Batasan-Batasan Makna Hadis

batasan makna hadis

Pendahuluan

Hadis pada sisi substansi kebenarannya merupakan bagian yang integral dari wahyu. Pengingkaran terhadap hadist sama artinya dengan mengingkari kebenaran yang bersumber dari Allah.

Dalam upaya menemukan butiran hikmah dan kebenaran ilahiah dari teks-teks hadis maka pelu adanya konsep-konsep dasar dalam mengkaji makna hadis secara lebih mendalam.

Paradigma dalam  pengertian sederhana dapat dikatakan sebagai konsep dasar atau kerangka pikir dan kerangka keilmuan yang secara metodologis keberadaanya sangat diperlukan oleh semua bidang kajian dan ilmu.

Sebuah ilmu tanpa paradigma ibarat orang yang memetik buah diujung ranting tanpa tahu bagaimana dahan, batang, dan akarnya yang menghujam bumi. Mempelajari ajaran islam terutama al-Quran dan hadis tanpa paradigma spesifiknya, substansi dan hakikatnya tidak akan diperoleh.

Bacaan Lainnya

Hadis memiliki dimensi ilahiah, sehingga menghendaki adanya analisis mengenai kedudukan dan konsekuensi pada setiap hadis yang ada dalam kitab hadis.

Dalam hal ini, maka perlu adanya kajian mengenai pengertian hadis dalan batasan makna yang dimana penuils akan memaparkan analisis kajianyang telah dikemukakan oleh ahli hadis dan ahli ushul yang menunjukkan nilai kebenaran risalah dan nilai ilahiah dalam hadis.

Pembahasan

Batasan-batasan Makna Hadis

1. Hadis dalam Pengertian Ahli Hadis

مأ ةثعبلا لبق كلذ ناكأ ءاوس ،ةيقلخ وأ ةيقلخ ةفص وأ ةريس وأ ريرقت وأ لعف وأ لوق نم ﷺ يبنلا نع رثأ ام لك اهدعب

semua yang diwariskan dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, taqrir(pengakuan), atau sifat baik sifat fisikal maupun moral , ataupun sirah, baik sebelm menjdi Nabi atau sesudahnya.”

Pengertian ini dirumuskan oleh tokoh analisis modern yaitu al-Khatib. Redaksi ini dapat dijadikan sebagai acuan, bahwa demikianlah pemahaman mayoritas ahli hadis.

Dalam memaknai kata “hadis” menurut terminologisnya. Pada masa awal pembukuan hadis, kitab hadis memuat bukan hanya hadis Nabi melainkan juga hadis yang bersumber dari sahabat, dan tabi’in. Dan sejarah hidup (sirah) rosulullah juga digolongkan dalam hadis.

Akan tetapi, sejak abad ketiga, kitab hadis hanya memuat hadis yang bersumber dari Nabi saja. Sementara yang bersumber dari sahabat dan tabi’in dibukukan secara terpisah. Yang menyankut dengan sirah digolongkan dalam sejarah.

Dari pembedaan inilah timbul istilah muhadditsin (fokus pada hadis), akhbariyin (fokus pada khobar/sirah).

Pernyataan diatas telah menyebabkan para ahli hadis memerlukan istilah teknis untuk membedakan hadis yang bersumber dari Nabi (marfu’), yang bersumber dari Sahabat (mauquf), dan yang bersumber dari tabi’in (maqthu’).

Namun ada juga ulama’ hadis yang mengembangkan pemahamannya bahwa yang dimaksud dengan hadis adalah hanya yang marfu’, sementara yang mauquf dan maqthu’ digolongkan ke dalam makna atsar. Dalam hal ini, tugas ulama hadis adalah mencari, mencatat, men-tashih semua aspek yang bersumber dari Nabi atau disebut dengan hadis.

2. Hadis dalam Pengertian Ahli Ushul

Bagi ulama’ ushul, maksud hadis yang dikemukakan oleh ulama hadis adalah

memang hadis. Tetapi bagi mereka adalah hadis apa saja yang mengikat umat sebagai konsekuensi syahadat. Dalam perumusan ulama ushul mengenai kata hadis, ada penambahan kata sebagai berikut

يعرش مكحل لايلد نوكي نأ حلصي امم ،ريرقت وأ ،لعف وأ ،لوق نم ،ميركلا نآرقلا ريغ ﷺ يبنلا نع ردص ام لك

“semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, atau taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum agama.”

Definisi diatas mengandung dua makna. Pertama, yang termasuk makna hadis adalah hadis yang hanya bersumber dari Nabi setelah menjadi nabi. Kedua, yang disebut hadis adalah yang dapat dijadikan dasar hukum agama. Dengan demikian hadis yang sebagaimana telah dikemukakan oleh ahli hadis, tidak semuanya dikategorikan hadis rosulullah. Karena hadis yang bersumber dari Muhammad sebelum menjadi nabi dan

yang bersumber dari beliau setelah diangkat menjadi nabi memiliki tingkat keterkaitan yang berbeda.

Dasar utama hadis adalah hadis rasulullah (erarisalah), sedangkan hadis pra risalah hanya boleh dijadikan landasan moral dan tidak terlalu terikat untuk landasan hukum. Sebab, kontrak syahadat umat adalah dengan rasulullah bukan dengan pribadi muhammad.

Hadis yang berhubungan dengan risalah bersifat mengikat, tidak demikian dengan hadis yang berhubungan dengan adat. Demikian juga hadis pascarisalah, yakni hadis mauquf dan maqthu’ yang memiliki tingkat keterkaitan yang berbeda.

Penutup

Kesimpulan

Hadis merupakan teks yang memiliki dimensi ilahiah yang dimana hadis ini dijadikan sebagai pedoman kedua setelah al-Quran oleh umat islam. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dalam memahami hadis secara relevan. Dalam hal ini, penulis memaparkan batasan-batasan makna hadis yang telah dikemukakan oleh para ahlinya, diantanya adalah ahli hadis dan ahli ushul.

Menurut ahli hadis, hadis adalah semua yang diwariskan dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, taqrir(pengakuan), atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelm menjdi Nabi atau sesudahnya.

Pada masa awal pembukuan hadis, kitab hadis memuat bukan hanya hadis Nabi melainkan juga hadis yang bersumber dari sahabat, tabi’in, dan sejarah hidup rasulullah (sirah). Kemudian di abad ketiga, terjadi pembedaan yaitu antara hadis yang bersumber Nabi (marfu’), dari sahabat (mauquf), dari tabi’in (maqthu’).

Sedangkan menurut ahli ushul hadis adalah semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, atau taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum agama.

Definisi ini mengandung dua makna yaitu yang dimaksud hadis adalah hadis yang hanya bersumber dari Nabi setelah menjadi nabi dan yang dapat dijadikan dasar hukum agama.

Hadis yang bersumber dari Muhammad sebelum dan setelah diangkat menjadi nabi memiliki tingkat keterkaitan yang berbeda. Sebab, kontrak syahadat umat adalah dengan rasulullah bukan dengan pribadi muhammad.

Penulis: Dyah Puput Solikhatin
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Kota Malang

Daftar Pustaka

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, Beirut, Dar al-Fikr, 1989

Daniel Djuned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekronstruksi Ilmu Hadis, PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2010

Pos terkait