Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, dunia juga mengalami perkembangannya di berbagai bidang. Salah satunya adalah kemajuan di bidang kesehatan yaitu teknik transplantasi organ.
Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik.
Pada saat ini, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang memerlukan, walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan, yaitu untuk orang yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada 3 pihak terkait dengannya: pertama, donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya sakit atau terjadi kelainan. Kedua: resepien, yaitu orang yang menerrima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain ha, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada pasien.
Baca juga: Bagaimana Hukum Jual Beli Organ Tubuh Untuk Transplantasi?
Transplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah dikaji oleh para fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini adalah anak kandung dari kemajuan ilmiah dalam bidang pencangkokan anggota tubuh, dimana para dokter modern bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam memindahkan organ tubuh dari orang yang masih hidup/sudah mati dan mencangkokkannnya kepada orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak karena sakit dan sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada tempatnya sebelum di ambil.
Dalam syariah seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka, hukumnya tidak diperbolehkan. Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Qur’an Surah. An–Nisa ayat 29: ” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
Islam tidak membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak berfungsinya organ tubuhnya, tanpa usaha-usaha penyembuhannya secara medis dan non medis, termasuk pencangkakokan organ tubuh, yang secara medis memberi harapan kepada yang bersanngkutan untuk bisa bertahan hidup dengan baik.
Hadist Nabi: “bertobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesunggguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, kecuali Dia juga meletakkan obat penyembuhnya, selain satu penyakit yaitu penyakit tua.”
Hadist ini menunjukkan bahwa umat islam wajib berobat jika menderita sakit, apapun macam penyakitnya, sebab setiap penyakit merupakan berkah kasih sayang Allah.
Baca juga: Diabetes: Pengertian, Penyebab, Faktor Risiko, Gejala, Diagnosis dan Pengobatan
Penjualan organ tubuh sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut: Seseorang tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.
Sebuah hadis menyatakan, “Diantara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat adalah mereka yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.”
Dengan demikian, jika seseorang menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli tidak memiliki hak apapun atas diri manusia itu, karena sejak awal hukum transaksi itu sendiri adalah haram. Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam arti bahwa hal tersebut dapat mengakibatkan diperdagangkannya organ-organ tubuh orang miskin dipasaran layaknya komoditi lain.
Transplantasi organ hukumnya mubah, dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Transplantasi ini dapat diqiyaskan dengan donor darah dengan illat bahwa donor darah dan organ tubuh dapat dipindahkan tempatnya, keduannya suci dan tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja setelah perpindahan itu terjadi maka tanggungjawab atas organ itu menjadi tanggungan orang yang menyandangnya.
Tim Penulis:
1. Cici Tri Mulyani
Mahasiswa Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
Referensi:
Zuhdi, masjfuk. 1997. Masa’il Fiqhiyah. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
http://suwandy93.blogspot.co.id/2015/04/makalah-transplantasi-organ-tubuh.html