Dilema di Era Digital: Menganalisis Dampak Bermain Game terhadap Minat Belajar Mahasiswa

Dilema di Era Digital: Menganalisis Dampak Bermain Game terhadap Minat Belajar Mahasiswa
Sumber: freepik.com

Abstrak

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi digital, gaya hidup generasi muda sekarang tidak dapat dipisahkan dari yang namanya game online, khususnya mahasiswa.

Meskipun menawarkan hiburan dan sarana interaksi sosial, kebiasaan bermain game yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap minat belajar dan produktivitas akademik.

Artikel ini mengupas bagaimana eskapisme digital melalui game, terutama genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) yang sangat populer, dapat menggeser prioritas, mengganggu manajemen waktu, dan pada akhirnya menurunkan minat belajar mahasiswa.

Lebih jauh lagi, artikel ini menyoroti hilangnya potensi kontribusi inovatif dari mahasiswa bagi kemajuan bangsa sebagai akibat dari kecanduan game yang meluas.

Bacaan Lainnya

Pendahuluan

Era digital telah membawa perubahan fundamental dalam setiap aspek kehidupan, termasuk cara mahasiswa belajar, bersosialisasi, dan mencari hiburan.

Game online, dengan daya tarik visual dan interaktivitasnya yang tinggi, telah berevolusi dari sekadar pengisi waktu luang menjadi sebuah fenomena budaya yang masif.

Baca Juga: Apakah Mengoptimalkan Game Mobile itu Penting?

Bagi banyak mahasiswa, bermain game adalah sarana efektif untuk melepas penat dari tuntutan akademis yang padat.

Namun, di balik manfaatnya sebagai hiburan, tersembunyi sebuah risiko yang sering kali diabaikan: potensi erosi minat belajar secara perlahan tapi pasti.

Ketika aktivitas bermain game melampaui batas wajar dan tidak diimbangi dengan kegiatan positif lainnya, ia berubah menjadi kebiasaan yang kontraproduktif.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis dampak dari kebiasaan tersebut, dengan mengambil studi kasus pada popularitas game MOBA seperti Mobile Legends di kalangan mahasiswa Indonesia, dan bagaimana hal ini berakibat pada penurunan fokus akademik serta potensi inovasi mereka.

Daya Tarik Psikologis dan Eskapisme Digital

Untuk memahami mengapa game bisa begitu adiktif, kita perlu melihat pada desain psikologis di baliknya.

Game seperti Mobile Legends dirancang untuk memberikan gratifikasi instan (imbalan yang cepat).

Baca Juga: Pengaruh Penggunaan Gawai terhadap Penurunan Minat Baca Anak di Usia Dini

Kemenangan dalam satu pertandingan, kenaikan peringkat, atau pujian dari rekan satu tim melepaskan dopamin di otak, menciptakan perasaan senang dan puas.

Sistem imbalan variabel ini terbukti sangat efektif dalam mempertahankan keterlibatan pemain (Kardaras, 2016).

Umpan balik yang cepat ini sangat kontras dengan dunia akademik, di mana gratifikasi (misalnya, nilai bagus atau kelulusan) bersifat tertunda dan membutuhkan usaha jangka panjang yang konsisten.

Bagi mahasiswa yang mungkin merasa tertekan oleh tugas, ujian, atau ketidakpastian masa depan, dunia game menawarkan sebuah bentuk eskapisme atau pelarian sementara dari tanggung jawab dunia nyata.

Di dunia virtual, mereka memiliki kontrol, tujuan yang jelas, dan pencapaian yang terukur.

Namun, pelarian yang terus-menerus ini dapat menyebabkan disorientasi prioritas, di mana pencapaian di dunia virtual terasa lebih penting daripada kemajuan di dunia akademik (Hussain & Griffiths, 2009).

Baca Juga: Judi Online: “Antara Hiburan dan Ancaman bagi Masyarakat”

Dampak Nyata pada Minat dan Manajemen Waktu Belajar

Dampak paling nyata dari kebiasaan bermain game yang berlebihan adalah disrupsi alokasi waktu.

Sejumlah penelitian secara konsisten menemukan korelasi negatif antara durasi bermain game dengan prestasi akademik.

Mahasiswa yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game cenderung memiliki jam belajar yang lebih sedikit dan mendapatkan nilai yang lebih rendah (Saputra & Adiputra, 2021).

Dalam satu sesi permainan MOBA bisa berlangsung antara 15 hingga 30 menit. Namun, jarang sekali seorang pemain berhenti setelah satu sesi.

Efek “satu ronde lagi” dapat dengan mudah menyita waktu berjam-jam yang seharusnya dapat digunakan untuk aktivitas yang lebih produktif, seperti membaca materi kuliah, mengerjakan tugas, dan Istirahat yang cukup.

Penurunan minat belajar tidak hanya terjadi karena ketiadaan waktu, tetapi juga karena kelelahan kognitif.

Baca Juga: Apakah Mengoptimalkan Game Mobile itu Penting?

Permainan yang kompetitif menuntut fokus dan pengambilan keputusan yang cepat.

Energi mental yang terkuras untuk bermain game membuat mahasiswa tidak lagi memiliki sumber daya kognitif yang cukup untuk belajar, berdiskusi, atau berpikir kritis.

Akibatnya, kegiatan belajar terasa membosankan dan lebih berat dari yang seharusnya.

Risiko Kecanduan dan Hilangnya Potensi Inovator Bangsa

Ketika kebiasaan ini tidak lagi bisa dikontrol, ia berisiko menjadi kecanduan.

Gaming Disorder (Gangguan Bermain Game) telah diakui secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai salah satu kondisi kesehatan mental dalam klasifikasi penyakit internasional edisi ke-11 (ICD-11).

Gejalanya meliputi ketidakmampuan mengontrol frekuensi bermain, memprioritaskan game di atas aktivitas penting lainnya, serta terus bermain meskipun mengetahui konsekuensi negatifnya (World Health Organization, 2019).

Baca Juga: Adiksi Game Online dan Perilaku Toxic pada Remaja

Di sinilah letak keprihatinan yang lebih besar. Mahasiswa, dalam perspektif sosiologis, adalah aset intelektual dan agen perubahan yang diharapkan dapat melahirkan inovasi untuk menjawab tantangan zaman (Sztompka, 2004).

Masa perkuliahan adalah periode emas untuk mengembangkan potensi diri. Ketika sebagian besar energi dan waktu mahasiswa tersedot ke dalam dunia virtual, kita sebagai bangsa berisiko kehilangan calon-calon inovator, peneliti, dan pemimpin masa depan.

Kesimpulan dan Rekomendasi: Menuju Keseimbangan Digital

Tidak adil untuk menyatakan bahwa semua game berdampak buruk. Kuncinya terletak pada keseimbangan dan manajemen diri.

Kebiasaan bermain game menjadi masalah ketika ia mendominasi hidup seorang mahasiswa dan menggeser tanggung jawab utamanya.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kesadaran dari berbagai pihak bagi mahasiswa diperlukan literasi digital dan kesadaran diri yang tinggi.

Mahasiswa harus mampu menetapkan batasan yang jelas antara waktu bermain dan waktu belajar.

Baca Juga: Bahaya Kecanduan Game Online Untuk Para Remaja

Membuat jadwal harian yang terstruktur, mencari hobi alternatif di dunia nyata (seperti olahraga, seni, atau organisasi kemahasiswaan), dan berani meminta bantuan jika merasa kesulitan mengontrol kebiasaan adalah langkah-langkah krusial.

Bagi Lingkungan Akademik dan Sosial

Institusi pendidikan dan lingkungan pertemanan dapat memainkan peran dalam menciptakan budaya yang lebih seimbang.

Mendorong partisipasi dalam kegiatan non-akademik yang produktif dan membangun lingkungan sosial yang tidak hanya berpusat pada game dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif yang positif.

Pada akhirnya, mahasiswa harus menyadari bahwa masa depan mereka—dan masa depan bangsa—dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan, kerja keras, dan inovasi di dunia nyata, bukan di atas kemenangan sesaat di dunia maya.

Menguasai diri dari godaan eskapisme digital adalah tantangan pertama yang harus dimenangkan sebelum mereka dapat berkontribusi secara nyata bagi kemajuan bangsa dan negara.

 

Penulis:
1. Rajendra Nanda Irianto
2. Riza Nur Fauzi
3. ⁠Alif Rachman Cresandi Putra
Mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dosen Pengampu: Drs. Priyono, M.Si.

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses