Pendahuluan/ Abstrak
Bullying dan hate speech di kalangan pemuda merupakan masalah sosial yang semakin mengkhawatirkan di era digital saat ini.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial, perilaku yang menjerumus pada bullying yakni seperti kekerasan, penghinaan, dan pelecahan semakin marak terjadi dan bahkan dianggap normal bagi masyarakat pada zaman sekarang.
Perilaku bullying tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga menyebar secara cepat melalui dunia maya (cyberbullying).
Hate speech, yang mencakup ujaran kebencian berbasis ras, agama, suku, atau orientasi seksual, semakin marak, menciptakan atmosfer penuh kebencian yang merusak hubungan sosial dan psikologis antarindividu.
Isi
Menurut Wikipedia, perundungan, perisakan, atau pembulian (bahasa Inggris: bullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik.
Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu; mungkin atas dasar ras, agama, gender, orientasi seksual, atau kemampuan. Tindakan perundungan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosi, fisik, verbal, dan cybermedia.
Kebiasaan perundungan dapat berkembang di mana saja selagi terjadi interaksi antar manusia, misasalnya dari mulai di pemerintahan, organisasi, sekolah, tempat kerja, keluarga, dan lingkungan.
Menurut Wikipedia, ujaran kebencian (bahasa Inggris: hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnik, gender, cacat, orientasi seksual, warga negara, agama, dan lain-lain.
Dampak dari bullying dan hate speech ini sangat luas, mulai dari gangguan kesehatan mental, penurunan rasa percaya diri, hingga dampak negatif pada prestasi akademik dan hubungan sosial.
Dalam banyak kasus, korban bullying dan hate speech mengalami stres, depresi, kecemasan, bahkan berisiko tinggi terhadap tindakan ekstrem seperti bunuh diri.
Fenomena bullying serta hate speech banyak terjadi dan dilakukan di kalangan para remaja, terutama bagi mereka yang berada di bangku sekolah.
Mereka masih terlalu labil dan tidak menahu akan konsekuensi yang akan terjadi dari suatu sikap yang mereka ambil, para remaja itu akan merasa bahwa segala hal yang mereka lakukan itu tidak salah, kalaupun salah, mereka tidak akan disalahkan atau hanya akan diberi hukuman ringan tanpa ada rasa jera dan bersalah akan perlakuannya.
Para orang dewasa juga sering sekali memaklumi perilaku buruk para remaja itu sebagai bentuk pemberontakan yang biasa dilakukan anak kecil,anak di bawah umur seperti mereka, yang mana normalisasi perilaku buruk seperti itu sangatlah fatal akibatnya.
Kita tak bisa menutup mata akan fakta tersebut. Nyatanya, sudah menjadi rahasia umum apabila terjadi perundungan atau hate speech yang dilakukan para remaja di bawah umur, maka mereka akan tetap dimaafkan tanpa mendapat sanksi sosial, bahkan banyak juga, jika kejadian tersebut terjadi di bangku sekolah, para oknum-oknum tertentu berusaha menutupi kenyataan tersebut demi menjaga nama bersih sekolah atau institusi terkait. Karena itulah bullying dan hate speech jadi merajarela.
Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, dampak, serta solusi yang dapat diterapkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya bullying dan hate speech di kalangan pemuda.
Edukasi terhadap apa itu bullying, bagaimana jenis-jenisnya, serta apa saja konsekuensi yang didapat menjadi salah satu pengetahuan penting yang mesti dipelajari dan ditanamkan dalam diri masing-masing individu.
Baca Juga:Â Bullying dan Hate Speech di Kalangan Pemuda: Ancaman Nyata bagi Generasi Masa Depan
Perlu disusunnya strategi dalam menambah pengetahuan dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman para individu untuk merubah perilaku sesuai pengetahuan yang dimiliki.
Perilaku bullying dan hate speech ini banyak terjadi di kalangan para remaja terutama oleh para gen Z, yang tahun kelahirannya sekitar 1997-2012, hal ini dapat terjadi akibat pergaulan yang terlalu bebas, sehingga mengurangi rasa empati para remaja, membuat mereka merasa bahwa bullying dan hate speech adalah hal biasa dan lebih mengarah ke arah kritik, padahal hal tersebut termasuk ke bentuk ketidaksukaan, bahkan bisa diangap pula sebagai rasisme.
Selain karena pergaulan, tak bisa dipungkiri karena gencarnya teknologi pada zaman ini, para generasi yang terpapar akan tekmologi dan digitalisasi ini jadi semakin nirempati, tak merasa butuh manusia lain karena mereka sudah ditolong teknologi, menjadikan hati mereka beku dan tak berperasaan.
Ajaran-ajaran bebas dan tak benar, serta konten-konten yang sensitif dan tercela yang sering beredar dan mudah untuk diakses di sosial media juga merusak moral dan simpati banyak orang pada zaman sekarang.
Mereka merasa nyaman dan tak merasa bersalah setelah merundung atau memberi ujaran kebencian kepada seseorang tak bersalah, apalagi jika penyampaiannya lewat sosial media, karena bisa menyampaikan segala sesuatu secara anonim tanpa takut identitas asli mereka terbongkar, sehingga membuat tingkat keberanian mereka menigkat pesat sampai berani melontarkan ujaran-ujaran kebencian yang kelewatan batas. Hal tersebut ialah cyberbullying.
Cyberbullying adalah salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi dan media sosial. Berlindung di balik layar ponsel, banyak oknum yang dapat menggunakan kesempatan ini untuk menghina, menyerang ataupun merendahkan orang lain tanpa perlu mendapatkan sanksi.
Walaupun regulasi pada media sosial sudah menyatakan larangan terkait hal tersebut, tetapi sanksi yang paling berat dapat diterima pelaku adalah penghapusan akun media sosial.
Namun, terkadang terdapat beberapa kasus di mana identitas pelaku dibocorkan yang menyebabkan sanksi sosial yang diterima pelaku tersebut. Tindakan bullying dan hate speech yang sedang marak terjadi, terutama di kalangan remaja, bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.
Di era digital ini, di mana media sosial yang banyak digunakan oleh kalangan remaja membuat tindakan bullying dan hate speech semakin cepat menyebar luas.
Banyak remaja saat ini yang kurang memiliki kesadaran tentang apa yang mereka katakan kepada orang lain, apakah hal tersebut pantas dilontarkan kepada orang lain dan kemudian berlindung di balik kata bercanda.
Padahal hal tersebut sudah termasuk sebagai suatu kekerasan yang juga melanggar kebijakan hukum dan norma dalam berperilaku.
Banyak para korban dari perundungan dan hate speech menjadi depresi, gelisah, rendah diri, cemas, mengalami gangguan tidur, mengalami gangguan dalam bersosialisasi akibat trauma yang membekas, memiliki emosi yang tidak stabil, paranoid, hingga dapat mengarah pada penghabisan nyawa mereka sendiri atau orang lain yang sudah merusak hidup mereka.
Para korban perundungan juga rata-rata mengalami luka pada fisiknya, bahkan banyak yang menjadi luka permanen yang membekas dan tak bisa disembuhkan lagi.
Bagaimana hal semengerikan dan sekeji itu malah lebih banyak dilakukan oleh para remaja yang harusnya menjadi harapan bangsa di masa mendatang? Sikap tercela tersebut sudah menodai semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.
Apalagi di masa digital sekarang ini, penyebaran hate speech dan bullying menjadi lebih cepat dan mudah Karena dengan adanya teknologi serta sosial media, hanya dengan ketikan saja sudah bisa menghancurkan mental seseorang.
Pemuda-pemudi yang seharusnya menjadi pendorong perubahan dan penyebar hal positif, malah terjebak dalam perilaku ini, yang sering kali disebabkan oleh kurangnya rasa empati.
Maka karena itulah, sangat penting bagi kita semua untuk mengajarkan generasi-generasi muda tentang konsekuensi dan dampak negatif dari bullying dan hate speech, serta menanamkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan tanggung jawab dalam bersosialisasi.
Perubahan harus dilakukan, dapat dimulai dari para remaja yang berada di sekolah. Tenaga Kesehatan dapat berkolaborasi dengan dinas Pendidikan untuk membimbing dan mensosialisasikan terkait bahaya, faktor serta akibat dari bullying dan hate speech.
Perlu diciptakan kesadaran empati di setiap Perlu diedukasi pula sejak dini tentang hal empati, etika komunikasi, serta moral bermasyarakat sejak kecil. Sehingga kita dapat menghentikan siklus mematikan dari bullying dan hate speech yang sudah terlalu berlebihan dan merajarela di dunia ini, termasuk di tanah air tercinta kita, Indonesia.
Baca Juga:Â Bersama Otoklix Mencegah Bullying dan Hate Speech: Membangun Generasi Muda yang Lebih Peduli dan Berempati
Penutup/ Kesimpulan
Dengan mengangkat tema ini akan memberikan kesadaran pada masyarakat untuk tidak menormalisasi tindakan dan perkataan yang berpotensi menyakiti perasaan orang lain.
Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menghentikan perundungan. Jika kita membiarkan atau diam saja, berarti kita ikut berkontribusi dalam memperpanjang siklus ini.
Stop Bullying, Mulai dari Kita!
Bullying bukan sekedar candaan atau bualan belaka, akibat dari hal tersebut begitu fatal dan mematikan. Para korban dapat mengalami kerusakan mental, merusak kepercayaan diri, bahkan meninggalkan luka bagi orang lain. Setiap kata dan tindakan kita memiliki dampak besar bagi orang lain.
Perundungan dan hate speech  bukan hanya akan menyakiti korban, tetapi juga menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan dan ketidakadilan.
Mari hentikan bullying dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun di dunia maya. Jadilah pribadi yang lebih peduli, saling menghargai perbedaan, dan mendukung satu sama lain.
Jika melihat tindakan bullying, jangan diam! Tegur dengan bijak, laporkan jika perlu, dan tunjukkan bahwa kita semua bisa hidup berdampingan dengan damai. Mari bangun lingkungan yang lebih ramah, penuh empati, dan bebas dari kekerasan.
Penulis: Mind Ease 1
Mahasiswa Universitas Internasional Batam
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News