Indonesia Ternyata Jadi Tujuan Tempat “Membuang” Pakaian Bekas dari Negara Lain

Pakaian Bekas
Ilustrasi Pakaian Bekas (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Abstrak

Indonesia saat ini menghadapi permasalahan serius terkait impor pakaian bekas dari luar negeri yang tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi dan industri tekstil lokal, tetapi juga menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.

Meskipun pemerintah telah melarang impor pakaian bekas melalui peraturan resmi, praktik penyelundupan dan perdagangan ilegal masih marak terjadi. Pakaian bekas dari negara-negara maju kerap kali dibuang ke negara berkembang seperti Indonesia, menjadikan negeri ini semacam “tempat sampah tekstil global”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia, serta menelaah kebijakan dan tantangan dalam penegakan hukum.

Melalui pendekatan kualitatif dan studi kasus di beberapa pelabuhan serta pusat penjualan pakaian bekas, ditemukan bahwa lemahnya pengawasan, tingginya permintaan pasar, dan kurangnya kesadaran konsumen menjadi faktor utama yang mendukung praktik ini terus berlangsung.

Bacaan Lainnya

Diperlukan upaya terpadu antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk menanggulangi masalah ini melalui edukasi, penegakan regulasi, serta promosi terhadap produk tekstil lokal yang berkelanjutan

Kata Kunci: pakaian bekas, impor ilegal, limbah tekstil, Indonesia, industri tekstil, lingkungan

 

Abstract 

Indonesia is currently facing serious problems related to imports of used clothing from abroad which not only impact the local economy and textile industry, but also cause environmental and health problems. Although the government has banned the import of used clothing through official regulations, smuggling and illegal trade practices are still rampant.

Used clothing from developed countries is often dumped in developing countries such as Indonesia, making this country a kind of “global textile dump”. This study aims to examine the social, economic, and environmental impacts of the entry of imported used clothing into Indonesia, as well as to examine policies and challenges in law enforcement.

Through a qualitative approach and case studies at several ports and used clothing sales centers, it was found that weak supervision, high market demand, and lack of consumer awareness are the main factors that support this practice to continue.

Integrated efforts are needed between the government, industry players, and the community to overcome this problem through education, enforcement of regulations, and promotion of sustainable local textile products.

Keywords: used clothing, illegal imports, textile waste, Indonesia, textile industry, environment

 

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar terkait masuknya pakaian bekas impor dari negara-negara maju. Meskipun praktik impor pakaian bekas telah dilarang melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022, kenyataannya pakaian bekas tersebut masih terus mengalir masuk ke pasar-pasar lokal melalui jalur ilegal.

Fenomena ini bukan hanya menjadi persoalan hukum, tetapi juga berdampak signifikan terhadap industri tekstil dan konveksi dalam negeri yang kesulitan bersaing dengan harga murah dari barang bekas impor.

Lebih jauh lagi, masuknya pakaian bekas dalam jumlah besar memunculkan persoalan lingkungan yang serius. Banyak pakaian yang tidak layak pakai berakhir sebagai limbah, menambah beban tempat pembuangan akhir dan memperparah pencemaran, terutama karena sebagian besar pakaian terbuat dari bahan sintetis yang sulit terurai.

Di sisi lain, praktik ini mencerminkan adanya relasi global yang timpang, di mana negara berkembang seperti Indonesia dijadikan tempat pembuangan limbah tekstil oleh negara-negara maju.

Tulisan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam dampak dari impor pakaian bekas terhadap ekonomi, lingkungan, serta aspek sosial di Indonesia, serta menyoroti tantangan dalam upaya penegakan regulasi dan pengendalian arus pakaian bekas ilegal. Dengan memahami akar permasalahan dan dampaknya, diharapkan dapat dirumuskan solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

 

Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk:

  1. Menganalisis dampak masuknya pakaian bekas impor terhadap industri tekstil lokal di Indonesia.
  2. Mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang ditimbulkan akibat penumpukan limbah tekstil dari pakaian bekas yang tidak layak pakai.
  3. Menelusuri jalur masuk dan modus perdagangan ilegal pakaian bekas dari luar negeri ke Indonesia.
  4. Mengkaji efektivitas kebijakan dan regulasi pemerintah dalam mengatasi impor ilegal pakaian bekas.
  5. Merumuskan rekomendasi solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi persoalan ini melalui pendekatan hukum, ekonomi, dan edukasi masyarakat.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk memahami secara mendalam fenomena impor pakaian bekas ke Indonesia serta dampaknya dari berbagai aspek. Data dikumpulkan melalui beberapa teknik, yaitu:

1. Studi Literatur

Studi literatur, dengan menelaah peraturan perundang-undangan, laporan media, jurnal ilmiah, dan dokumen resmi terkait impor pakaian bekas dan limbah tekstil.

2. Wawancara

Wawancara dengan narasumber yang relevan, seperti pelaku industri tekstil lokal, pedagang pakaian bekas, aparat penegak hukum, serta perwakilan dari lembaga lingkungan dan pemerintah.

3. Observasi Lapangan

Observasi lapangan di beberapa pasar yang menjual pakaian bekas, serta pelabuhan dan kawasan distribusi yang diduga menjadi jalur masuk barang-barang tersebut.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara tematik, dengan mengelompokkan informasi berdasarkan kategori dampak ekonomi, sosial, hukum, dan lingkungan.

Baca juga: Fenomena Thrift Shop: Kenapa Anak Muda Kini Lebih Suka Pakaian Bekas?

 

Bahan dan Pembahasan

Berdasarkan temuan di lapangan dan studi literatur, diketahui bahwa Indonesia kini menghadapi masalah serius akibat penumpukan pakaian bekas dari luar negeri. Pakaian-pakaian ini sebagian besar berasal dari negara maju dan masuk secara ilegal ke pasar domestik.

Banyak dari barang tersebut tidak lagi layak pakai, namun tetap dijual atau bahkan dibuang begitu saja, menyebabkan penumpukan besar di pasar-pasar dan tempat pembuangan sampah informal.

Pakaian yang tidak layak pakai menjadi bagian dari sampah tekstil yang sulit ditangani. Tidak seperti sampah organik, limbah tekstil tidak mudah terurai secara alami dan memerlukan waktu sangat lama untuk terdegradasi.

Ketika jumlah pakaian bekas terus meningkat tanpa pengelolaan yang baik, maka limbah tersebut menjadi ancaman serius terhadap lingkungan, baik dari sisi volume maupun dari kandungan bahan kimia pada serat sintetisnya.

Upaya daur ulang pakaian bekas juga tidak dapat dilakukan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: pertama, banyak pakaian yang terbuat dari campuran bahan sintetis yang sulit diproses ulang; kedua, proses daur ulang memerlukan teknologi khusus dan biaya yang tidak murah. Akibatnya, sebagian besar pakaian tidak didaur ulang dan justru menumpuk menjadi limbah atau dibuang secara tidak ramah lingkungan.

Salah satu praktik yang kerap dilakukan adalah pembakaran pakaian bekas sebagai cara instan untuk mengurangi volume. Namun, cara ini justru memunculkan dampak lingkungan yang lebih besar.

Pembakaran tekstil menghasilkan polusi udara berupa asap beracun dan partikel kimia berbahaya yang dapat mencemari udara dan merusak kualitas lingkungan. Selain itu, gas yang dihasilkan dapat mempercepat pemanasan global dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Dari keempat masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa fenomena masuknya pakaian bekas ke Indonesia tidak hanya menjadi isu perdagangan ilegal, tetapi telah berkembang menjadi persoalan lingkungan hidup dan kesehatan publik yang membutuhkan perhatian serius.

 

1. Bisnis Thrifting dan Alasan Pelarangannya oleh Pemerintah Indonesia

Bisnis thrifting atau jual beli barang bekas menjadi tren yang cukup populer di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan anak muda. Bisnis ini dinilai menguntungkan karena menjual barang-barang bermerek dengan harga murah, sekaligus menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat menengah ke bawah yang tidak mampu membeli barang baru dengan harga tinggi.

 

2. Pengertian Bisnis Thrifting

Secara umum, thrifting adalah kegiatan membeli barang-barang bekas yang masih layak pakai, biasanya berupa pakaian, sepatu, atau aksesori. Dalam konteks bisnis, bisnis thrifting merujuk pada aktivitas ekonomi di mana pelaku usaha membeli barang bekas, umumnya dari luar negeri, lalu menjualnya kembali di dalam negeri untuk mendapatkan keuntungan.

Adapun alasan mengapa bisnis ini diminati masyarakat antara lain:

  • Harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk baru.
  • Produk bermerek (branded) dan berasal dari luar negeri.
  • Kualitas barang yang terkadang masih sangat bagus.
  • Terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, khususnya kalangan ekonomi menengah ke bawah.

 

3. Alasan Pemerintah Melarang Bisnis Thrifting

Meskipun populer dan terkesan ramah kantong, pemerintah Indonesia secara tegas melarang praktik impor pakaian bekas untuk diperjualbelikan, termasuk bisnis thrifting. Berikut beberapa alasan utamanya:

a. Melindungi Industri dalam Negeri

Barang thrifting umumnya merupakan produk luar negeri yang dijual dengan harga sangat murah. Hal ini menimbulkan persaingan tidak sehat dan dapat merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri, terutama di sektor tekstil dan fashion. Ketika masyarakat lebih memilih produk impor murah, permintaan terhadap produk lokal akan menurun drastis.

b. Alasan Kesehatan

Barang bekas, terutama pakaian, tidak diketahui asal usul dan riwayat pemakaiannya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyebaran penyakit, terutama jika pakaian tidak dibersihkan atau disterilkan secara layak sebelum dijual kembali. Oleh karena itu, aspek kesehatan menjadi pertimbangan penting dalam pelarangan ini.

c. Peningkatan Limbah Tekstil

Tidak semua pakaian bekas yang diimpor dapat dijual atau digunakan kembali. Pakaian yang tidak layak pakai menjadi sampah tekstil yang sulit didaur ulang dan hanya menumpuk, mencemari lingkungan. Bahkan, dalam beberapa kasus, pakaian tersebut dimusnahkan dengan cara dibakar, yang pada akhirnya menciptakan polusi udara dan memperburuk kondisi lingkungan.

 

Landasan Hukum Pelarangan Bisnis Thrifting

Larangan terhadap impor pakaian bekas ini didukung oleh beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, yang merevisi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
  • Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang yang Dilarang Ekspor dan Impor, yang secara jelas menyebutkan bahwa pakaian bekas termasuk dalam kategori barang yang dilarang untuk diimpor.

 

Studi Kasus dan Kondisi di Lapangan

Di berbagai negara berkembang, dampak dari impor pakaian bekas sangat terasa. Contohnya di Kenya, terjadi penumpukan sampah pakaian bekas di sungai, permukiman, hingga ke tempat umum, menciptakan krisis limbah tekstil. Di Indonesia sendiri, banyak pakaian bekas hasil razia oleh aparat yang akhirnya dimusnahkan dengan cara dibakar, memicu pencemaran lingkungan.

Di daerah seperti Papua, meskipun belum terdapat kasus mencolok terkait dampak negatif bisnis thrifting, fenomena ini sudah menyebar hingga ke distrik dan kampung-kampung, menandakan perlunya antisipasi lebih awal sebelum masalah yang sama terjadi.

 

Simpulan

Bisnis thrifting yang semakin marak di Indonesia telah menjadi perhatian serius pemerintah karena dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Meskipun menawarkan harga murah dan akses terhadap produk bermerek, praktik jual beli pakaian bekas impor menimbulkan sejumlah masalah serius.

Di antaranya adalah ancaman terhadap industri tekstil lokal, risiko kesehatan dari pakaian yang tidak diketahui asal-usulnya, serta meningkatnya volume limbah tekstil yang sulit didaur ulang dan merusak lingkungan.

Pemerintah Indonesia secara tegas melarang impor pakaian bekas melalui berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Perdagangan. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri, menjaga kesehatan masyarakat, serta mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah tekstil.

Dengan demikian, meskipun bisnis thrifting populer dan menguntungkan secara ekonomi jangka pendek, praktik ini perlu dikendalikan secara ketat agar tidak membawa dampak negatif jangka panjang bagi ekonomi, kesehatan, dan lingkungan Indonesia.

 

Penulis: Scholazticha Martha Fernandez
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Cenderawasih

 

Referensi

Nugroho, A., & Sari, R. (2023). Dampak impor pakaian bekas terhadap industri tekstil lokal di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 12(1), 45-60.

Tempo.co. (2023). Pemerintah Tegaskan Larangan Impor Pakaian Bekas untuk Lindungi UMKM. Diakses dari https://www.tempo.co/berita/pemerintah-larang-impor-pakaian-bekas

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses