Yogyakarta, 13 November 2024 – Penyakit HIV/ AIDS adalah suatu penyakit dengan angka kematian tertinggi di Indonesia dan menempati urutan pertama dalam penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara (Saleh, 2019).
Di tengah kemajuan dalam perawatan dan pencegahan HIV/AIDS, stigma yang melekat pada pasien HIV masih menjadi tantangan besar di masyarakat. Hal ini tidak hanya memengaruhi kualitas hidup pasien tetapi juga berpotensi menyebabkan pelanggaran etika di bidang keperawatan.
Stigma HIV: Realitas di Masyarakat
Banyak masyarakat masih menganggap positif HIV sebagai aib, yang berujung pada diskriminasi dan pengucilan. Stigma ini sering kali didasarkan pada ketidaktahuan dan mitos yang beredar, seperti keyakinan bahwa HIV hanya disebabkan oleh perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Padahal, HIV bisa dialami oleh siapa saja, tanpa memandang latar belakang, gender, atau status ekonomi.
Penyebaran informasi yang salah ini mengakibatkan pasien HIV enggan untuk mencari perawatan medis karena takut akan penolakan atau stigma negatif. Menurut data lebih dari 50% pasien dengan status HIV merasa terpinggirkan karena status mereka.
Stigma juga memiliki dua pemahaman sudut pandang yang dapat diartikan yaitu stigma yang terjadi di masyarakat dan stigma yang muncul pada diri sendiri (self stigma). Stigma pada masyarakat terjadi ketika masyarakat umum setuju dengan stereotipe buruk seseorang (missal, penyakit mental, pecandu, dan lain-lain) dan self stigma ialah konsekuansi dari orang yang distigmakan dan menerapkan stigma kepada dirinya sendiri.
Stigma juga dapat memberika dampak yang buruk bagi kesehatan ODHA yaitu dapat menimbulkan depresi, kecemasa, rasa sedih, rasa bersalah, dan perasaan tidak berharga. Selain itu, stigma yang buruk dapat menurunkan kualitas hidup, membatasi akses dan penggunaan layanan kesehatan serta mengurangi kepatuhan terhadap antiretroviral (Saleh, 2019).
Pelanggaran Etik Keperawatan
Di sisi lain, pelanggaran etik dalam praktik keperawatan menjadi permasalahan serius yang berkaitan dengan stigma ini. Beberapa pelanggaran yang sering terjadi antara lain:
1. Kurangnya Kerahasiaan
Beberapa tenaga kesehatan mungkin membocorkan informasi pasien yang bersifat pribadi, termasuk status HIV, kepada pihak ketiga tanpa izin. Ini adalah pelanggaran hak privasi yang mendasar.
2. Diskriminasi dalam Perawatan
Pasien HIV sering kali mengalami perlakuan yang berbeda dalam layanan kesehatan. Beberapa perawat mungkin merasa ragu untuk memberikan perawatan yang sama, yang dapat mengarah pada pengabaian atau penolakan layanan.
3. Kurangnya Empati
Di lingkungan perawatan, mengabaikan aspek psikologis pasien HIV dapat menyebabkan stres tambahan. Perawat yang tidak menunjukkan pemahaman dan empati terhadap kondisi pasien dapat memperburuk stigma yang sudah ada.
Baca Juga: Dukungan Keluarga sebagai Faktor Pendukung Perawatan Pasien CKD pada Terapi Peritoneal Dialisis
Kisah Inspiratif ODHA yang Mampu Survive
Di tengah tantangan ini, terdapat banyak kisah inspiratif dari Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mampu bertahan dan bahkan mencapai berbagai pencapaian. Salah satunya adalah kisah seorang aktivis dan penulis asal Indonesia, yang meski terdiagnosis HIV, berhasil mengubah hidupnya dan orang lain.
Dia tidak hanya mendukung pengurangan stigma melalui berbagai kampanye, tetapi juga berbagi pengalamannya melalui buku dan seminar, menjadikan dirinya contoh bahwa hidup dengan HIV bukanlah akhir dari segalanya. Selain itu ada juga seorang pria asal Jakarta yang terdiagnosis HIV positif pada tahun 2010.
Setelah terdiagnosis, ODHA tersebut merasa terpuruk dan stigma yang dihadapinya membuatnya merasakan isolasi yang mendalam. Namun, ia kemudian memutuskan untuk berjuang dan menjadi aktivis HIV.
Dengan mengedukasi masyarakat tentang HIV dan pentingnya perawatan, ODHA tersebut berhasil mengubah pandangan sejumlah orang di sekitarnya dan membantu mendirikan komunitas dukungan bagi ODHA. Kini, ia adalah pembicara di banyak forum, berbagi kisahnya dan memberikan dorongan bagi mereka yang masih merasa tertekan dengan kondisi mereka.
Ada juga kisah lainnya, yaitu L (perempuan), perjuangan yang menginspirasi banyak orang. Didiagnosis positif HIV pada tahun 2010, L menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kelelahan fisik dan mental akibat perawatan yang menyita waktu dan biaya, hingga masalah dalam rumah tangga yang hampir berujung pada perceraian. Namun, pertemuannya dengan suami baru yang memahami dan mendukungnya menjadi titik balik dalam hidupnya.
Dengan mengikuti program kehamilan dan menjalani pengobatan ARV secara teratur, L berhasil melahirkan anak kedua yang sehat. Meskipun mengalami perlakuan diskriminatif di rumah sakit, L berani menyuarakan keluhannya hingga terbentuk perubahan positif di layanan kesehatan.
Kini, dia tidak hanya menikmati kebahagiaan bersama keluarganya, tetapi juga berfungsi sebagai role model dan pendamping bagi perempuan lain yang menghadapi tantangan serupa.
L bertekad untuk terus membantu sesama, meski mengalami perlakuan kurang menyenangkan selama menjadi pendamping sebaya. Pengalamannya sendiri menjadi sumber motivasi bagi banyak orang, dan dia berharap agar akses layanan kesehatan bagi orang dengan HIV dapat ditingkatkan.
Pesannya untuk kawan-kawan adalah tetap semangat, jangan merasa sendirian, dan saling mendukung demi masa depan yang lebih baik. Kekuatan dan keteguhan L dalam menghadapi berbagai rintangan menunjukkan bahwa dengan dukungan dan pengobatan yang tepat, harapan untuk hidup sehat bisa terwujud.
Di tingkat internasional, terdapat juga kisah dari penyanyi terkenal asal Inggris, yang juga layak dicontoh. Ia aktif mengadvokasi hak-hak pasien HIV/AIDS dan berkontribusi besar dalam penggalangan dana untuk penelitian dan perawatan HIV/AIDS.
Melalui yayasannya, ia telah membantu banyak ODHA untuk mendapatkan akses terhadap perawatan yang mereka butuhkan dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dukungan sosial dan emosional.
Baca Juga: Kinerja Pegawai Rumah Sakit Mengatasi Kasus HIV di Kepri
Solusi dan Harapan
Edukasi dan menghilangkan stigma negatif pada masyarakat dan tenaga kesehatan bagi pasien HIV/AIDS dimulai dengan:
1. Edukasi Masyarakat
Kampanye informasi yang baik dapat membantu mengubah pandangan negatif terhadap pasien HIV, memperkuat pemahaman bahwa HIV adalah kondisi medis yang dapat dikelola.
2. Pelatihan Etik untuk Tenaga Kesehatan
Institusi kesehatan perlu memberikan pelatihan berkala tentang etika profesi dan sensitivitas terhadap pasien HIV, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang adil dan berkualitas.
3. Mendorong Dukungan Psikososial
Mengintegrasikan layanan dukungan psikologis bagi pasien HIV dalam program perawatan mereka.
Penutup
Menghapus stigma terhadap pasien HIV bukanlah tugas yang mudah, tetapi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencegah pelanggaran etika di bidang keperawatan.
Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak—masyarakat, tenaga kesehatan, dan pemerintah—untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkeadilan bagi semua. Mari bersama-sama kita ciptakan dunia yang lebih baik bagi mereka yang hidup dengan HIV.
Penulis:
1. Ayu Hardianti
2. Ihsan Angga Anjarwadi
3. Lu’lu Luthfiatun Ulinnuha
4. Falasifah Ani Yuniarti
Mahasiswa Keperawatan (Pascasarjana) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Referensi
Saleh, M. (2019). Penanganan Terhadap Stigma Masyarakat Tentang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Komunitas. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, Volume 10 Nomor 1.
Elton John Imbau Para Pemimpin Dunia untuk Peduli AIDS
https://www.voaindonesia.com/a/elton-john-imbau-para-pemimpin-dunia-untuk-peduli-aids/4981764.html
Menemukan Kebahagiaan dan Harapan di Tengah Tantangan terinfeksi HIV: Kisah Inspiratif Lilis Ekawati