Antara Banjir dan Politik Presiden 2024

Banjir di awal tahun 2020 tercatat menjadi salah satu bencana banjir yang cukup dahsyat di sepanjang sejarah Jabodetabek. Malam tahun baru pun ditemani dengan hujan lebat yang membuat sebagian masyarakat enggan menyalakan kembang api dan berbakar jagung. Benar saja, pada tanggal satu januari 2020, air mulai meluap memasuki pemukiman warga. Ketinggian yang tercatat pun tak main – main, tingginya bermeter dan menyebabkan kerugian yang tak sedikit bagi masyarakat. Data tentang penyebab dan cara penanggulangan banjir pun menjadi data yang sangat dicari pemerintah dan jajaran menteri negara.

Dua pendapat dikemukakan oleh dua pejabat negeri. Kedua pendapat berasal dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Anies baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta menyanggah pendapat Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Perdebatan semakin mencuat di pemberitaan hingga spekulasi – spekulasi masyarakat mulai bermunculan bahwa banjir Jakarta dijadikan sebagai sarana unjuk gigi Anies untuk politik pemilihan presiden 2024. Masyarakat menilai hal ini dengan penilaiannya masing – masing, tak sedikit yang menyayangkan cara kerja Anies sebagai gubernur. Bahkan baru – baru ini masyarakat melayangkan gugatan kepada Anies ke pengadilan negeri atas ketidakseriusannya dalam mengelola Jakarta.

Dua kubu bermunculan, pro dan kontra. Mereka yang pro bahkan berstatement “Kalo ada pemilihan presiden sekarang, Anies yang menang!” Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa “Mengurus banjir saja masih remed, mau jadi presiden.” Statement demi statement beterbangan seiring dengan bencana awal tahun. Bukannya bantuan yang mengalir, malah politik yang mencuat. Meskipun di beberapa titik di Jabodetabek banjir sudah mulai surut, namun banyak juga masyarakat yang masih membutuhkan penanggulangan banjir. Tak dapat dipungkiri, kekecewaan masyarakat mulai terlihat.

Bacaan Lainnya

Kritikan demi kritikan dilontarkan masyarakat dan netizen dunia maya. Namun tak ada balasan khusus dari Anies untuk masyarakat. Ngakunya “Fokus atasi masalah, abaikan dunia maya”, namun sampai sekarang tak ada langkah antisipasi lain yang diajukan. Pak Basuki Hadimuljono hingga saat ini masih mengajukan solusi yang sama terkait penanganan banjir. Solusi tersebut berhubung langsung dengan sungai Ciliwung. Normalisasi harus dilakukan di sepanjang sungai Ciliwung, namun baru 16 km yang dieksekusi. Masih ada 17 km lagi yang masih menjadi PR Anies Baswedan. Sampai saat ini, normalisasi Ciliwung masih mandek.

Untuk mengantisipasi banjir susulan, pemerintah melakukan rekayasa cuaca. Rekayasa ini dilakukan dengan cara menaburkan garam di awan sehingga hujan jatuh sebelum waktunya di area perairan sekitaran selat Sunda. Berton – ton garam pun sudah ditebarkan di atas awan, dampaknya curah hujan di kawasan Jabodetabek berkurang drastis hingga mencapai 50 persen. Hanya gerimis – gerimis kecil saja yang sekarang mengguyur kawasan daratan. Namun dengan rekayasa ini, tetaplah harus ada antisipasi lain dari pemerintah untuk mencegah banjir secara berkelanjutan.

Bencana tak boleh dijadikan media ajang unjuk kekuatan. Bagaimanapun, masyarakat tetaplah urusan utama. Urusan politik tidak boleh dicampurtangankan dengan penderitaan rakyat. Para pejabat negeri pun sudah sepatutnya saling berdiskusi dalam penyelesaian masalah. Tak salah punya pendapat sendiri, namun juga tak boleh ngeyel apalagi jika kengeyelan itu dapat mengundang kerugian masyarakat banyak. Antara banjir awal tahun dengan politik pemilihan presiden 2024, pada hakikatnya tak boleh disatupadukan. Sudah sepatutnya pula, para elite saling berkolaborasi dalam penanganan bencana banjir awal tahun ini supaya bencana yang sama tak terulang di tahun-tahun berikutnya.

Dara Ginanti
Mahasiswi Universitas Sampoerna x with The University of Arizona
Instagram: @daraginanti

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI