Biaya UKT VS Masa Depan Bangsa: Biaya Pendidikan sebagai Penghambat Generasi Emas Indonesia

Sumber: media.istockphoto.com

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) telah menimbulkan gelombang protes dari mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Lonjakan UKT yang sangat signifikan, bahkan mencapai 500%, mengundang kekhawatiran besar terkait akses pendidikan tinggi bagi generasi muda Indonesia.

Gambar: Perbandingan UKT Universitas Gadjah Mada 2023-2024
Gambar: Perbandingan UKT Universitas Gadjah Mada 2023 2024

Salah satu penyebab utama mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah kebijakan pemerintah yang meningkatkan kualitas perguruan tinggi dengan memberikan otonomi kepada kampus sejak tahun 1999. Pionir dalam kebijakan ini adalah tujuh kampus yang statusnya berubah menjadi badan hukum milik negara (BHMN). Akibat perubahan ini, subsidi untuk kampus-kampus tersebut dicabut, sehingga universitas harus mencari sumber pendanaan lain melalui kerjasama dengan sektor swasta atau membangun usaha bisnis sendiri.

Penghapusan subsidi ini membuat biaya kuliah meningkat drastis. Pada tahun 2010, akibat tekanan protes dari mahasiswa, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Namun, pemerintah segera mengubah status perguruan tinggi negeri (PTN) BHMN menjadi PTN badan layanan umum (BLU), dan kini menjadi PTN berbadan hukum. Meski nama dan status berubah, prinsip dasar tetap: perguruan tinggi dengan status badan hukum memiliki kebebasan lebih dalam mencari pendanaan untuk mendukung operasional kampus.

Kenaikan UKT ini berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap masa depan bangsa yang terdidik. Biaya pendidikan tinggi yang mahal dapat menghambat akses bagi calon mahasiswa berpotensi yang kurang mampu secara finansial. Akibatnya, jumlah lulusan berkualitas yang siap bersaing di kancah global bisa berkurang, mengancam perkembangan ekonomi dan sosial Indonesia di masa depan.

Baca Juga: Tingginya UKT, Calon Mahasiswa Baru USU Mengundurkan Diri

Biasanya, kampus menentukan besaran UKT mahasiswa berdasarkan kondisi ekonomi keluarga, yang diidentifikasi melalui informasi dalam formulir data perhitungan UKT serta dokumen-dokumen seperti slip gaji orang tua dan tagihan listrik serta air. Namun, kenaikan UKT yang terus terjadi membebani banyak keluarga, meskipun kondisi ekonomi mereka sudah diperhitungkan.

Undang-Undang Pendidikan Nasional mewajibkan pemerintah mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk sektor pendidikan. Otonomi membuat pemerintah daerah ikut menanggung biaya pendidikan dasar, sementara pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Baca Juga: Ada Apa dengan UKT Mahasiswa?

Namun, fakta menunjukkan bahwa pendidikan tinggi hanya mendapatkan porsi 1,11 persen dari APBN. Anggaran pendidikan tinggi yang kontekstual ini menjadi alasan Kementerian Pendidikan untuk menaikkan UKT. Pada Januari hingga Februari lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, menerbitkan dua dekret baru, yaitu Peraturan Menteri No. 2/2024 dan Keputusan Menteri No. 54/P/2024.

Melalui dua regulasi ini, Nadiem menaikkan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dengan mengikuti standar biaya tahun 2023, merevisi kebijakan sebelumnya yang menetapkan BKT dengan standar 2019. Karena BKT naik, batas atas UKT pun meningkat. Dampaknya, berbagai perguruan tinggi negeri menaikkan tarif sejumlah kelompok UKT-nya, yang memicu gelombang protes mahasiswa di berbagai daerah.

Sebagai mahasiswa, situasi ini sangat mengkhawatirkan. Pendidikan tinggi adalah jembatan untuk meraih masa depan yang lebih baik, namun kenaikan UKT ini seolah menjadi penghalang. Beban finansial yang semakin berat membuat banyak mahasiswa dan keluarganya harus berjuang lebih keras untuk tetap bisa melanjutkan pendidikan. Hal ini tentu berdampak pada semangat belajar dan fokus penulis sebagai mahasiswa.

Baca Juga: UKT Meroket dan Menyengsarakan Rakyat, di Mana Nilai Keadilan?

Selain itu, kebijakan kenaikan UKT ini juga menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap aksesibilitas pendidikan bagi semua lapisan masyarakat. Jika tren ini terus berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pendidikan tinggi hanya akan menjadi privilese bagi mereka yang mampu secara finansial, sementara mahasiswa dari keluarga kurang mampu harus berjuang lebih keras atau bahkan terpaksa menghentikan pendidikan mereka.

Dampak dari permasalahan ini bagi masa depan bangsa sangat serius. Mahalnya biaya pendidikan tinggi bisa menghambat akses bagi banyak calon mahasiswa yang berpotensi tetapi tidak mampu secara finansial.

Hal ini dapat berujung pada berkurangnya jumlah lulusan berkualitas yang siap bersaing di kancah global, mengancam masa depan pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia. Kurangnya tenaga kerja terdidik dan inovatif dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi daya saing internasional, dan menghambat perkembangan teknologi serta inovasi.

Sebagai mahasiswa, penulis melihat kenaikan UKT ini sebagai tantangan besar yang harus segera diatasi untuk menjaga masa depan pendidikan dan bangsa. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang sangat vital bagi pembangunan negara. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan pihak universitas untuk menyeimbangkan antara peningkatan mutu pendidikan dan aksesibilitas yang adil bagi semua kalangan.

Hanya dengan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan tinggi, kita dapat membangun bangsa yang cerdas, inovatif, dan kompetitif di kancah global. Penulis berharap suara penulis didengar dan menjadi pertimbangan penting dalam setiap kebijakan pendidikan yang diambil ke depan.

Penulis: Dina Marliana Anggraeni
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Ferizka, F. (2024, May 20). Dilema UKT, Masa Depan Mahasiswa dan Alternatif Pendapatan Baru Kampus. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/opini/20240520125055-14-539695/dilema-ukt-masa-depan-mahasiswa-dan-alternatif-pendapatan-baru-kampus

Singgih, V. (2024, May 11). Pemerintah dan PTN disebut ‘saling lempar tanggung jawab’ soal kenaikan UKT – ‘Tahun ini ada uang, tahun depan belum tahu. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cd1w870ez0yo

Tempo. (2024, May 26). Kampus Merdeka Inc.: Biaya UKT Mahal. Tempo. https://majalah.tempo.co/read/opini/171581/biaya-ukt-mahal

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI