Minangkabau dikenal sebagai salah satu kelompok etnis yang kaya akan budaya dan tradisi yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya.
Berbagai tradisi tersebut mencerminkan pola perilaku yang berakar pada sistem kekerabatan matrilineal, yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau.
Tradisi-tradisi ini sekaligus menjadi cerminan dinamika sosial dan perubahan yang terjadi dalam komunitas mereka.
Di antara bentuk kebudayaan yang menonjol adalah sastra lisan, yakni seni berbahasa yang disajikan secara performatif oleh seorang seniman dan dinikmati oleh masyarakat sebagai audiens.
Pertunjukan Bagurau adalah salah satu bentuk sastra lisan Minangkabau yang sangat populer, terutama di Luhak Nan Tigo (Kabupaten Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota) di Sumatera Barat.
Meskipun dulunya lebih bersifat keseharian, kini Bagurau sering disajikan dalam bentuk pertunjukan formal maupun santai.
Baca Juga: Kebudayaan Minangkabau sebagai Warisan Lisan di Minangkabau
Bagurau memiliki karakteristik khas yang membedakannya dari bentuk kesenian lainnya.
Salah satu ciri menonjolnya adalah penggunaan pantun yang dilagukan serta penyampaian pesan dalam bentuk resitasi berirama.
Meskipun terdapat unsur musik dalam penyajiannya, musik tersebut hanya berfungsi sebagai pengiring, sedangkan perhatian utama penonton tertuju pada permainan bahasa dan isi teks.
Dalam pertunjukan Bagurau, pantun-pantun yang dibawakan biasanya mengangkat beragam tema, seperti cinta, kehidupan sehari-hari, hingga sindiran terhadap fenomena sosial.
Gaya penyampaian yang humoris membuatnya menarik, namun tetap sarat akan pesan moral.
Penampil sering kali memanfaatkan kecerdasan dalam memilih diksi dan menciptakan rima, sehingga membuat pertunjukan menjadi lebih hidup dan mudah dikenang oleh pendengar.
Baca Juga: Salawat Dulang: Harmoni Tradisi Minangkabau Menggema di Panggung Internasional
Bagurau relatif terhadap pantun-pantun yang bersifat metaforis yang didendangkan oleh tukang dendang.
Pertunjukan seni tradisional Minangkabau ini menggabungkan musik saluang (suling bambu) dengan dendang (nyanyian) dalam sauna interaksi sosial.
Pertunjukan ini melibatkan kelompok pagurau (penonton yang berpartisipasi) dan anak dendang (penyanyi) untuk berinteraksi melalui pantun-pantun yang didendangkan.
Penonton tidak hanya menjadi pendengar pasif, tetapi juga diundang untuk berpartisipasi.
Mereka dapat memberikan respon, bertepuk tangan, atau bahkan menyanyikan pantun bersama.
Hal ini menciptakan suasana yang hidup dan penuh semangat, di mana setiap orang merasa terlibat dalam pengalaman tersebut.
Baca Juga: Tambo: Sebuah Warisan Kesusastraan Tulis Minangkabau
Pertunjukan Bagurau biasanya menampilkan berbagai jenis teks, termasuk pantun dan ungkapan dalam bahasa sehari-hari, yang dipentaskan pada malam hari.
Acara ini umumnya dimulai sekitar pukul 20.00 WIB setelah pelaksanaan salat Isya dan berlangsung hingga mendekati waktu salat Subuh, sekitar pukul 04.00 WIB.
Tetapi sebagai mahasiswi yang datang ke Institut Seni Indonesia Padang Panjang kemarin bisa melihat langsung pertunjukan seni bagurau ini pada jam 11.00 WIB pada siang hari.
Dalam pertunjukan Bagurau Janang terlihat tertidur, itu karena kita bukan khalayak, melainkan penonton.
Mengapa? Karena khalayak adalah orang-orang yang mengerti pesan-pesan yang di yang disampaikan oleh tukang dendang tersebut.
Sedangkan, penonton adalah orang-orang yang menyaksikan langsung suatu pertunjukan tanpa tau arti dari pesan-pesan dari tukang dendang.
Baca Juga: Paradoks Matrilineal di Minangkabau
Sastra lisan Bagurau ini disajikan oleh tiga orang, yaitu tukang oyak, tukang saluang, dan tukang dendang. Penyaji yang pertama yaitu:
Tukang Oyak
Tukang oyak merupakan seorang pria yang secara khusus ditunjuk, biasanya mereka yang telah berpengalaman, untuk memimpin serta mengatur jalannya pertunjukan bagurau.
Ia berasal dari kelompok pagurau yang menyelenggarakan acara tersebut.
Perannya dijalankan dengan cara membacakan pesan serta permintaan yang disampaikan oleh para pagurau kepada para penampil.
Tukang Saluang
Tukang saluang adalah pria yang memiliki peran khusus dalam memainkan alat musik saluang.
Peran ini tidak dapat digantikan oleh penampil lainnya karena membutuhkan keahlian khusus dalam meniup saluang.
Demikian pula, para penampil lain tidak memiliki kemampuan yang setara untuk menjalankan tugas ini.
Baca Juga: Pergeseran Peran Mamak dalam Masyarakat Minangkabau Saat Ini
Tukang Dendang
Dalam tradisi Minangkabau, tukang dendang, sering disebut juga anak dendang adalah penampil yang bertugas menyanyikan lagu sebagai respons terhadap permintaan dari pagurau.
Ia dapat tampil secara solo atau bergantian dengan tukang dendang lainnya, sesuai dengan urutan pantun dalam lagu-lagu klasik Minangkabau yang diminta.
Selama pertunjukan Bagurau, nyanyian dari tukang dendang biasanya diiringi dengan alat musik tradisional seperti rabab dan gandang, yang semakin memperkaya nuansa musikal pertunjukan.
Suasana pertunjukan Bagurau ini disajikan secara santai, yang berarti pertunjukan ini bersifat tidak resmi, sebab dalam pertunjukan bagurau yang ditampilkan bertujuan untuk mempererat silaturahmi antar sesama orang Minang, baik yang berada di daerah maupun yang merantau.
Pertunjukan diadakan untuk memberikan hiburan. Dalam bercanda semua orang bersuka cita karena suasana yang santai atau tidak formal.
Penampilan Bagurau ini tidak ditayangkan di lokasi-lokasi yang berhubungan dengan agama dan tidak berkaitan dengan agama.
Baca Juga: Tradisi Malam Bainai: Keindahan Ritual Sebelum Pernikahan di Minangkabau
Pertunjukan Bagurau hanya berlangsung selama beberapa jam sebagai pelipur lara dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dalam musik tradisional.
Itu sebabnya sebagian besar penikmat seni pertunjukan bagurau adalah pria.
Pertunjukan dari Bagurau biasanya disajikan di berbagai lokasi terbuka.
Lokasi pertunjukan Bagurau meliputi: lapangan terbuka, aula fakultas kampus, rumah-rumah penduduk dengan ruang terbuka, serta beberapa tempat seni pertunjukan lainnya.
Pertunjukan seni dari Bagurau ini tidak memiliki situasi yang khusus. Pertunjukan dilakukan hanya sekedar untuk dipertontonkan kepada khalayak baik secara langsung maupun melalui media sosial, seperti YouTube, TikTok, Instagram, FaceBook dan media sosial lainnya.
Bagurau adalah bentuk seni ekspresi seni yang unik dari Minangkabau.
Ia bukan hanya hiburan tetapi juga cermin budaya, sarana pendidikan, dan kritik sosial yang di bungkus dalam pantun-pantun penuh warna dan ceria.
Sudah seharusnya kita menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar tetap hidup dan relevan di tengah masyarakat masa kini.
Penulis: Kheiva Aurelia Adnani
Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Universitas Andalas
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News