Dinasti Politik Menjadi Nepotisme Baru

Dinasti Politik
Dinasti Politik

Apakah Dinasti Politik di Indonesia berulang kembali seperti masa lalu? Ini mencerminkan kuatnya oligarki dalam struktur pemerintahan. Menurut saya budaya nepotisme berdampak buruk kepada negara dan masyarakat. Istilah Dinasti Politik sering diinterpretasikan sebagai kekuasaan turun-temurun tanpa kriteria atau kemampuan yang memadai dan seharusnya bisa dikonotasikan sebagai regenerasi yang mumpuni. Tentu saja generasi kedua bisa menjadi penerus, asalkan mereka mampu sesuai bidang pendidikannya, pengalaman dalam bermasyarakat dan, juga di bidang politik. Pemilihannya bisa dengan cara proses rekrutmen dan kaderisasi yang demokratis dalam masyarakat.

Sayangnya nepotisme dan dinasti politik kadang mematikan unsur demokrasi. Di Indonesia sejak zaman Orde lama, Orde baru, serta Reformasi. Perbedaannya, pada zaman Orde Lama, generasi kedua dari Sukarno, memerlukan waktu 20 tahun untuk menjadikan putrinya untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Selanjutnya, di era Presiden Suharto, generasi kedua menduduki jabatan menteri pada saat Pak Soeharto masih menjabat. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, generasi kedua menduduki jabatan di pemerintahan setelah Pak SBY tidak lagi menjabat.

Bahkan kita jumpai di zaman Reformasi ini, generasi kedua akan menduduki jabatan di pemerintahan, banyak berasal dari para tokoh pemerintahan yang sedang menjabat saat ini. Seperti putra Presiden Jokowi, putri Wakil Presiden Ma’Ruf Amin, putra putri Menteri, putra putri pejabat partai dan juga pejabat daerah.

Bacaan Lainnya
DONASI

Jokowi Membangun Dinasti?

Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap komentar media tentang Dinasti Politik dalam pemilihan. Ia mengatakan bahwa ia disenangi dan dipilih oleh warga Solo sebagai calon walikotanya. Gibran menilai bahwa masyarakat Solo sudah cukup terdidik soal Dinasti Politik sehingga ia merasa bahwa keputusan ini tidak terkait dengan Dinasti Politik. Mengingat pada zaman dahulu, Solo adalah kerajaan kekuasaan yang turun-temurun. Dari perspektif saya, justru karena masyarakat Solo sudah mengerti bahkan terbiasa dengan budaya Dinasti Politik, maka sangat memungkinkan Gibran diterima dengan mudah.

Saya pikir masalah dalam situasi ini bukan soal hak warga Solo untuk memilih, tetapi ini lebih tentang bagaimana Gibran mengajukan dirinya sebagai calon walikota Solo di saat  ayah kandungnya menjabat sebagai Presiden RI. Secara tidak langsung tentu saja ini memberikan dapat prerogatif kepada Gibran. Selain itu menurut saya, Gibran belum mempunyai pengalaman politik yang cukup. Gibran mengklarifikasi bahwa Pak Jokowi tidak memaksanya untuk mencalonkan diri di bidang politik, seperti dinyatakan olehnya kepada BBC Indonesia.

Sebagai putra Presiden Jokowi, ia memiliki akses ke semua sumber daya mulai dari jaringan, birokrasi, hukum, keuangan, dan yang lain-lainya maka menurut saya itu kurang adil. Semoga itu tidak disalahgunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Contoh Kaderisasi Lain

Selain putranya Presiden Jokowi, putri Wakil Presiden Ma’Ruf Amin, Siti Nur Azizah, juga mencalonkan diri sebagai calon walikota Tangerang Selatan. Azizah menyatakan bahwa beliau bukan bagian dari dinasti politik. Dia juga menegaskan bahwa kegiatan pengabdian pada masyarakat adalah tujuan utama beliau untuk menjabat.

Seharusnya istilah Dinasti Politik bisa dikonotasikan dengan arti yang lebih positif. Seperti yang dikatakan oleh Megawati Sukarno Putri, yang juga merupakan produk Dinasti Politik dari Bapak Presiden RI pertama, Sukarno, kepada tribunnews, bahwa pemaksaan terhadap anak muda yang kurang mampu untuk memimpin bangsa itu tidak baik.Saya setuju dengan pendapat Megawati. Pertimbangan emosional sepertinya seringkali dipentingkan daripada pertimbangan kemampuan dan kemasyarakatan.

Puan Maharani, putri Megawati, mempunyai jenjang pengalaman politik, dimulai dari posisi partai, kemudian anggota DPR, menjadi menteri dan akhirnya menjadi ketua DPR. Menurut saya itu penting setidaknya untuk memiliki pengalaman menjabat dalam beberapa posisi pemerintahan sebelum menjadi ketua DPR.Hal itu menunjukan bahwa kemungkinan dia diangkat karena potensi yang dimilikinya. Apakah ada faktor Nepotisme dan unsur Dinasti Politik di dalamnya? Tentu saja ada.

Generasi Penerus Bangsa

Untuk membuktikan apakah generasi kedua tersebut itu mampu dan layak atau tidak, saya mempertanyakan seandainya, pejabat pejabat pemerintahan sedang tidak dalam posisi menjabat, apakah tepat waktunya untuk generasi keduanya mencalonkan diri Menurut saya seharusnya calon pejabat yang diusulkan oleh partai, harus mempunyai kredibilitas terlebih dahulu di masyarakat. Baru kemudian bisa diusung sebagai calon yang mampu menduduki jabatan tertentu. Apabila tidak demikian, maka partai tersebut sebenarnya tidak tepat jika memilih calon calon pejabat tersebut.

Seharusnya generasi kedua membangun karir politiknya sendiri terlebih dahulu secara bertahap sampai dirasa cukup untuk mencalonkan sebagai pejabat pemerintahan. Mereka harus mampu menguji kemampuannya tanpa mengandalkan jabatan generasi pertama.Dalam hal itu, menurut pendapat saya, seharusnya pemerintahan bisa memberikan contoh yang lebih baik dalam kaderisasi calon pejabat pemerintahan. Menurut saya, Dinasti Politik dan Nepotisme sebenarnya tidak bisa dihindari. Akan selalu ada rekomendasi dari para ahli dan juga mereka yang memiliki posisi tinggi mengenai siapa yang akan dipilih. Hal positif yang bisa diambil dari kenyataan ini adalah efisiensi proses pemilihan.

Akan tetapi, jika orang-orang dipilih karena Nepotisme, apa gunanya memiliki sistem demokrasi? Karena saya telah menyatakan bahwa nepotisme tidak bisa dihindari, salah satu solusinya adalah memperketat proses evaluasi pemilu. Harus di pertimbangkan semua kompetensi yang diperlukan untuk posisi yang diinginkan oleh calon, seperti latar belakang pendidikan yang sesuai, pengalaman di bidang politik atau pemerintahan, visi misi yang tepat, dan lain-lainnya.

Nadia Pramaramya Putri Sarosa
Mahasiswa Sampoerna University

Editor: Muflih Gunawan

Baca Juga:
Panggung Politik Pejabat Milenial
Antara Banjir dan Politik Presiden 2024
Selamat Datang Indonesia, di Era Politik Post-Truth

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI