Takhrij Hadits: Cara Mengetahui Kualitas Suatu Hadis

cara mengetahui kualitas hadis

Seluruh umat Islam memahami bahwa hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu adalah pedoman hidup yang pokok setelah keberadaan al-Qur’an atau bisa dibilang bahwa hadits Nabi merupakan sumber utama ajaran Islam di samping al-Qur’an. Namun juga demikian bahwa penyampaian hadits juga penulisannya jauh berbeda dengan yang terjadi pada al-Qur’an.

Semua periwayatan Al-Qur’an dan penulisannya berlangsung secara mutawattir atau langsung, sedangan hadits tidak demikian. Penulisan hadits ada yang berlangsung secara langsung dari Rasulullah atau bisa disebut mutawattir, namun ada juga yang berlangsung dengan cara ahad. Dengan demikian al-Qur’an berkedudukan sebagai qath’I al-Wurud, sedangkan hadits, sebagian ada yang berkedudukan qath’I al-Wurud dan sebagian yang lain bahkan terbanyak berkedudukan zanni al-Wurud.

Melihat uraian di atas dengan memperhatikan periwayatannya, seluruh ayat al-Qur’an tidaklah memperlukan sebuah penelitian untuk memastikan keasliannya, sementara hadits memerlukan itu. Untuk hadits yang diketagorikan sebagai ahad sangatlah diperlukan penelitian lebih lanjut juga mendalam guna memastikan hadits yang bersangkutan bisa digunakan dengan pertanggung jawaban periwayatannya berasal dari Nabi ataukah Tidak.

Bacaan Lainnya
DONASI

Demikian, maka penelitian hadits guna mencapai orisinalitas suatu hadits sangatlah penting adanya. Status penting tersebut terlihat dari beberapa factor yang mendorong para ulama’ ahli hadits melakukan penelitian tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dipertanggung jawabka atau tidak orisinilitasnya dari nabi, diperlukan penelitian matan dan sanad hadits yang bersangkutan. Dengan kata lain ruang lingkup kajian penelitian hadits meliputi kritik sanad dan matan hadits.

Sebelum kita membahas mengenai apa pun tentang seluk beluk penelitian hadits, kita harus mengetahui apa itu penelitian hadits. Penelitian hadits adalah usaha yang dilakukan dengan kritis oleh para peneliti hadits mengenai sanad dan matan hadits dengan tujuan untuk memastikan status suatu hadits tertentu.

Part yang akan dilibatkan dalam penelitian hadits tidaklah bukan yaitu tali rantai periwayatan hadits atau dikenal dengan sanad hadits dan juga tentang isi atau materi hadits itu sendiri atau disebut dengan matan hadits.

Begitu penting memang kebenaran mengenai tali rantai periwayatan suatu hadits dalam statusnya, sehingga dapat kita pahami apabila suatu ucapan atau teks yang bukan datang dari Nabi tidak bisa disebut dengan hadits.

Pun demikian kedudukan suatu kitab hadits dipengaruhi oleh rantai rantai periwayatan hadits yang dimuat di dalamnya, sehingga timbullah simbol-simbol tertentu mengenai para perawi-perawi tertentu.

Keaslian mengenai matan pun demikian pentingnya sama halnya sanad. Sebenarnya memang dua hal ini tidaklah dapat terpisahkan karena satu dengan lainnya sangatlah berhubungan di dalam kacamata perilmu haditsan. Penelitian matan bukan karena tidak terpisahkan dengan sanad saja, akan tetapi juga karena beragamnya periwayatan matan secara makna.

Adanya periwayatan makna ini membuat penelitian matan hadits yang selain hadits tentang ibadah tidak terlalu melihat kepada kata perkata yang dikandung dalam suatu hadits, mereka lebih focus kepada maksud atau isi kandungan mengenai kandungan dalam sebuah hadits. Pun sebaliknya, jika suatu hadits berupa seruan tentang ibadah maka wajib hukumnya untuk melaukan penelitian kata perkata.

Terjadinya periwayatan secara makna ini mengakibatkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan bahasa sulit untuk dilakukan, tapi bukan berarti bahwa pendekatan bahasa tidak perlu dilakukan dalam sebuah penelitian karena ini akan membantu untuk mengenali petunjuk kandungan yang terkandung dalam sebuah hadits.

Mengenai penelitian matan ini sendiri pun sebenarnya ada beberapa kesulitan dalam melakukannya, seperti yang dipaparkan di atas yaitu mengenai periwayatan secara makna, pendekatan yang dilakukan tidak dapat mengacu pada satu saja, latar belakang petunjuk suatu hadits yang sulit untuk ditemukan, adanya kandungan hadits yang supra rasional, masih jarangnya kitab-kitab yang membahas mengenai penelitian matan hadits secara khusus.

Dalam suatu penelitian hadits ada criteria atau syarat yang bersifat umum atau dikenal dengan kaidah mayor, pun demikian ada yang bersifat khusus dengan sebutan kaidah minor. Adapun kaidah mayor tentang keshahihan suatu hadits adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabith, juga tidak terdapat kejanggalan atau cacat.

Adapun tentang kaidah minor adalah cabang dari kaidah mayor seperti sanad bersambung yang meliputi muttashil dan marfu’, periwayat yang adil meliputi beragama islam, mukallaf, melakukan ketentuan agama, dan memelihara kehormatan, periwayat yang dhabith meliputi halal dalam hadits yang diriwayatkan, terhindar dari syadz dan illat.

Selain kaidah-aidah cabang dari kaidah mayor, nampaknya ada beberapa ketentuan-ketentuan yang juga merupakan bagian dari kaidah minor seperti tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat darinya, tidak bertentangan dengan panca indra, akal sehat, dan sejarah, susunannya menunjukkan cirri-ciri sabda kenabian.

Metodologi penelitian keshahihan hadits berupa sanad dan matan memiliki tiga langkah pokok yang nantinya masing-masing memiliki cabang dari setiap langkah pokoknya.   

Takhrij Hadis

Melakukan takhrij Hadits sebagai langkah awal yang dilakukan guna mengetahui asal usul hadits, seluruh riwayat hadits, ada atau tidaknya syahid atau muttabi dalam sanad pada hadits yang diteliti. Adapun takhrij hadits yang dilakukan meliputi dua macam metode yaitu takhrij hadits bil maudhlu, dan takhrij hadits dengan lafdzi.

Penelitian Sanad Hadis

Melakukan penelitian sanad hadits dengan melakukan beberapa langkah, yaitu melakukan I’tibar dengan menyertakan sanad-sanad lain untuk hadits-hadits tertentu pada hadits yang hanya terdapat satu perawi saja guna mengetahui apakah ada jalur periwayata lain yang lebih lengkap jalur periwayatannya.

Meneliti periwayat juga metode periwayatannya dengan menjadikan keshahihan sebagai acuan juga melakukan penelitian pribadi periwayat serta kualitas intelektual periwayat lalu, persoalan-persoalan seputar aljarhu wa ta’dil. Lalu penelitian persambungan sanad.

Meneliti syadz dan illat pada hadits yang memiliki sanad lebih dari satu yang dapat dilakukan dengan menghinpun semua matan yang mempunyai kandungan yang sama dan meneliti seluruh rawi berdasarkan kritik yang dilakukan oleh para ahli.

Penelitian Matan Hadis

Melakukan penelitian matan hadits dengan melakukan penelitian matan dengan kualitas sanadnya meliputi meneliti matan sesudah meneliti sanad. Meneliti susunan kata yang semakna guna untuk mengetahui terjadinya perbedaan lafadz yang terjadi akibat dari periwayatan dengan makna.

Meneliti kandungan matan dengan membandingkan dengan matan lain yang sejalan maupun tidak sejalan atau pun nampak bertentangan dengan melakukan penelitian matan yang sejalan dan tidak bertentangan untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya matan lain yang memiliki topic yang sama dan jika ada maka matan itu pun perlu diteliti sanadnya. Tahap ini diperuntukkan untuk hadits yang kandungannya nampak bertentangan.

Nilai kegunaan penelitian hadits yang dilakukan adalah upaya selain untuk mengetahui tingkat akurasi suatu hadits terhadap hadits yang telah diteliti ulama terdahulu, juga untuk menghindari dari penggunaan dalil-dalil dari hadits yang belum jelas kehujjahannya.

Sehingga hadits yang tidak memenuhi beberapa ketentuan tidak dapat digunakan sebagai hujjah karena kualitas hadits sangat diperlukan untuk kebolehan digunakannya suatu hadits untuk suatu hujjah.

Penelitian mengenai sebuah kebenaran suatu berita dilakukan tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah.

Dengan demikian maka penelitian hadits adalah kajian yang mendalam dan kritis mengenai suatu sanad dan matan hadits dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk menentukan keontetikan suatu hadits yang akan digunakan sebagai suatu hujjah bagi ajaran-ajaran agama sebagai salah satu muara yang haqiqi.

Penulis: Osamah Zahrul Muttaqin
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI