Bertahan di Tengah Ketidakpastian: Ketahanan Psikologis Karyawan Kontrak di Tengah Ketidakpastian

Bertahan di Tengah Ketidakpastian: Ketahanan Psikologis Karyawan Kontrak di Tengah Ketidakpastian
Bertahan di Tengah Ketidakpastian: Ketahanan Psikologis Karyawan Kontrak di Tengah Ketidakpastian

Di zaman sekarang perusahaan sering bicara soal pentingnya punya tenaga kerja yang berkualitas, disiplin, dan bisa diandalkan. Karena memang tenaga kerja yang kuat dan berkualitas menjadi tulang punggung perusahaan, karena keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada kinerja para karyawannya, di mana sumber daya manusia yang berkualitas menjadi sebuah aset penting dalam membangun keunggulan kompetitif (Linda.et al,2024).

Semakin berkualitas tenaga kerja dalam suatu organisasi, maka semakin optimal pula kinerja yang dihasilkan, dan ini akan berdampak pada tingkat keberhasilan perusahaan dalam meraih tujuannya (Cut Rizky & Rahardja, 2019).

Tapi ironisnya kebanyakan dari pekerja saat ini tidak memiliki kepastian yang sama dalam menjalani karirnya. Sebagian pekerja yang berstatus PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu), dihadapkan pada ketidakpastian yang cukup melelahkan, seperti masa kerja yang panjang, beban kerja yang berat, tetapi tanpa kejelasan status kepegawaian. 

Masalah lain yang sering muncul adalah persyaratan yang kurang sesuai dengan konteks pekerjaan dalam proses pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan tetap. Banyak pekerja yang sudah bekerja sebaik mungkin dan berusaha untuk taat serta patuh terhadap aturan yang ada tidak menjadi sorotan atau nilai tambah untuk penilaian.

Bacaan Lainnya

Lama kelamaan masalah tersebut bukan lagi hanya soal status pekerjaan, tapi juga menjadi beban mental bagi pekerja. Setiap hari bekerja tetapi pikiran dihantui oleh pertanyaan seperti “mau sampai kapan kayak gini?”.  

Walaupun dengan semua masalah yang ada tetapi banyak juga dari pekerja yang dapat bertahan, dan apa sih yang membuat seseorang tetap bisa bertahan secara sehat di tengah sistem kerja yang gak pasti dan terkadang tidak adil, jawabanya bukan karena mereka kebal terhadap stres atau cuek dengan keadaan. Justru mereka sangat sadar situasinya berat tapi yang buat mereka bisa bertahan adalah ketahanan psikologis atau resiliensi.

Baca Juga: Kapitalisme dalam Industri Halal: Evaluasi Praktik Bisnis terhadap Kesejahteraan Tenaga Kerja dalam Perspektif Ekonomi Islam

Nah, Apa Resiliensi itu? 

Dalam psikologi positif resiliensi merupakan suatu usaha dari individu sehingga mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan yang menekan, sehingga mampu untuk pulih dan berfungsi optimal dan mampu melalui kesulitan. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi oleh individu dewasa ini semakin kompleks, sehingga memerlukan suatu kemampuan dalam menghadapi dan mengatasinya, salah satunya adalah resiliensi 

Seseorang yang tidak memiliki cukup resiliensi akan menunjukan sikap yang tidak optimis, sulit beradaptasi terhadap perubahan, dan mudah menyerah sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerjanya di perusahaan, dan sebaliknya seseorang yang memiliki resiliensi tinggi akan memiliki kemampuan untuk bertahan, pulih, dan beradaptasi dari gangguan.

Baca Juga: Pengaruh Kemunculan Immaterial Labour terhadap Restrukturalisasi Tenaga Kerja dalam Perusahaan

Banyaknya tekanan, stress serta adanya ketidakpastian yang dialami karyawan kontrak resiliensi bukan hanya sekedar “kuat mental” tapi bagaimana caranya untuk tetap bangkit dan beradaptasi di tengah keadaan yang tidak pasti.  

Dalam situasi seperti ini lebih baik menjadi karyawan yang memiliki kinerja tinggi juga harus kuat menghadapi tekanan berat akan persaingan, memiliki rasa percaya diri, memiliki semangat optimis, serta memiliki harapan untuk berhasil.

Baca Juga: Lingkungan Kerja Sehat, Aman, dan Adil bagi Tenaga Kerja Berbasis Pancasila

Ciri-ciri tersebut didasarkan akan teori Psychological Capital (PsyCap) yang dikembangkan oleh Luthans. Karyawan kontrak yang memiliki modal PsyCap ini umumnya bisa lebih kreatif, lebih tahan banting, dan tidak mudah putus asa meskipun berada dalam kondisi yang serba tidak pasti.  

Walaupun saat ini tidak sedikit karyawan kontrak yang merasa cemas karena ketidakpastian, faktanya masih banyak juga dari mereka yang tetap bertahan. Bukan karena mereka tidak lelah atau tidak merasa tertekan, tapi karena mereka memiliki ketahanan psikologis yang membuat mereka tetap kuat, optimis, dan penuh harapan.

Penulis:
1. Mohamad Rizky Ramadhan
2. Navessa Adinda Rahayu
3. Laila Meiliyandrie Indah Wardani
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka  

Apriawal, J. (2022). Resiliensi pada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jurnal Ilmu Psikologi dan Kesehatan (SIKONTAN), 1(1), 27–38. https://doi.org/10.54443/sikontan.v1i1.330  

Cut Rizky Nurul S. P., & Rahardja, E. (2019). Pengaruh kualitas kehidupan kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan (Studi pada PT. Djarum Kudus). Diponegoro Journal Of Management ,8 128-137. 

Liwarto, I. H., & Kurniawan, A. (2015). Hubungan psychological capital dengan kinerja karyawan PT.X Bandung. Jurnal Manajemen, 14(2), 223–239. 

Missasi, V., & Izzati, I. D. C. (2019, Agustus). Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi. Prosiding Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 433–441. 

Pebriani, L., Priyastiwi, P., Purwanto, W., & Ambarwati, L. (2024). Pengaruh jenjang karir dan kompensasi terhadap perilaku quiet quitting pada karyawan milenial dengan work-life balance sebagai variabel moderating. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SNAST), 257-264. 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses