Pernahkah Anda membayangkan mencetak makanan favorit seperti cokelat dengan teknologi printer 3D? Kini, hal itu bukan lagi mimpi! Teknologi 3D printing bukan hanya digunakan untuk membuat benda plastik atau logam, tetapi juga telah merambah ke dunia kuliner, termasuk pencetakan cokelat. Namun, di balik kelezatan dan bentuk rumit kreasi cokelat 3D, tersembunyi rekayasa canggih yang tak kalah kompleks.
Memanfaatkan prinsip manufaktur aditif, printer 3D mencetak objek dengan menumpuk material lapis demi lapis. Dalam kasus cokelat, material “tinta” ini adalah cokelat yang dilelehkan atau diproses khusus. Proses ini memungkinkan penciptaan bentuk-bentuk geometris yang sangat rumit dan detail yang sulit atau tidak mungkin dibuat dengan metode konvensional.
Namun, mencetak cokelat 3D menghadirkan serangkaian tantangan teknis yang unik. Cokelat, yang bersifat shear-thinning (menjadi lebih cair saat diaduk atau diberi tekanan) dan sangat sensitif terhadap perubahan suhu, harus berperilaku sebagai “tinta” yang ideal: cukup cair untuk mengalir mulus melalui nozzle namun segera mengeras setelah dicetak untuk mempertahankan bentuk struktur yang dibangun lapis demi lapis. Tantangan utamanya meliputi:
- Memastikan aliran cokelat yang stabil: cokelat harus bisa keluar dari printer dengan lancar tanpa tersumbat, namun juga tidak menetes atau melebar di luar kendali.
- Membangun struktur yang kokoh: Setiap lapisan harus cukup kuat untuk menopang lapisan di atasnya dan melawan gaya gravitasi tanpa ambruk atau mengalami deformasi signifikan selama dan setelah pencetakan.
- Mengendalikan proses pengerasan: Cokelat perlu mengeras dengan kecepatan yang tepat; terlalu cepat bisa menyebabkan retak, terlalu lambat bisa menyebabkan keruntuhan struktur.
- Menjaga kualitas produk akhir: Proses pencetakan tidak boleh merusak karakteristik sensori (rasa, tekstur) atau nutrisi cokelat.
Lantas, bagaimana rekayasa teknik mesin menjawab tantangan-tantangan ini? Para peneliti berfokus pada optimasi tiga aspek kunci: sifat reologi cokelat (“tinta”), desain sistem pengeluaran (“nozzle”), dan pengendalian lingkungan pencetakan (terutama suhu).
Baca Juga:Â Mengungkap Rahasia Cokelat Ruby, Si Cokelat Pink Tanpa Pewarna
Mengendalikan Aliran dan Bentuk: Peran Reologi dan Desain Nozzle
Untuk memastikan cokelat bisa keluar dari printer dengan presisi dan mempertahankan bentuk awalnya, rekayasa berfokus pada sifat dasar materialnya (reologi) dan cara material itu dikeluarkan (desain nozzle). Cokelat yang digunakan dalam 3D printing memerlukan sifat seperti “tinta” yang ideal: memiliki viskositas dan sifat alir yang tepat.
Menurut penelitian, tekanan yang pas sangat krusial agar cokelat bisa keluar dengan lancar tanpa tersendat, dan besar tekanan ini dipengaruhi oleh kekentalan (viskositas) serta kemampuan mengalir (reologi) cokelat (Parid et al., 2025).
Selain itu, bentuk dan ukuran nozzle sangat berpengaruh. Nozzle yang terlalu kecil berisiko menyebabkan sumbatan, sementara yang terlalu besar dapat mengurangi keakuratan cetakan. Riset menunjukkan bahwa nozzle berdiameter kecil mampu mengurangi pelebaran hasil cetakan (die swell), meningkatkan presisi bentuk akhir. Suhu cetak (idealnya sekitar 36°C untuk cokelat putih) juga penting untuk menjaga konsistensi aliran.
Baca Juga:Â Sifat Rheologi Cokelat yang Menggunakan Pemanis Alami
Namun, nozzle hanyalah ujung tombak. Kemampuan cokelat berperilaku sebagai “tinta” yang ideal sangat bergantung pada sifat reologinya, terutama viskositas geser nol (viskositas saat aliran sangat lambat) dan modulus penyimpanan (G’) yang mencerminkan kekakuan material.
Viskositas geser nol yang tinggi membantu aliran stabil di bawah tekanan konstan, sementara modulus Young (yang terkait dengan G’) dan G’ yang tinggi menunjukkan material cukup kaku untuk mempertahankan bentuk setelah diekstrusi dan menahan beban lapisan di atasnya (Zheng et al., 2021). Dengan merekayasa formulasi cokelat untuk mencapai sifat reologi yang diinginkan, aliran dan stabilitas bentuk awal dapat dioptimalkan.
Membangun Struktur Kokoh: Rekayasa Termal
Selain memastikan aliran yang tepat dan sifat “tinta” yang baik, faktor krusial lain untuk mendapatkan cetakan 3D yang kokoh adalah pengendalian suhu yang sangat cermat. Proses pencetakan melibatkan pendinginan dan pengerasan cokelat yang cepat. Tiga mekanisme perpindahan panas – konduksi, konveksi, dan radiasi – berperan penting dalam menjaga suhu cokelat tetap dalam kondisi ideal selama dicetak (Rando dan Ramioli 2021).
Suhu ruangan, suhu platform cetak, dan kecepatan pencetakan semuanya mempengaruhi laju pendinginan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat menyebabkan cokelat mengerut dan retak, sedangkan pendinginan yang terlalu lambat dapat menyebabkan lapisan bawah tidak cukup kuat menopang lapisan atas, berujung pada keruntuhan struktur.
Para insinyur menggunakan teknologi seperti termografi inframerah untuk memantau suhu secara non-kontak dan sistem seperti kipas kecil atau platform cetak dengan kontrol suhu untuk mengelola laju pengerasan secara presisi, memastikan struktur yang dicetak tetap stabil.
Baca Juga:Â Alginat: Inovasi untuk Es Krim dalam Menjaga Stabilitas dan Kelembutan
Memprediksi dan Menjamin Stabilitas: Jendela Stabilitas Dimensi
Memahami reologi dan pengendalian termal adalah dasar, namun bagaimana kita dapat secara sistematis memprediksi apakah suatu formulasi cokelat akan berhasil dicetak menjadi struktur yang tinggi dan stabil tanpa harus melakukan banyak uji coba yang memakan waktu? Pendekatan sistematis diperkenalkan melalui konsep “jendela stabilitas dimensi” (Nijdam et al., 2021).
Konsep ini memadukan data reologi (G’, faktor redaman tan δ) dengan pengujian deformasi nyata untuk menghitung angka tak berdimensi yang mencerminkan rasio antara gaya gravitasi yang berusaha meruntuhkan struktur dan kekakuan “tinta” cokelat yang melawannya.
Formulasi cokelat yang berada dalam “jendela” ini dianggap memiliki stabilitas bentuk yang memadai, ditandai dengan deformasi maksimum yang minimal (misalnya di bawah 5% dalam satu jam pertama setelah pencetakan). Metode ini tidak hanya membantu memprediksi keberhasilan struktur cetak, tetapi juga menjadi panduan praktis untuk menyempurnakan komposisi “tinta” cokelat agar dapat mencetak desain yang lebih tinggi, presisi, dan tahan lama.
Baca Juga:Â Pengaruh Kafein pada Penyakit Insomnia
Dengan menggabungkan pemahaman mendalam tentang reologi, rekayasa termal, dan desain sistem pengeluaran seperti nozzle dan platform, serta memanfaatkan alat prediktif seperti jendela stabilitas dimensi, para insinyur pangan dan teknik mesin mampu mengatasi kompleksitas pencetakan cokelat 3D.
Hasilnya, teknologi ini membuka peluang baru untuk menciptakan kreasi cokelat dengan desain rumit, presisi tinggi, yang tidak hanya menarik secara visual tetapi juga mempertahankan kualitas sensori dan strukturalnya. Ini benar-benar perpaduan manis antara seni kuliner dan kecanggihan teknik!
Penulis: Ananda Putri
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar Pustaka
Lanaro M, Forrestal DP, Scheaurer S, Singer DJ, Liao S, Powell SK, Woodruff MA. 2017. 3D printing complex chocolate objects: platform design, optimization, and evaluation. Â Journal of Food Engineering. 215: 13-22.
Nijdam JJ, Bordes DL, Delvart A, Schon BS. 2021. A rheological test to assess the ability of food inks to form dimensionally stable 3d food structures. Journal of Food Engineering. 291: 110235.
Parid DM, Talib AT, Baharuddin AS, Rahman NAA, Mohamed MAP, Wakisaka M. 2025. Mechanics of 3D printing process of white chocolate. Journal of Food Engineering. 391: 112429.
Rando P, Ramioli. 2021. Food 3D printing: effect of heat transfer on print stability of chocolate. Journal of Food Engineering. 294: 110415.
Zheng Z, Zhang M, Liu Z. 2021. Investigation on evaluating the printable height and dimensional stability of food extrusion-based 3D printed foods. Journal of Food Engineering. 306: 110636.
Ikuti berita terbaru di Google News