Makassar – Aksi Massa Tolak RUU Cipta Kerja mengundang perhatian banyak masyarakat. Tidak hanya masyarakat di Pulau Jawa, aksi massa juga terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Adapun aksi tersebut dilakukan dalam rangka mengecam Pemerintah dan DPR agar segera membatalkan keberadaan RUU Cipta Kerja, yang mana diyakini memuat banyak kejanggalan. Baik itu secara muatan akademis maupun proses menuju pengesahan RUU tersebut.
Tetapi, alih-alih mendapat respon yang baik. Aksi massa yang terjadi di Makassar justru berakhir ricuh. Tak sedikit masyarakat yang “dihabisi” oleh aparat ketika kerusuhan itu terjadi. Bahkan ada beberapa pihak yang tidak bersalah justru dianiaya oleh oknum kepolisian.
Satu di antaranya ialah seorang pria berinisial AM. Seorang dosen di salah satu universitas ternama di Makassar. Dalam pengakuannya ia menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi massa tolak RUU Cipta kerja Omnibus Law itu. Tetapi justru dianiaya oleh pihak kepolisian.
Dalam pengakuannya pula, saudara AM mengatakan bahwa hari kamis (08/10/2020) pukul 21.20 WITA ia menuju ke salah satu tempat makan yang berada di daerah Racing. Setelah makan ia menuju tempat print yang terletak di depan Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Setibanya di lokasi, ia melihat banyak kerumunan massa tolak omnibus law sehingga ia memutuskan untuk rehat sejenak di depan Alfamart daerah sana sembari menyaksikan situasi demo.
Nahasnya, saat pukul 21.39 WITA oknum polisi menyisir di sekitar tempat ia duduk dengan kepulan gas air mata. AM yang menyadari bahwa situasi semakin memanas akhirnya memutuskan untuk menghindar, tetapi, ia justru terjebak di dalam kerumunan massa. Tak lama berselang oknum polisi menyeret AM dan memukulnya di bagian pipi sebelah kanan. Pada saat bersamaan pula ia juga berusaha menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang dosen sembari menunjukkan KTPnya dan bukan peserta aksi massa. Tetapi, oknum kepolisian tersebut tidak menghiraukannya dan tetap melakukan penganiayaan terhadap AM sampai akhirnya ia diseret menuju mobil untuk dibawa ke Kantor Polisi.
Di Kantor Polisi pun ia masih mendapatkan perlakuan buruk, yakni oknum polisi secara membabi buta menggunting rambut AM. Lama berselang sekira satu hari kemudian. Tepat pada hari jumat pukul 23.00 WITA saudara AM dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.
Walaupun telah dibebaskan dan tidak terbukti bersalah, beberapa pihak menyatakan sikap mengecam tindakan represif oknum aparat kepolisian yang mana sudah di luar batas wajar. Salah satu yang mengecam tindakan tersebut ialah Keluarga Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta (IKAMI SULSEL CAB D.I.YOGYAKARTA).
IKAMI SulSel Cab. D.I.Yogyakarta dengan hormat meminta agar pemerintah dan terlebih khusus pihak kepolisian segera menindaklanjuti tindakan represif yang menimpa AM. Agar kiranya bukan hanya oknum kepolisian tapi seluruh pihak kepolisian dapat lebih bertanggung jawab atas tindakan semena-mena seperti yang dialami oleh Saudara AM. Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi lagi dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Adapun catatan luka-luka yang diderita AM dari oknum kepolisian diantaranya: memar pada kelopak mata bagian kiri, bengkak pada kepala bagian kanan, luka pada hidung, memar pada paha sebelah kanan, tangan kiri dan kanan terdapat luka-luka, punggung sebelah kanan dan pinggang luka-luka, serta memar pada dahi./san