformasi pelayanan publik berbasis digital. Data evaluasi mencatat bahwa pada tahun 2024, angka aktivasi IKD telah meningkat menjadi 7% dari sebelumnya hanya 4%.
Kenaikan ini menunjukkan arah kebijakan yang konsisten dan langkah implementasi yang mulai menunjukkan hasil. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil) mendorong peningkatan capaian IKD melalui sejumlah kebijakan strategis termasuk penerapan kebijakan integratif.
Di mana aktivasi IKD dijadikan sebagai prasyarat untuk mengakses layanan kependudukan lainnya. Hal ini menjadi mekanisme intensif yang efektif untuk mendorong partisipasi masyarakat secara langsung dan terukur dalam sistem digital kependudukan.
Upaya percepatan capaian juga dilakukan melalui peningkatan pelayanan prima dengan digitalisasi seluruh dokumen adminduk dan identitas kependudukan. Pemanfaatan sistem ini semakin memperkuat posisi IKD sebagai pintu masuk utama dalam layanan digital.
Secara umum hal-hal tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan IKD yang mencerminkan arah transformasi layanan yang progresif dan adaptif. Meskipun capaiannya masih dalam tahap awal, tren peningkatan yang terus berlanjut memberikan fondasi kuat untuk melanjutkan transformasi digital secara menyeluruh.
B. Tantangan Teknis dan Sosial
Implementasi Identitas Kependudukan (IKD) sebagai bagian dari transformasi pelayanan publik oleh Dindukcapil menghadapi berbagai tantangan utama dalam aspek teknis dan sosial.
Secara teknis, masalah yang paling mendasar adalah ketimpangan infrastruktur antar instansi serta keterbatasan sumber daya teknologi yang dimiliki oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Berbagai OPD pada daerah termasuk di Kota Yogyakarta masih belum memiliki alat pemindai KTP elektronik yang menjadi syarat utama untuk membaca data IKD. Tanpa menggunakan alat ini, proses verifikasi identitas sulit dilakukan, sehingga akan berpengaruh dalam menghambat penerapan IKD secara optimal.
Selain itu, akses terhadap sistem Kathrida yang merupakan sistem integrasi data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Dukcapil masih bergantung pada izin pemerintah pusat yang menyebabkan keterbatasan fleksibilitas bagi daerah dalam mengelola dan memanfaatkan data secara mandiri dan efisien.
Sementara itu, terdapat tantangan sosial yang muncul dari rendahnya literasi digital pada kalangan masyarakat. Masih terdapat banyak warga, khususnya kelompok lanjut usia dan masyarakat berpenghasilan rendah yang belum terbiasa menggunakan aplikasi digital atau perangkat smartphone.
Baca Juga:Â Program MSIB Batch 5 sebagai Inovasi Pelayanan Administrasi Kependudukan di Surabaya
Bahkan, dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa satu perangkat smartphone digunakan secara bersama oleh seluruh anggota keluarga yang menimbulkan kesulitan dalam hal personalisasi data dan keamanan akses.
Serta, terdapat kekhawatiran pada masyarakat terkait penyalahgunaan data pribadi yang kemudian menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan penerapan IKD. Isu privasi dan keamanan informasi tersebut perlu diatasi dengan pendekatan edukatif dan jaminan perlindungan data yang kuat dari pemerintah.
Tantangan lain dalam penerapan IKD yaitu berkaitan dengan perubahan budaya pelayanan. Selama ini sebagian besar masyarakat telah terbiasa dengan layanan manual dan tatap muka. Peralihan ke sistem digital membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan melakukan pendekatan komunikasi publik yang intensif serta tepat sasaran.
Kegagalan dalam membangun kepercayaan dan pemahaman masyarakat dapat memperlambat laju implementasi digitalisasi pelayanan kependudukan. Keberhasilan implementasi IKD tidak hanya ditentukan oleh kesiapan teknologi, tetapi juga oleh kesiapan masyarakat sebagai pengguna layanan.
C. Strategi Inovatif
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Yogyakarta telah melakukan beberapa strategi inovatif dalam konteks transformasi digital pelayanan publik.
Strategi pertama, layanan si JODIE (Just One Day Is Enough) yaitu pelayanan publik pada pengurusan dokumen administratif kependudukan seperti pembuatan akta kelahiran, akta kematian, KIA, KK, Pindah Datang, KTP, dan dokumen lainnya yang selesai dalam satu hari.
Pelayanan ini menitikberatkan sistem pelayanan yang terintegrasi, kelengkapan persyaratan dokumen dan teknologi digital. Dengan adanya program ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan menjadi bukti komitmen pemerintah yang responsif dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Kedua, kolaborasi lintas instansi untuk memverifikasi data agar mencegah penyalahgunaan informasi dan memastikan keakuratan data. Seperti kerjasama dengan pengadilan negeri dalam kasus penceraian untuk perubahan status kependudukan secara real-time dan rumah sakit dalam pencatatan akta kelahiran.
Namun masih terdapat beberapa rumah sakit yang mengenakan biaya pembuatan akta kelahiran meskipun layanan ini seharusnya gratis dari Dukcapil. Selain itu terdapat kerjasama dengan Babinsa dan TNI untuk mendukung program pelayanan dokumen. Data yang sesuai berperan penting dalam kelancaran pemberian tunjangan dan hak administratif.
Ketiga, strategi aktivasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) dengan pendekatan persuasif, bukan memaksa. Masyarakat diberikan dukasi mengenai manfaat dan keamanan sistem digital agar penerapan teknologi berlangsung secara berkelanjutan.
Terdapat layanan jemput bola IKD yang meliputi instalasi aplikasi, input data, verifikasi wajah, pemindaian barcode hingga aktivasi IKD. Selanjutnya untuk mengatasi keterbatasan anggaran, Dukcapil memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari sektor swasta.
Kerja sama ini menunjukkan kemampuan Dukcapil dalam membangun komunikasi yang baik, beradaptasi dengan kondisi, serta mendukung keberhasilan program digitalisasi.
D. Upaya Pendekatan Sosial
Dalam proses transformasi digital layanan kependudukan, salah satu tantangan terbesar Disdukcapil bukan hanya pada teknologi melainkan pada budaya pelayanan itu sendiri yakni bagaimana pemerintah dan masyarakat membangun pemahaman baru terhadap cara mengakses, mengelola, dan memanfaatkan data kependudukan.
Dalam konteks ini, sosialisasi dan edukasi publik menjadi pilar fundamental yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan dukungan finansial yang berkelanjutan kepada masyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta telah menunjukkan peningkatan anggaran sebesar 1% setiap tahun dalam rentang 2025 hingga 2029.
Kenaikan ini sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah dalam membangun infrastruktur, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, serta menjamin pemeliharaan dan pengembangan sistem layanan kependudukan.
Pendekatan sosial yang humanis, inklusif, dan kolaboratif menjadi kunci dalam menjembatani kesenjangan antara kebutuhan sistem dengan kondisi nyata masyarakat. Hal itu sudah ditunjukkan melalui kolaborasi dengan lembaga lintas sektor dan aparat kewilayahan yang tidak hanya mempercepat proses administrasi, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan masyarakat, terutama di kalangan warga yang sebelumnya ragu atau enggan berurusan dengan instansi pemerintah.
Disdukcapil juga menekankan pentingnya pelayanan publik yang berlandaskan pada rasa kemanusiaan. Petugas pelayanan diimbau untuk tetap memberikan solusi dan bersikap sabar saat menghadapi masyarakat yang kebingungan, kurang memahami prosedur, atau merasa terhambat dalam proses pelayanan. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pelayanan publik bukan sekadar kewajiban birokratis, tetapi merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kesimpulan
Transformasi layanan administrasi kependudukan melalui penerapan Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kota Yogyakarta merupakan langkah strategis dalam menghadirkan tata kelola pemerintahan yang lebih responsif, efisien, dan berbasis digital. Kenaikan angka aktivasi IKD dari 4% menjadi 7% pada tahun 2024, meskipun masih berada pada fase awal, merefleksikan arah kebijakan yang konsisten serta upaya institusional yang progresif dalam mendorong reformasi pelayanan publik.
Inovasi kebijakan seperti integrasi IKD dalam akses layanan adminduk, digitalisasi dokumen, serta penguatan sinergi lintas lembaga menunjukkan adanya kerangka implementasi yang inklusif dan adaptif. Namun demikian, keberhasilan IKD tidak semata-mata ditentukan oleh kesiapan sistem dan infrastruktur, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya digital masyarakat. Tantangan berupa kesenjangan literasi digital, keterbatasan perangkat teknologi, serta kekhawatiran atas privasi data menjadi hambatan struktural yang memerlukan penanganan komprehensif dan berkelanjutan.
Melalui strategi inovatif seperti layanan Si JODIE, pendekatan jemput bola, serta kolaborasi dengan berbagai aktor non-pemerintah, Dinas Dukcapil Kota Yogyakarta menunjukkan kapasitas kelembagaan yang adaptif terhadap dinamika lokal. Keberhasilan implementasi IKD tidak hanya dipandang sebagai kewajiban birokrasi, tetapi sebagai wujud kehadiran negara yang solutif dan empatik terhadap kebutuhan warga. Dengan demikian, implementasi IKD di Kota Yogyakarta bukan hanya mencerminkan transformasi administratif, tetapi juga menjadi indikator penting dari peningkatan kualitas pelayanan publik di era digital yang menuntut keterbukaan, kepercayaan, dan partisipasi aktif masyarakat.
Penulis :
1. Firosa Aniqotul Wahdah
2. Nur Laela Itsnaini
3. Artika Kusumaningrum
4. Kosyi Qiamulael
5. Ilma Tahara
Mahasiswa Pembangunan Ekonomi Kewilayahan Universitas Gadjah Mada
1. Dwi Retno Arum F.
Mahasiswa Sosiologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News