Kebijakan di negeri Indonesia apabila ganti Menteri, maka ganti kebijakan. Tujuannya dari pergantian Menteri dan kebijakan adalah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Dengan kata lain bisa juga karena perkembangan kehidupan global, kompetisi dunia dan kelemahan sistem sebelumnya. Dampak yang diakibatkan ini berarah kepada banyak komponen bangsa.
Subyek yang sering terkena dampaknya adalah guru sebagai ujung tombak pendidikan, peserta didik sebagai subyek pembelajaran, sekolah sebagai pengelola satuan pendidikan, orang tua siswa sebagai wali pendidikan, dan lembaga pendidik sebagai tempat bekerja sang guru.
Pergantian kurikulum yang sering menimbulkan kontroversi. Sesuai dengan ilmu kurikulum sebagai konsep, kurikulum harus berganti minimal lima tahun sekali. Pergantian ini harus melalui proses yang sangat ketat, terutama dalam hal evaluasi kurikulum.
Pergantian kurikulum adalah penyempurnaan kurikulum bukan pergantian kurikulum secara keseluruhan. Persiapan implementasinya oleh para guru/ pendidik harus benar–benar siap.
Pertanyaannya, apakah dari kurikulum KBK ke KTSP sudah melakukan evaluasi kurilukum? Apakah kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 melalaui evaluasi juga? Kenapa begitu banyak perubahan nama dan pergantian kurikulum dengan substansi yang sama pada jenis kurikulum tertentu? Pergantian mata pelajaran yang tambal sulam.
Kebijakan dulu di SMK tidak ada prakarya, sekarang harus ada di tingkatan. Dulu mata pelajaran TIK diajarkan secara terjadwal, sekarang harus menjadi perilaku yang melekat pada semua mata pelajaran. Dulu Bahasa Inggris wajib diajarkan di SD kelas atas sekarang justru dilarang.
Dulu PAI adalah mata pelajaran yang penting di sekolah, sekarang Mendikbud menyatakan bahwa mata pelajaran PAI akan dihapuskan. Hal seperti ini akan membuat semua guru dan mata pelajaran tidak memiliki kepastian hukum yang abadi.
Perubahan konsep pendidikan sejak merdeka berbasis isi. Sejak Bambang Soedibjo menjadi Menteri Pendidikan semua dirubah dengan kompetensi. Dulu kebijakan sekolah itu masuk enam hari dengan penyesuaian perkembangan kognitif siswa, sekarang akan dipindahkan kepada sistem lima hari. Dan masih banyak perubahan yang bisa kita lihat sebagai fakta.
Hal ini kita pahami sebagai wahana pebaikan atas sistem pendidikan kita. Pro dan kontra itu adalah hal yang biasa dalam sebuah kebijakan. Namun, akan menjadi hal yang luar biasa apabila perubahan itu bukan kearah yang lebih baik. Misalnya, guru jadi lebih fokus kepada administrasi keguruan dan mengabaikan tugas pokok mengajar.
Dampak pergantian Menteri dan pergantian kebijakan ini sebagai sebuah keburukan bagi negeri kita. Ganti Menteri ganti kebijakan akan membuat masyarakat apatis dan pesimis terhadap sebuah kebijakan.
Pendidikan di zaman sekarang, baik mutu maupun sistem pendidikannya sangat kacau. Kurikulum sering kali berganti–ganti. Peserta didik dibebani dengan pelajaran yang tidak penting, sementara minat dan bakat siswa tidak tergali. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan sekarang jelas banyak mengeksploitasi waktu seorang peserta didik yang membutuhkan istirahat yang cukup. Kenyataannya, sekarang siswa disibukkan dengan pelajaran duniawi. Dan porsi pendidikannya hanya 2 jam saja (90 menit).
Yang paling meresahkan pelajar saat ini banyak sekali, mulai dari pelajar yang berpacaran, gaul bebas, seks bebas, aborsi, narkoba, coret–coret baju setelah lulusan, tawuran dll. Perilaku seperti itu sudah sangat memprihatinkan sekali untuk kondisi pendidikan kita saat ini.
Semestinya hubungan antar orang tua dan sekolah, guru dengan murid, harus tercipta rasa cinta dan rindu, menjadi guru yang dirindukan siswa, antara guru dan siswa saling mencintai ilmu dan menimba serta mengamalkannya, menjadi guru yang menanamkan aqidah islam yang kuat dan membentuk karakter pola sikap dan perilaku islami peserta didik.
Sekolah tidak lepas dari peran guru. Sedang keberhasilan secara tidak langsung dipengaruhi peran serta orang tua selaku wali murid. Keduanya bersama merangkul anak bangsa untuk mencintai ilmu dan mendapati falsafah yang mulia dalam mengejar ilmu.
Tidak semata-mata hanya aspek materi atau kelulusan saja. Harmonisasi siswa, guru, dan orang tua tidak lepas dari aturan pendidikan yang menaunginya, apakah mengarah pada aqidah Islam atau tidak?
Seharusnya, sekolah itu didirikan tidak sekedar mengambil pendidikan duniawi dan melepaskan unsur agama. Ibarat belajar biologi, kaitkan bahwa Allah yang menciptakan kita, sehingga kita akan faham siapakah diri ini dan untuk apa kita di dunia. Serta kelak bagaimana kita harus mempertanggungjawabkan amal ibadah kita.
Penulis: Nizar Sadat
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia