Filsafat Manusia: Meninjau Hakikat Tujuan Hidup Manusia dalam Perspektif Islam

Perihal hakikat tujuan hidup manusia merupakan suatu hal yang menyangkut aspek filosofis. Manusia berbeda dengan binatang, karena manusia mempunyai akal pikiran yang sehat. Terkadang dan pada saat-saat tertentu manusia akan mulai memikirkan, mulai menanyakan sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri bahkan keberadaan dirinya sendiri. Hal inilah yang kita sebut dengan Filsafat manusia. Pada intinya Filsafat manusia merupakan segala sesuatu yang meyangkut manusia sebagai objek kajian.

Kita harus memahami bahwa hidup memiliki suatu tujuan. Tujuan merupakan bagian dari suatu nilai yang dianggap penting. Oleh karena itu, hidup akan bermakna jika kita berhasil melaksanakan suatu tujuan hidup. Mencari hakikat tujuan manusia merupakan salah satu dari tujuan filsafat manusia itu sendiri.

“Apakah tujuan hidup manusia?” Sebuah pertanyaan singkat dimana para filsuf terus memikirkannya sampai saat ini. Para filsuf pun menilai dan mengkaji mengenai hakikat tujuan manusia dan hasilnya pun tentu ada perbedaan pemikiran antara yang satu dengan yang lainnya. Salah satunya pemikiran yang terkenal mengenai tujuan hidup manusia adalah pendapat dari Aristoteles yang mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai eudaimonia (kebahagiaan). Oleh karenanya, kebahagiaan merupakan sesuatu yang bernilai terhadap dirinya.

Tinjauan Tujuan Hidup Manusia Dalam Agama Islam

Kebenaran akan hakikat tujuan hidup manusia merupakan sesuatu hal yang nisbi. Nah, bagaimana jika hakikat tujuan hidup manusia ditinjau dari perspektif Agama? Orang yang menganut suatu agama, sudah sewajarnya apabila mempercayai apa yang dikatakan Tuhan.

Bacaan Lainnya

Tujuan hidup manusia seharusnya sama dengan tujuan Tuhan menciptakan manusia. Manusia yang hidup di dunia ini tidak lepas dari peran Tuhan dalam menciptakan manusia. Dalam proses dan hasil ciptaanNya, tentu Tuhan memiliki unsur kesengajaannya dalam menciptakan manusia. Suatu alasan dimana manusia harus tunduk atas alasan Tuhan menciptakan manusia.

Jika kita kaji dalam beberapa agama, mungkin tujuan Tuhan menciptakan manusia jelas berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kepercayaan masing-masing orang berdasarkan agama yang dianutnya. Orang yang beragama Islam dalam meninjau tujuan hidup manusia, tentu melihat perspektifnya dari pedoman agamanya. Seperti yang kita tahu bahwa pedoman hidup umat muslim yaitu Kitab suci Al-Qur’an.

Di dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).

Jika kita tinjau dari ayat tersebut, sudah jelas bahwa manusia dalam hidup ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada Tuhan karena seperti yang sudah saya jelaskan di atas bahwa tujuan hidup manusia seharusnya sama dengan tujuan Tuhan menciptakan Manusia.

Ibadah tentu banyak bentuknya, ibadah di sini memiliki arti yang sangat luas yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan. Tetapi di dalam kehidupan dunia saat ini, faktanya banyak manusia yang justru tidak beribadah kepada Penciptanya. Mereka tidak mengamalkan apa yang diperintah Tuhan dan mereka tidak menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan.

Hal ini berarti ada suatu kekeliruan manusia dalam memahami hakikat hidupnya dalam menentukan tujuan hidunyap. Jika memang benar tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Tuhan, namun dilihat dalam keadaan faktanya justru banyak manusia yang tidak beribadah kepada Tuhan, apakah hal ini berarti tujuan Tuhan menciptakan manusia bisa dikatakan “gagal”?

Pertanyaan seperti ini merupakan salah satu hal yang sering saya tanyakan dalam benak pikiran otak saya dan salah satu hal yang sering saya tanyakan kepada orang-orang mengenai tujuan hidup manusia. Supaya manusia tunduk kepada Tuhan dan beribadah kepadanya, lantas mengapa Tuhan justru menciptakan manusia dengan memberinya akal dan hawa nafsu? Bukankah dengan memberikan akal dan hawa nafsu kepada manusia hanya akan mengakibatkan manusia mempunyai kebebasan dalam bertindak?

Kebebasan dalam bertindak inilah yang akan menimbulkan manusia dalam melanggar tujuan Tuhan menciptakan manusia. Dari hal tersebut, terjadi suatu kontradiksi antara tujuan Tuhan menciptakan manusia dengan hasil manusia yang diciptakan Tuhan.

Kritis dalam agama merupakan sesuatu hal yang wajar dalam proses mencari kebenaran. Mempertanyakan kepada banyaknya orang merupakan bagian dari proses mencari kebenaran. Oleh karena itu, saya berharap orang-orang pun harus mulai memikiran dirinya sendiri, dan dapat mendapatkan sebuah jawaban yang memuaskan atas sebuah pertanyaaan yang ada di dalam kepalanya.

Fahmi Miftahulzaman
Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan UPI 2017

Baca juga:
Menyoal Kembali Pemaknaan Radikal
Meneguhkan GmnI sebagai Garda Pemersatu Bangsa
Eksistensi Pancasila di Tahun Politik

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses