Bagaimana Hukum Jual Beli Organ Tubuh Untuk Transplantasi?

Jual Beli Organ Tubuh

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Kesehatan sudah cukup pesat. Sebagai contoh adanya transplantasi organ tubuh manusia. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik.

Pada masa lalu transplantasi belum bisa dilakukan. Namun dengan kemajuan teknologi saat ini hampir semua organ tubuh manusia dapat dicangkok dan memungkinkan untuk di transplantasi.

Transplantasi menurut ahli kedokteran ialah pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain.

Bacaan Lainnya
DONASI

Adapun transplantasi dalam literatur Arab kontemporer dikenal dengan istilah naql al-a’da’ atau juga disebut dengan zar’u al-a’da’. Kalau dalam literatur Arab klasik transplantasi disebut dengan istilahal-wasl (penyambungan). Sedang transplantasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pencangkokan.

Semakin mudahnya proses transplantasi organ tubuh ini membuat permintaan terhadap transplantasi ini meningkat, sehingga meningkat pula permintaan terhadap donor organ tubuh.

Pada awalnya donor untuk transplantasi organ tubuh ini hanya berasal dari keluarga penerima donor, tetapi semakin meningkatnya permintaan terhadap organ tubuh pendonor ini menyebabkan banyaknya kasus jual – beli organ tubuh.

Jual beli organ tubuh manusia sudah lama mencuat ke permukaan, dan ini sudah banyak terjadi di setiap negara bahkan di Indonesia. Berbagai sebab terjadinya penjualan organ tubuh di antaranya, karena kemiskinan, karena ingin menolong sesama, karena bisnis tindak kejahatan seperti penjualan orang yang bertujuan untuk dibunuh (dimatikan) lalu organ tubuhnya akan digunakan untuk keperluan medis.

Lantas bagaimana pandangan ulama fiqIh mengenai masalah kontemporer tentang hukum jual beli organ tubuh ini?

Menurut Ahad Al-Tulabah al-‘Ilm yang dikutip oleh Imam Mustof, Mengenai hukum jual beli anggota tubuh manusia, kalangan ulama fikih ada yang berpendapat boleh dan ada yang melarang.

Baca Juga: Insecure Terhadap Diri Sendiri. Apakah perlu?

Kalangan Ulama Fiqh yang Mengharamkan

Adapun kalangan yang mengharamkannya berargumen dengan argumentasi sebagai berikut:

  1. Anggota tubuh manusia pada dasarnya tidak menjadi hak miliknya, tidak diizinkan baginya untuk menjualnya, apabila dijual, maka sama saja menjual barang yang bukan menjadi hak miliknya, dan ini tidak sah, karena tidak memenuhi syarat jual beli (barang yang di jual merupakan milik penjual sepenuhnya).
  2. Jual beli anggota tubuh merupakan perbuatan yang melecehkan manusia, padahal Allah sangat memuliakannya, maka hal ini bertentangan dengan syara’. Maka sangat wajar ulama berargumen dengan alasan karena Allah memuliakan manusia.

Menurut Syaikh ‘Iladdin Al-Hashkafi sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, menjelaskan tentang barang yang tidak boleh diperjualbelikan: Rambut manusia tidak boleh dijual, karena kemuliaan manusia, meskipun dia kafir.

Imam Al-Nawawi dalam kitab Raudah Al-Talibin yang dikutip oleh Imam Mustofa mengatakan bahwa dalam keadaan darurat pun seseorang memotong anggota tubuhnya sendiri demi untuk menyelamatkan orang lain atau dirinya sendiri, begitu juga orang lain tidak diperbolehkan memotong organnya untuk menyelamatkan orang-orang tadi untuk diberikan orang lain yang sedang dalam keadaan darurat.

Baca Juga: Konflik FPI dan Habib Rizieq Shihab dengan Pemerintah

Islam sangat menjunjung tinggi kemuliaan manusia, baik yang hidup ataupun mati. Sebab manusia memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki makhluk lain. Manusia dikarunia bentuk yang sempurna, akal yang cerdas dan kemampuan untuk mengatur alam semesta ini.

Maka wajar Allah memuliakan manusia atas makhluk lainnya. Karena itulah, kita dilarang menginjak-injak martabat orang lain. Seseorang tidak boleh merusak jiwa, perasaan, harga diri, hak orang lain dan hak diri sendiri bahkan mayat sekalipun. Sebaiknya kita wajib melindungi dan memuliakannya.

Kalangan Ulama yang Memperbolehkan

Selanjutnya menurut Ahad Al-Tulabah al-‘Ilm yang dikutip oleh Imam Mustofa, argumen ulama yang memperbolehkan antara lain yaitu sebagai berikut:

  1. Jual beli organ tubuh boleh karena diqiyaskan diperbolehkannya jual beli susu manusia. Sebagaimana diketahui, kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah memperbolehkan jual beli susu seorang wanita yang telah ditempatkan pada suatu wadah (dikemas). Susu merupakan yang suci, bermanfaat serta menjadi nutrisi bagi manusia. Kalangan Malikiyah tidak memperbolehkannya karena susu manusia merupakan bagian yang terhormat, bila dijual belikan berarti merendahkan;
  2. Diqiyaskan dengan adanya kewajiban mengambil diyat anggota tubuh yang telah hilang.
  3. Diqiyaskan dengan jual beli budak, apabila manusia seutuhnya boleh, maka sebagian tubuh manusa juga boleh untuk diperjual-belikan

Langkah yang Bisa Dilakukan untuk Mendapatkan Organ Tubuh untuk Transplantasi selain dengan Transaksi Jual Beli

man in white dress shirt wearing white goggles

Komisi Fiqh menjelaskan bahwa boleh memindahkan anggota tubuh manusia untuk penyelamatan dalam keadaan darurat, hanya saja tidak dilakukan dengan transaksi jual beli. Langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan ganti rugi.

Dari uraian di atas terdapat perbedaan pendapat mengenai jual-beli organ tubuh manusia, perbedaan tersebut didasari oleh kaidah yang sesuai ajaran Islam.

Menyelamatkan atau menjaga jiwa hukumnya adalah wajib, oleh karena itu upaya-upaya dalam penyelamatan jiwa hukumnya wajib pula. Namun demikian, menjual orang tubuh dalam rangka menyelamatkan jiwa tidak diperbolehkan atau haram.

Baca Juga: Mengembangkan Budaya Toleransi Antarumat

Menurut hukum Islam, apa pun alasannya jual beli organ tubuh hukumnya adalah haram. Alasan dari diharamkannya kegiatan ini, karena kegiatan jual beli organ tubuh tersebut telah melanggar atau tidak sesuai dengan ajaran dalam hukum Islam.

Selain hukum Islam yang melarang dilakukannya kegiatan ini, hukum di Indonesia juga tidak memperbolehkan adanya kegiatan ini. Hal ini tercantum dalam pasal 33 ayat (2) UU No. 23/1992 tentang Kesehatan dan pasal 17 PP No.1811981 tentang bedah mayat klinis dan anatornis.

Hukum Islam yang memperbolehkan adanya transplantasi organ tubuh, asalkan pada kegiatan tersebu tidak mengarah pada permintaan imbalan sejumlah uang tertentu yang telah diprasyaratkan sebelumnya, yang dikhawatirkan akan mengarah pada jual beli organ tubuh.

Tetapi jika memang terjadi pemberian imbalan atas suatu organ tubuh yang telah diberikan seseorang pada orang lain tersebut, hal itu boleh saja dilakukan asalkan pada saat pemberian imbalan tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya dan tidak ditentukan besar imbalannya Dengan kata lain pemberian imbalan kepada si pemilik organ oleh si penerima organ tersebut, harus dilakukan seikhlasnya sebagai ganti rugi bukan bentuk dari jual beli.

Selvi Maulida Sulisetiawati
Mahasiswa Ekonomi Syariah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI