15 Sifat Kartini yang Wajib Milenial Tiru: Perspektif Buku Panggil Aku Kartini Saja dari Pramoedya Ananta Toer

Buku Panggil Aku Kartini Saja
Dokumen Pribadi.

Dalam rangka memperingati Hari Kartini yang diadakan setiap hari ulang tahunnya di 21 April, perlu banget nih kita coba cari tahu agar kenal, sayang, cinta, dan meniru sifat-sifat keren perempuan hebat punya Indonesia yang satu ini. Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879 atau 28 Rabiulakhir 1808 dari ayah seorang Bupati Jepara bernama R.M.A Sosroningrat dan ibu seorang buruh pabrik gula bernama Ngasirah.

Pada tulisan ini, penulis tidak ingin terlalu fokus pada biografi tentang Kartini karena hendak baiknya kalian baca langsung sajalah dalam buku karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Panggil Aku Kartini Saja, tapi penulis telah merangkum semua sifat Kartini yang tertera dalam buku tersebut yang sangat relate untuk diterapkan oleh para milenial modern masa kini yang bisa ditiru semua orang. Apa aja itu? Let’s check out!

1. Pencinta Seni

Tak lengkap hidup ini tanpa menikmati keindahan di dalamnya, dan cara mempresentasikan keindahan itu hanyalah dengan seni. Seni itu beragam: tari, musik, sastra, teater, ukir, pahat, lukis, foto, banyak hal, dan Kartini adalah penggila seni kelas berat.

Bacaan Lainnya
DONASI

Karena menurut ukuran Eropa, bagaimanapun tinggi studi dan lektur seseorang, tanpa sastra atau seni, orang itu masih dianggap belum beradab, sekalipun tidaklah beradab (hal.175).

Pak Pram selaku penulis buku ini mengatakan, “Mengarang. Profesi itulah satu-satunya menjadi kekuatan minimal yang dipunyai Kartini. Sastra menjadi kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan sebagaimana halnya dengan Kartini.”

Kartini dan kedua saudaranya sangat berbakat di bidang seni, Kartini, Kardinah, dan Roekmini. Kardinah dan Roekmini sangat pandai menggambar, melukis, dan membatik, sedang Kartini sendiri sangat berbakat menulis. Menulis adalah harga dirinya dan satu-satunya cara ia berani dan terbuka berhubungan dengan dunia luar.

Kartini pernah menulis surat, “Aku yang tiada mempelajari sesuatupun, tak tahu sesuatupun, berani-beraninya hendak ceburkan diri ke gelanggang sastra! Tapi bagaimanapun, biar kau tertawakan aku, dan aku tahu kau tak berbuat begitu, gagasan ini tak akan kulepas dari genggamanku. Memang ini pekerjaan rumit; tapi barangsiapa tidak berani, dia tidak akan menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dilakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”

Kalian harus baca puisi-puisi Kartini, mengagumkan seperti pemikiran manusia yang hidup di peradaban 21. “Pikiran adalah puisi, pelaksanaannya seni! Tapi mana bisa ada seni tanpa puisi? Segala yang baik, yang luhur, yang keramat, pendeknya segala yang indah di dalam hidup ini, adalah puisi.”

Kartini, seni, dan tanah kelahirannya Jepara, adalah segitiga yang sempurna. Seni ukir Jepara yang terkenal, Kartini-lah yang memperkenalkannya pada pameran yang ia usahakan agar tampil di depan Ratu Belanda di Negeri Kincir Angin itu, Ia mengangkat perekonomian rakyatnya yang miskin tapi penuh tangan kreatif sampai ke anak-cicit zaman sekarang.

Sebagai manusia modern, kita bisa menjadikan seni untuk keluar dari ketidaksehatan mental, seni juga bisa menjadi ruang untuk kita mengekspresikan diri jika merasa tidak punya tempat bercerita.

Baca Juga: Kartini dan Masa Depan Perempuan Indonesia

2. Tidak Konservatif

Semua yang mengubah Kartini adalah sifatnya yang tidak kolot dan tertarik pada hal-hal baru. Ia mau belajar tentang Belanda dan tidak terkukung oleh adat budaya Jawa karena di zaman itu perempuan sangat jarang berfikir tentang perubahan. Sebagai milenial masa kini, sifat seperti ini membawamu untuk tidak ketinggalan zaman.

3. Demokratif dalam Sehari-hari

Saat bersama saudara-saudarinya, Kartini selalu menerapkan musyawarah dan diskusi sekalipun dia paling tua. Kartini juga adalah seorang pemberontak dan pelawan, ia selalu menyampaikan hal yang ia tidak sukai kepada saudaranya, ia kritis untuk kebenaran yang dianutnya. Sifat ini wajib juga kita punya dalam keseharian kita, agar kita tidak ditindas oleh perasaan tidak enakan pada orang lain.

4. Observatif

Kartini suka memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ia peka terhadap kesusahan dan apa yang kurang dari rakyatnya, bahkan apa yang ia tidak suka dari Belanda itu sendiri. Sifatnya ini melahirkan pemikiran kritis yang ia tuang dalam karya-karyanya. Karakter observatif bisa banget dipakai untuk kita yang baru terjun ke lingkungan baru, kita bisa mengamati bagaimana orang-orang bersikap untuk menentukan bagaimana kita juga menyikapi mereka.

5. Mencintai Ilmu dan Terpelajar

Kartini sangat senang membaca buku, kesehariannya ketika masa pingitan hanya membaca buku. Ia mempunyai semangat modernitas. Pram memandang Kartini, “Ia lebih daripada hanya membaca, ia mempelajari, dan dalam hal ini ia tahu berpihak. Ia tidak pernah seorang yang blanko atau kosong dalam menghadapi sesuatu persoalan. Setiap hal baginya bukan menjadi masalah intelektual semata, tetapi tetap dalam hubungan moral dan patriotisme.”

Kita juga wajib banget mencintai ilmu karena dengan ini kita bisa berkembang dan tidak tertinggal zaman, dan cara mendapat ilmu ialah dengan membaca. Membaca memang jendela ilmu, mau tidak mau suka tidak suka, kita harus hobi membaca.

Baca Juga: Resensi Buku: Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer

6. Bangga pada Budaya dan Karya Lokal

Dalam tulisan-tulisannya, Ia selalu membanggakan seni rakyatnya seperti cerita-cerita wayang, bahasa dan puisi-puisi Jawa, budaya dan mistis Jawa, seni ukir Jepara, batik, musik, banyak hal.

Kecintaan pada seni rakyat berarti juga kecintaan pada watak-watak dan sifat-sifat rakyat yang melahirkannya (hal.102).

Kartini juga menuliskan dalam suratnya, ”Hore! Demi seni dan kerajinan tangan pribumi! Dengan para artis itu menghadapi hari depan yang indah! Tak dapat aku mengatakan kepadamu, betapa girang, bersyukur, dan berbahagia aku tentang ini, suka sekali kami mengagumi rakyat kami, membanggakannya. Rakyat kami yang begitu sedikit dikenal dan begitu banyak tidak diakui!…”

Kita bisa mulai dengan membeli produk-produk lokal, banyak juga kok produk lokal yang bagus dan berkualitas, tentunya ini akan memajukan UMKM Indonesia.

7. Multitalenta

Kartini bisa mengarang, melukis, membatik, menulis, memasak, dan banyak hal yang mungkin kita saja tidak bisa semuanya. Maksudnya, sebagai putri bupati yang saat itu bisa enak engkang-engkong kaki menunggu lamaran lelaki dan hidup enak sahaja tapi ia malah repot mengembangkan banyak skill.

Kartini memberi klarifikasi, “Aku mengarang, melukis, dan melakukan semuanya, karena ayah suka akan hal itu.” Di sisi lain, “… memainkan pena selalu menarik hatiku, dan aku ingin sekali percaya bahwa aku mempunyai bakat untuk itu.”

Maka sebagai milenial, tentu kita tidak boleh kalah. Apalagi sekarang sudah tidak ada larangan berekspresi seperti Kartini dulu dan banyak sekali wadah untuk kamu belajar skill tertentu. Menjadi multitalenta juga akan mengangkat derajatmu, memudahkan pekerjaan dan pendidikanmu.

8. Tidak Malu dengan Kulit Coklatnya

Zaman sekarang, banyak remaja mengejar kulit putih demi standar kecantikan. Tapi Kartini bangga dengan apa yang ia punya, apalagi di zaman itu berkulit coklat alias pribumi dipandang rendah oleh londo. Tampak saat pertama kali Kartini masuk sekolah, Ia melihat diskriminasi. Anak-anak dibariskan menurut warna kulitnya, putih, setengah putih, coklat, juga kedudukan orang tua dalam susunan kepegawaian dan susunan sosial.

Namun Kartini dengan berani membuktikan bahwa si kulit coklat pun-bila mendapat kesempatan-mampu menguasai peralatan Barat (ilmu dan pengetahuan) lebih baik daripada orang Barat sendiri (hal.112).

So guys, udah ga zaman sekarang ini minder pada warna kulit, udah ketinggalan zaman banget malah, karena di zaman Kartini saja mereka sudah tidak malu bersaing dengan Belanda-Belanda itu, masa kita masih terkukung dengan warna kulit sendiri yang udah dari dasarnya memang coklat seperti itu tidak bisa diubah. Ubahlah saja yang lain, mindset-mu misalnya.

Baca Juga: Kampanye Perempuan Melalui Sastra

9. Ambis Pendidikan

Perihal ini, Kartini sepertinya kalah. Di masa itu, ia dikalahkan oleh aturan adat yang melarang gender perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Meski begitu Ia sempat berontak. Sampai akhirnya ayahnya mengizinkan bersekolah di Belanda, tapi sayang izin dan beasiswa dari Belanda datang terlambat karena Ia sudah dipinang orang.

Oleh karena itu, selagi kita punya kesempatan, pendidikan harus diusahakan. Tidak punya uang? Belajar dan cari beasiswa. Terlalu tua? Sekolah tidak melihat umur. Tidak diizinkan? Belajar tidak harus di sekolah. Lakukan segala cara untuk selalu mendapat pembelajaran.

10. Menolak Patriarki di Dalam Rumah

Ia tidak menyukai aturan tidak tertulis bahwa yang muda harus mengalah pada yang tua sekalipun benar, Ia benar-benar si pemberontak itu, berkoar nyaring untuk apa yang ia yakini bahkan sejak dari dalam rumahnya sendiri.

Kartini menulis surat, “Bukan terhadap kaum pria kami melancarkan peperangan, tetapi terhadap anggapan kuno, adat, yang tidak lagi mendatangkan kebajikan bagi Jawa kami di kemudian hari, dan juga dengan beberapa orang lain kami akan bersama-sama jadi para pelopornya.”

Siapapun gendermu, lelaki atau perempuan, patriarki di dalam rumah sudah tidak berlaku lagi di zaman sekarang, itu hanya ada di zaman Kartini saja. Tanamkan itu lewat aksi mulailah dari dalam rumah sendiri.

11. Mencintai Kebebasan

Selama masa pingitan, kebebasan adalah idamannya yang mengalahkan kecintaannya pada laki-laki. Kebebasan yang hilang dari dirinya ia lampiaskan pada belajar banyak hal, oleh karenanya Ia sangat senang pada siapapun yang Ia lihat memiliki kebebasan. Sejak berada dalam masa pingitan sampai ia dipinang lelaki, keluar rumah sangat sulit jika tidak diizinkan sang ayahanda atau abangda.

Maka sebagai milenial yang bebas, mungkin Kartini sangat iri padamu, maka cintailah dirimu yang penuh kebebasan itu.

12. Sang Pemimpi

“Betapa inginku waktu itu kau berada di tengah-tengah lingkungan kami, kau akan seperasaan dengan kami, sama-sama menikmati, sama-sama mengimpi. Mengimpi! Tapi hidup bukanlah impian, tapi kenyataan-kenyataan yang dingin dan telanjang, tetapi kenyataan itu pun tak perlu buruk kalau orang tidak menghendakinya; dia tidak buruk, dia adalah indah, selalu indah selama ada keindahan di dalam batin kita.”

Jika Kartini bukanlah pemimpi, tak ada karya-karya seperti Habis Gelap Terbitlah Terang yang melegenda itu. Bermimpi itu di saat bangun, bukan di saat tidur. Mimpi itu untuk para pemberani, maka wujudkan itu.

Baca Juga: Kita dan Kefakiran Idealisme

13. Senang Berelasi

Kartini senang berkontak dan berelasi dengan tokoh-tokoh hebat untuk diajak berdiskusi. Ia terbiasa bersurat-suratan dengan orang-orang Belanda dan tokoh hebat seluruh nusantara. Apalagi di zaman sekarang, kita bisa berkontak dengan semua orang selama kita mau dan berani. Teruslah berelasi dengan siapapun yang kamu anggap hebat agar mereka bisa menjadi teman berfikir.

14. Melek tentang Pers

Pers adalah sumber peradaban, dan Kartini sangat tahu itu. Kartini menaruh banyak harapan pada pers. Hendaknya kamu sebagai milenial juga menaruh perhatian pada pers, karena pemberitaan adalah dunia informasi paling cepat dan akurat. Jadilah orang yang cerdas tapi bukan sembarang nyeletup tong kosong nyaring bunyinya agar kamu tidak mudah dibodohi.

15. Tak Malu pada Kegagalan

Kartini sering menemui kegagalan dan ia sering menangis. Tapi Ia tak malu mengakui itu, karena baginya itu memperindah hidup. Jangan berhenti dan menyerah karena menemui kegagalan sekali, menangis itu wajar tapi terhempas karenanya dan tak mau bangkit itu hal yang tak wajar. Kau hanya akan diejek Kartini sebagai manusia modern.

Itulah tadi 15 sifat yang bisa kita tiru dari Kartini. Selamat Hari Kartini! Semoga ini bukan sebatas perayaan setahun sekali saja yang tidak bermakna, tapi juga kenal siapa Ia dan menerapkan sifat-sifat baiknya sebagai manusia modern yang hidup di zaman lampau.

Penulis: Ika Ayuni Lestari

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI