Di era digital ini seringkali kita melihat orang-orang dengan tampilan fisik yang cantik nan menawan di sosial media. Kerap kali pula kita membandingkan diri kita dengan mereka. Mereka yang tampan, cantik, putih, dan langsing membuat kita menjadi tidak percaya diri.
Namun, tidak seharusnya kita menjadi tidak percaya diri seperti itu. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Terimalah diri kita apa adanya. dan ini merupakan salah satu iman terhadap takdir pula.
Allah telah menetapkan segala sesuatu dengan Adil. Maka mungkin menurut kit aitu tidak bagus tetapi menurut Allah itulah yang terbaik. Bisa jadi kita tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagi kita. Bisa jadi ketika kita diberi fisik yang menawan kita justru akan sombong dan menjauh dari Allah.
Bisa jadi dengan fisik yang ppas-pasan ini membuat kita menjadi pribadi yang lebih bersyukur dengan nikmat Allah dan tidak merasa qona’ah. Terdapat banyak kebaikan d balik itu semua.
Dan yang tak kalah penting pula kita perlu mengurangi sikap membandiingkan diri kepada orang lain dalam urusan dunia. Hal ini dikarenakan membandingan diri kepada orang lain dalam perkara duniawi akan membuat kita menjadi kurang bersyukur.
Maka dalam perkara duniawi alangkah baiknya apabila kita dapat melihat orang=orang yang berada di bawah kita agr kita menjadi lebih bersyukur dan merasa cukuup dengan nikmat yang telah Allah berikan.
Berbeda halnya dengan masalah akhirat maka akan baik apabila kita membandingkan diri kita kepada orang yang ibadah dan amal shalihnya lebih baik daripada kita. Hal ini diharapkan dapat memotivasi kita untuk dapat meningkatkan ibadah dan amal shalih.
Maka kita harus beljar untuk mencintai diri sendiri. Dengan mencintai diri sendiri kita akan seutuhnya dapat menerima diri kita. Dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan diri kita. Kita dapat menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan bersyukur. Kita tidak lagi merasa insecure dengan menawannya fisik orang lain karena kita telah menerima diri kita bahwa kita memang ditakdirkan memiliki fisik yang seperti ini, seperti kita sekarang. Dan itu lah yang terbaik bagi kita.
Di samping itu, penampilan fisik bukanlah menjadi perkara utama yang menjadikan seseorang dapat dikatakan memiliki kedudukanyang inggi. Namun, dengan amal shalih. Dalil Allah tdk memandang fisik kalian tetapi hati.
Terdapat hal lain yang sepatutnya kita perhatikan daripada fisik, yaitu kesehatan hati. Hati yang baik akan memancarkan sinar kecantikan di luarnya. Walaupun kenyataannya fisiknya biasa-biasa saja. Namun, keindahan akhlak, baiknya tutur kata, dan baiknya amal shaliih menghiasi bahkan menutupi fiisk yang biasa-biasa asaja tersebut menjadi suatu hal yang sangat indah bahkan dikagumi oleh orang lain.
Akhlak adalah hal yang lebih utama dibandingkan fisik. Banyak orang yan memiliki fisik yang sangat tampan dan cantik tetapi kelakuanya buruk maka akan dinilai buruk. Walaupun secantik atau setampan apapun dia. Berbeda halnya, apabila seseorang pny fisik biasa saja tetapi akhlaknya luar biasa maka dia dapat terlihat kecantikan alaminya, yaitu kecantikan dari dalam.
Dan Maha Adil Allah, betaap adilnya Allah dalam mengatur urusan ini. Setiap orang dapat mengusahakan memiliki akhlak yang baik. Baik dia cantik atau tidak. Baik dia tampan atau biasa-biasa saja. Semuanya memiliki peluang dan kesempatan yg sama untuk dapat memilii akhlak yang baik.
Berbeda halnya apabila yang nilai Allah adalah kecantikan. Maka orang yang terlahir tidak cantik ata biasa-biasa saja pasti akan emrasa sangat tidak adil dan bersedih karena fisik bukan sesuatu yang bisa diupayakan seperti akhlak. Dan sebagai seorang muslim tidak diperbolehkan untuk mengubah ciptaan Allah.
Untuk perkara jodoh ajnga khawatir karena kita diciptakan berpasang-pasangan. Dalilnya. Apabaila dia jodoh kita maka dia akan menerima kita engan utuh, menerima segala kekurangan dan kelebihan yg ada pada diri kita. Baik luar maupun dalam. Dia yang dapat melihat kecantikan kita. Maka jangan sampai kita terlena mengurus kecantikan fisik hingga melalaikan perkara akhirat.
Tim Penulis:
1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia