Apa kalian tahu kasus seperti ini disebabkan oleh apa? Lalu, bagaimana kebijakan hukum menanganinya? Apa pernyataan dan penjelasan dari psikolog forensik terkait pelaku yang mengalami BWS? Mari kita bahas dalam artikel ini.
Kasus ini menjadi perbincangan hangat di tahun 2021, karena sang pelaku diduga sudah lama memendam rasa sakit akibat menerima kekerasan secara terus menerus oleh sang suami (KDRT) sehingga dirinya ingin membalas tindakan tersebut dan terjadilah pembakaran, dan hal ini dikatakan bahwa pelaku mengalami BWS (Battered Woman Syndrome)
Apa Itu Battered Woman Syndrome?
Kalian tahu gak sih mengenai battered woman syndrome (BWS)? istilah yang terdengar sangat baru dan asing di telinga kita, memang BWS ini cukup berbeda dengan sindrom yang lain dan berkaitan juga loh dengan pascatraumatic stress disorder (PTSD) karena dalam DSM-III-R dikatakan bahwa BWS ini menjadi sub kategori dari PTSD.
Pada tahun 1970-an dikatakan bahwa pengaruh psikologis terhadap kesejahteraan perempuan dari berbagai bentuk kekerasan laki-laki terhadap perempuan mulai muncul dan menjadi kasus yang selalu dibahas (Walker, 2006). Saat ini, banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menjadi faktor penyebab berkembangnya BWS pada wanita, dengan melakukan penyerangan balik untuk membela diri sebagai alasan melakukan tindakan tersebut.
Mengapa seorang dengan BWS melakukan pembunuhan? Hal ini dikarenakan bahwa individu dengan BWS ini lebih sensitif terhadap bahaya dibandingkan individu normal lainnya.
Baca Juga: Kasus Begal Payudara Makin Marak, Ini Pandangan dari Psikologi Forensik
Lalu, apa sih BWS itu sendiri?
Jadi, BWS atau sindrom wanita babak belur adalah kondisi psikologis sebagai reaksi individu yang mengalami kekerasan secara terus menerus oleh pasangannya. Gejala apa saja yang muncul?
Berdasarkan sumber yang dilansir dari situs kesehatan allhealt.pro tanda-tanda bahwa seseorang berada dalam hubungan yang kasar, yaitu :
- Percaya bahwa pelaku kekerasan dapat mengetahui setiap gerak-geriknya dan memiliki performa yang kuat (mendominasi)
- Menyembunyikan kekerasan yang didapatkan dari teman dan keluarga, dengan berbohong tentang memar atau luka yang diperoleh
- Tampak cemas, rasa takut yang intens dan menarik diri dari teman ataupun keluarga
- Percaya bahwa dirinya memang pantas untuk mendapatkan kekerasan/pelecehan
Serta dalam penelitian Walker (2006) dikatakann bahwa seseorang mengalami BWS jika :
- Mengalami kembali pemukulan seolah-olah terjadi lagi padahal sebenarnya tidak
- Berusaha menghindari dampak psikologis pemukulan dengan menghindari aktivitas, orang, dan emosi,
- Gairah berlebihan atau kewaspadaan berlebihan
- Hubungan antarpribadi yang terganggu
- Distorsi citra tubuh atau masalah somatik lainnya
- Masalah seksualitas dan keintiman
Baca Juga: Peran Psikolog Forensik dalam Kasus Pelecehan Seksual
Peran Psikolog Forensik
Jika dilaporkan bahwa seorang wanita yang melaporkan mendapatkan pelecehan dan pemukulan, namun didakwa dengan kasus pembunuhan.
Maka, psikolog forensik perlu melakukan pemeriksaan psikologis menyeluruh yang mana tugasnya menurut Fulero & Wrightsman (2009), sebagai berikut :
-Mengeksplorasi perjalanan “relationship”
-Awal mula pelecehan oleh pasangan
-Upaya yang dilakukan untuk meninggalkan hubungan
-Perasaan wanita tentang suaminya yang telah dibunuh
Psikolog forensik perlu mencari verifikasi melalui self report dengan catatan medis dan wawancara. Selain itu, psikolog forensik dapat pula membantu korban menjadi saksi ahli dalam pengadilan. Saksi ahli disini bertujuan untuk mencari fakta dengan perspektif lain untuk menafsirkan dan menjelaskan atas tindakan pelaku melakukan pembunuhan.
Bagaimana Hukum Memandang Battered Woman Syndrome?
Menurut Fulero & Wrightsman (2009) dikatakan bahwa lebih dari 10% pembunuhan di Amerika Serikat dilakukan oleh wanita, dan sebagian besar wanita ini telah membunuh pasangan yang telah melakukan tindak kekerasan kepadanya. Atas tindakan tersebut sebagian besar wanita di penjara karena didakwa kasus pembunuhan dengan status wanita tersebut sebagai korban.
Dalam pengadilan, seorang psikolog forensik menjadi saksi ahli menjelaskan apa yang dialami oleh wanita tersebut, penyebab mengapa wanita tersebut melakukan tindak pembunuhan. Sehingga, juri memberikan keputusan untuk membebaskan sebagian kecil dari perempuan yang dianiaya berdasarkan alasan tidak bersalah atas aksi kegilaan tersebut.
Baca Juga: Waspada Sexual Harassment di Lingkungan Sekitar
Faktanya, banyak pendukung wanita yang mengalami kekerasan merasa sangat direndahkan jika wanita dinyatakan gila saat bertindak untuk menyelamatkan hidupnya sendiri. Terkadang beberapa pihak mengatakan pelaku ‘bukan ibu yang baik” atau “tidak memiliki rasa kemanusiaan” namun beberapa pihak yang lain pun mengatakan alasan mengapa banyak keputusan pengadilan yang mengakui kesaksian ahli yaitu karena kesaksian ahli tersebut didasarkan pada masalah dan fakta penting pada individu dalam kasus tersebut yang “di luar pengetahuan” dari rata-rata orang awam atau anggota juri.
Ewing (Fulero & Wrightsman, 2009) bahwa dirinya memiliki konsep baru yaitu “pertahanan diri psikologis” yang mana dijelaskan bahwa wanita sindrom babak belur yang membunuh pemukul mereka sebagai cara melindungi diri dari kehancuran secara psikologis. Selain itu, ia menyatakan dalam keadaan tertentu hukum harus mengakui self defense psikologis sebagai pembenaran dari tindakan BWS yang diperlukan untuk melindungi dirinya dari bahaya atau kematian di masa nanti.
Referensi:
[1] Allhealth.com (2017, 5 Juli). Belur Syndrome Wanita: Apa dan Bagaimana Mendapatkan Bantuan. Diakses pada 4 Juni 2021. https://allhealth.pro/id/kesehatan/battered-woman-syndrome/>
[2] Fulero, S. M. & Wrightsman, L. S. (2009). Forensic Psychology: Third Edition. US: Wadsworth.
[3] Kompas.com. (2021, 6 Februari). Jadi Korban KDRT Alasan Istri Bakar Suami di Ciputat. Diakses pada 4 Juni 2021. <https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2021/02/06/17264101/jadi-korban-kdrt-alasan-istri-bakar-suami-di-ciputat>
[4] Tribunnews.com (2021, 6 Februari). Kronologi dan Motif Istri Bakar Suami di Tangerang Selatan Berawal dari Cekcok. Diakses pada 4 Juni 2021. <https://www.tribunnews.com/metropolitan/2021/02/06/kronologi-dan-motif-istri-bakar-suami-di-tangerang-selatan-berawal-dari-cekcok>
[5] Walker, L. E. A. (2006). Battered woman syndrome: Empirical findings. Annals of the New York Academy of Sciences, 1087, 142–157. https://doi.org/10.1196/annals.1385.023
Dinda Rovia’tun Nisa
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
Editor: Diana Pratiwi