Penyebab dan Cara Pencegahan Terjadinya Stunting pada Balita

Stunting
Gambar dibuat dengan teknologi AI.

Masalah anak pendek (stunting) adalah satu permasalahan gizi yang menjadi fokus pemerintah Indonesia. Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau di mana dalam standar antropometri penilaian gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (Pendek) dan <-3 SD (sangat pendek).

Dikutip dari situs pafipcbuleleng.org, berat badan merupakan salah satu ukuran pada antropometri yang paling penting dan paling sering digunakan. Definisi operasional untuk kelompok usia anak: 

  1. Bayi adalah anak yang berusia dibawah 1 tahun  atau sebelum mencapai hari ulang tahun yang pertama. Jadi anak yang berusia tepat 1 tahun tidak termasuk dalam kelompok bayi sudah masuk ke dalam kelompok balita/anak balita.
  2. Balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun atau sebelum mencapai hari ulang tahun yang kelima. Anak yang berusia tepat 5 tahun tidak termasuk dalam kelompok balita tetapi sudah masuk kedalam kelompok anak pra sekolah. Sedangkan anak balita adalah kelompok anak yang berusia 1 sampai 5 tahun. Anak yang berusia tepat 5 tahun sudah masuk kedalam kelompok kelompok anak pra sekolah.
  3. Anak pra sekolah adalah kelompok anak yang berusia antara 5 sampai 6 tahun masuk ke dalam kelompok anak usia sekolah.
  4. Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6 sampai 18 tahun. Anak yang tepat 18 atau lebih sudah termasuk kelompok usia dewasa.
  5. Anak pra remaja adalah kelompok anak yang berusia 10-<13 tahun.
  6. Anak remaja adalah anak yang berusia 13-<18 tahun.

Stunting menggambarkan masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu/ calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita pada 1000 hari kehidupan. Seperti masalah gizi lainnya, bukan hanya terkait masalah Kesehatan, tetapi juga dipengaruhi berbagai kondisi lain secara tidak langsung.

Stunting pada balita atau anak adalah kondisi dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang tidak normal, sehingga tinggi badannya lebih rendah dari standar usia sejenisnya.

Bacaan Lainnya

Kurang gizi dalam waktu lama tanpa disadari, penyebab stunting pada dasarnya sudah bisa terjadi sejak anak berada didalam kandungan. Sebab sejak di dalam kandungan, anak bisa jadi mengalami masalah kurang gizi.

Penyebabnya adalah karena sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi seperti makanan berprotein tinggi sehingga menyebabkan buah jantung juga kekurangan nutrisi. Pola asuh yang kurang efektif juga menjadi salah satu penyebab stunting pada anak.

Pola asuh di sini berkaitan dengan perilaku dan praktik memberi makanan kepada anak. Bila orang tua tidak memberikan asupan gizi yang baik, maka anak bisa mengalami stunting.

Selain itu, faktor ibu yang masa remaja dan kehamilannya kurang nutrisi serta masa laksi yang kurang baik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan otak anak.

Pola makan rendahnya akses terhadap makanan dengan nilai gizi tinggi serta menu makan tidak seimbang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan meningkatkan risiko stunting.

Baca Juga: Peran Protein Hewani dalam Cegah Stunting

Jika ciri anak stunting baru diketahui saat anak berusia 2 tahun atau lebih, stunting cenderung tidak bisa diatasi sama sekali. Maka dari itu sebagai orang tua harus memperhatikan ciri-ciri anak stunting agar bisa segera melakukan penanganan. Berikut beberapa gejala stunting yang wajib diwaspadai:

1. Bertubuh pendek

Tanda anak stunting bisa dilihat dari perawakan tumbuhnya yang cenderung pendek. Hal ini dapat mudah dilihat dan dibandingkan dengan teman-teman seusianya.

2. Sering sakit

Salah satu indikator stunting adalah menurunnya fungsi kekebalan tubuh akibat kurangnya nutrisi dalam waktu berkepanjangan.

3. Menurunnya kemampuan kognitif

Menjadi salah satu ciri anak stunting yang paling mengkhawatirkan. Stunting bisa mengakibatkan kemampuan kognitif anak menurun, yang ditandai dengan IQ rendah bahkan dikategorikan retardasi mental.

4. Berat badan cenderung berkurang

Kekurangan gizi tentu membuat berat badan anak susah naik dan mudah turun. Tinggi badan normal pun sulit dicapai. Bila hal ini terjadi pada anak, waspadai gejala stunting.

Stunting dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan pada anak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 

1. Jangka pendek

Meningkatkan risiko sakit dan kematian, perkembangan kognitif, motorik dan verbal terhambat.

2. Jangka panjang

Anak berisiko tinggi mengidap penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, hipertensi, dan anemia. Stunting juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak yang mengganggu proses belajar dan menurunkan prestasi.

Baca Juga: Budaya Larangan Makanan (Food Taboo) dan Risiko Stunting di Indonesia

Beberapa faktor risiko stunting yang perlu diperhatikan adalah:

  1. Kurangnya akses terhadap makanan bergizi.
  2. Pola asuh yang kurang optimal.
  3. Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan. 
  4. Sanitasi yang buruk. 
  5. Kurangnya kesediaan kakus. 

Penanganan stunting pada balita atau anak memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai aspek kesehatan, gizi, lingkungan, dan pendidikan.

Stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis yang dapat menyebabkan anak menjadi lebih pendek dari anak seusianya, untuk mencegah stunting pada balita orang tua dapat melakukan hal-hal berikut:

1. Gizi seimbang

Pastikan anak mendapatkan makanan bergizi seimbang.

2. Imunisasi

Pastikan anak mendapatkan 1 imunisasi lengkap.

3. Pengawasan kesehatan 

Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

4. Stimusi

Berikan stimulasi mental, fisik seperti:

  1. Berbicara dan bermain
  2. Membaca buku 
  3. Menggambar 

Penanganan stunting pada balita atau anak memerlukan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan. Penanganan medis:

1. Pemeriksaan kesehatan

Lakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh untuk mengidentifikasi penyebab stunting.

2. Suplemen gizi

Berikan suplemen gizi seperti vitamin dan mineral untuk mengatasi kekurangan gizi.

3. Pengobatan infeksi

Lakukan pengobatan infeksi yang berulang untuk mencegah komplikasi 

4. Pengawasan pertumbuhan

Lakukan pengawasan pertumbuhan dan perkembangan anak secara teratur.

Penulis: Roudhotul Jannah
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses