Doom spending pada mahasiswa merupakan fenomena yang semakin mengemuka seiring meningkatnya tekanan akademik dan sosial. Mahasiswa mengalami berbagai tantangan, mulai dari tugas kuliah yang menumpuk hingga tekanan sosial, yang memicu stres dan kecemasan.
Dalam situasi ini, banyak mahasiswa menjadikan belanja impulsif sebagai pelarian sementara dari perasaan tertekan, yang dikenal sebagai “doom spending.” Fenomena ini mengacu pada kebiasaan mengeluarkan uang tanpa perencanaan sebagai respons terhadap tekanan emosional.
Berdasarkan survei, lebih dari 60% mahasiswa mengaku terlibat dalam perilaku ini, terutama disebabkan oleh beban tugas yang berat, krisis identitas dan masalah pribadi. Media sosial semakin memperparah kondisi ini dengan tren belanja online dan penawaran diskon, yang kerap kali sulit dihindari.
Dampak dari Doom spending tidak hanya mengancam stabilitas finansial mahasiswa—yang berpotensi memicu hutang dan krisis keuangan jangka panjang—tetapi juga memperburuk kondisi psikologis, seperti munculnya rasa bersalah dan kecemasan yang lebih mendalam setelah berbelanja impulsif.
Namun, mahasiswa dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi kebiasaan ini, seperti mempelajari pengelolaan keuangan yang lebih baik dan mencari cara-cara positif untuk mengatasi stres. Melakukan meditasi, berolahraga, atau berbicara dengan teman-teman dapat menjadi alternatif yang lebih sehat untuk meredakan tekanan tanpa dampak negatif yang berkepanjangan.
Baca Juga: Marketplace Bisa Menimbulkan Impulsive Buying?
Fenomena doom spending juga erat kaitannya dengan perubahan perilaku konsumsi mahasiswa di era digital. Kemudahan akses terhadap aplikasi belanja online dan promo yang menggiurkan sering kali membuat mahasiswa tergoda untuk berbelanja meskipun barang tersebut tidak benar-benar dibutuhkan.
Kondisi ini diperparah oleh pengaruh media sosial, di mana kehidupan glamor dan standar gaya hidup tinggi yang ditampilkan seringkali memicu rasa iri dan keinginan untuk mengikuti tren. Akibatnya, mahasiswa cenderung melakukan pembelian impulsif untuk memperoleh kepuasan instan yang sayangnya hanya bersifat sementara.
Tidak hanya mempengaruhi finansial, doom spending juga membawa dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental. Pola konsumsi yang impulsif dapat mengurangi kemampuan mahasiswa dalam mengelola emosi secara sehat, membuat mereka lebih rentan terhadap stres dan tekanan yang lebih berat.
Kesenangan sementara dari belanja impulsif kerap kali diikuti dengan rasa menyesal, kecewa dan cemas terkait kondisi keuangan mereka. Hal ini membuat mereka terjebak dalam siklus yang sulit dihentikan—menggunakan belanja sebagai pengalih stres yang akhirnya justru memperburuk kondisi psikologis.
Untuk mengatasi kebiasaan doom spending ini, mahasiswa disarankan untuk memperkuat kesadaran diri dalam mengelola keuangan dan emosi. Misalnya, membuat anggaran bulanan yang terstruktur sehingga dapat membantu mengontrol pengeluaran.
Selain itu, menggantikan perilaku belanja impulsif dengan aktivitas yang lebih produktif dan menyenangkan, seperti membaca, mengikuti komunitas yang positif, atau berolahraga, dapat menjadi cara untuk mengalihkan perhatian dari keinginan berbelanja.
Pendekatan ini tidak hanya membantu mahasiswa menjaga keuangan mereka, tetapi juga membangun kebiasaan yang lebih sehat dalam menghadapi tekanan hidup.
Penulis: Syifaul Fuaddah
Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News