Kaitan Kasus “4 Gadis Bunuh Driver Taksi Online” dengan Psikologi

Kasus Bunuh Taksi Online

Kronologi Kejadian

(Tribun News Maker) Keempat tersangka diketahui berinisial Iki (15), KSA alias Risma (18), KEZI alias Sella (19), AS alias Riska (18). Keempatnya lulusan SMA bahkan ada yang masih menempuh pendidikan SMA. Peristiwa pembunuhan itu berawal saat ERS alias Iki (15) dan TGC alias Sella (19) memesan jasa taksi online dari Jakarta dengan tujuan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 30 Maret 2020 lalu. Dan Samiyo (60) yang merupakan pensiunan PNS menjadi sopir taksi online tersebut.

Iki (15) tahun berkeinginan ke Pangalengan karena rindu dan ingin menemui kekasihnya yang sesama jenis, Risma (18). Sebelum ke Pangalengan, mereka menjemput tersangka AS alias Riska (18) di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari pemeriksaan, diketahui Riska merupakan kekasih sesama jenis dari Sella (19). Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Pangalengan menggunakan jalur tol Cipularang dan keluar di Tol Gate Soroja.

Mereka akhirnya sampai di rumah Risma di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat berada di rumah tersebut, mereka berembuk dan tahu akan ditagih pembayaran jasa taksi online Rp 1,7 juta. Namun, mereka tidak mempunyai uang. Di rumah Risma, diduga keempatnya mempunyai rencana untuk menghabisi nyawa sopir tersebut sehingga meminta diantarkan kembali ke tujuan lain.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Melihat Kasus “Meninggalnya Mahasiswa UNS” dari Persepsi Lain

Di tengah jalan, ketika korban menagih ongkos, para tersangka tak mampu membayar ongkos itu. Lantas, Iki dan Risma menghabisi korban dengan menggunakan kunci inggris yang ditemukan di dalam mobil. Risma membekap dan mencekik korban, sementara Iki yang memukul korban dengan kunci inggris. Selanjutnya, salah seorang dari mereka menguasai dan mengendarai milik korban.

Sekitar 400 meter, Riska membantu membuang jasad korban ke jurang di hutan pinus di Pangalengan. Dan Sella bertugas mengambil telepon genggam korban. “Korban dipukul kepalanya, kemudian sedikit goyang, dipukul lagi sebanyak delapan kali, dan akhirnya meninggal,” kata Hendra. Setelah jenazahnya dibuang, pelaku membawa mobil korban menuju alun-alun kota Bandung.

Pelaku menjual telepon seluler milik korban di salah satu konter hp dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan makan. Lantas, mereka melanjutkan perjalanan. Namun, akhirnya mobil tersebut mengalami kecelakaan tunggal di Cikalong, Kota Cimahi, lantaran pelaku belum mahir mengemudi.

Setelah itu, kendaraan tersebut ditinggalkan begitu saja hingga satu minggu kemudian warga melaporkan temuan mobil tersebut ke polisi. Seminggu setelah itu, anggota Polresta Bandung mendapat informasi tentang mobil korban. Dari rekaman kamera CCTV, polisi bisa mengidentifikasi pengguna mobil itu.

Keempat pelaku ditangkap polisi di tempat persembunyian masing-masing hampir sebulan setelah kejadian pembunuhan. Para pelaku dijerat Pasal 338 dan 340 tentang Pembunuhan atau Pembunuhan Berencana. “Ancaman hukuman 20 tahun atau maksimal seumur hidup,” jelasnya.

Dari pemeriksaan diketahui, keempat gadis itu merupakan dua pasang yang menjalin hubungan sesama jenis atau lesbi. Mereka yang berasal dari Jabodetabek itu bisa saling mengenal dan bertemu setelah perkenalan melalui aplikasi kencan bagi para lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

“Mereka melakukan pertemanan di aplikasi Heart,” ujar Agta dalam wawancara via telekonferensi dengan Kompas Tv. Merasa ada kecocokan, akhirnya mereka saling bertemu dan menjalin hubungan asmara.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Melilala mengatakan kasus ini terbilang ekstrem dan langka. Sebab, keempat pelaku mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Namun, kejahatan keempat gadis itu dapat terbangun karena kesamaan “referensi” di antara mereka. Oleh karena itu, peran orang tua sangat dituntut dalam mengawasi pergaulan anak masing-masing. “Kalau bertemu dengan teman yang satu referensi, maka bisa berdampak pada sulit belajar, malas sekolah, bolos hingga kejahatan,” ujarnya.

Baca Juga: Penyebab Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang dalam Teori Psikologi

Highlight

  • Salah satu pelaku masih di bawah umur.
  • Pembunuhan telah direncanakan bahkan dengan pembagian tugas setiap pelakunya
  • Pelaku telah mengetahui kira-kira ongkos dari taksi online akan tidak sedikit dalam menempuh perjalanan Jakarta-Bandung.
  • Pelaku merupakan Lesbian satu sama lain.
  • Pelaku mempunyai latar belakang pendidikan yang baik.

Latar Belakang Pembunuhan

Yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut adalah pelaku tidak mampu membayar ongkos taksi online senilai 1,7 juta rupiah.

Analisis Hubungan Kasus dengan Psikologi Kognitif

Menurut saya, kasus ini dapat dikategorikan ke dalam perilaku agresif. Sebab pembunuhan merupakan manifestasi dari perilaku agresif seseorang terhadap orang lain.

Perilaku agresif diartikan sebagai tindakan untuk melukai atau menyakiti orang lain, baik fisik maupun psikis yang menimbulkan kerugian atau bahaya bagi orang lain (Franzoi dalam Alifah, 2015). Menurut teori Cognitive neo associationistm dan teori general affective agression (Berkowitz & Anderson dalam Alifah 2015) menerangkan bahwa penyebab munculnya perilaku agresif adalah situasi yang tidak menyenangkan atau mengganggu, dan ada faktor individual dan situasional yang dapat saling berinteraksi mempengaruhi kondisi internal seseorang.

Perilaku agresif tidak hanya dipicu oleh kejadian‐kejadian di lingkungan luar individu, namun juga dimunculkan dari bagaimana kejadian tersebut diterima dan diproses secara kognitif (Berkowitz, 1995; Knorth et al., 2007), atau yang disebut atribusi (Berkowitz, 1995).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cikal dan Kristiana (2014) terhadap remaja yang melakukan pembunuhan, Remaja yang melakukan pembunuhan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kepribadian individu seperti perilaku narsisisme, over sensitif, dan impulsif.

Sedangkan faktor eksternal antara lain lingkungan pergaulan mempengaruhi pola perilaku individu. Seperti halnya yang terjadi pada keempat tersangka ini, mereka terlalu bertindak impulsif dan lingkungan pergaulan mereka yang buruk menjadikan kendali diri mereka lepas.

Baca Juga: Analisa Psikologi Kognitif: Mahasiswi Bunuh Diri di Makam Ayahnya usai Hamil Dipaksa Aborsi oleh Pacarnya

Motivasi juga mempunyai peranan penting penyebab timbulnya perilaku pembunuhan, karena motivasi suatu energi atau dorongan yang ada dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito,2010). Dalam kasus ini, pelaku melakukan pembunuhan sebab cemas terus ditagih ongkos dengan nominal yang besar.

Mereka sama-sama cemas dan melakukan hal itu. Hal ini juga didukung oleh penelitian Alifah (2015) yang mengatakan bahwa pelaku pembunuhan anak di bawah umur dipengaruhi oleh aspek psikologis antara lain kecemasan dan tekanan yang dialami pelaku.

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, pelaku mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Gladwell (dalam Juneman, 2009) bahwa pelaku pembunuhan berencana dilakukan oleh orang yang teliti dan memiliki kemampuan intelegensi yang baik, sehingga sudah bisa memperhitungkan setiap tindakan yang akan dilakukannya. Maka, tidak menutup kemungkinan orang yang memiliki intelegensi yang bagus dan pendidikan yang baik tidak melakukan pembunuhan.

Sangat miris dikarenakan pelaku masih tergolong di bawah umur. Mereka juga lesbian satu sama lain dan lebih disayangkan lagi karena mempunyai latar belakang pendidikan yang baik tetapi sebab lingkungan dan “referensi” yang buruk melalui salah satu aplikasi di telepon selulernya sehingga menjadikan perilaku agresifnya muncul pada diri mereka masing-masing.

Oleh karena itu, sebagai orang tua, sudah sepatutnya  bisa membatasi dan mengawasi penggunaan telepon seluler serta media sosial anak. Tidak hanya membatasi, sebaiknya orang tua juga dapat memberikan kegiatan alternatif untuk mengisi harinya agar tidak hanya terpaku dengan gadget.

Orang tua juga sebisa mungkin menjadi “tempat pulang” anak. Selalu mencoba memberi kepercayaan, terbuka, dan menjadi teman bisa menjadi contoh langkah awal agar anak bisa nyaman dengan orang tua. Sebab, jika keluarga tidak bisa menjadi tempat pulang atau tidak bisa menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak, maka anak akan cenderung mencari kenyamanan itu di luar sehingga bisa terjadi hal-hal di luar kontrol atau di luar norma. Memang tidak semua anak seperti itu. Namun, pendisiplinan seperti itu bisa dilakukan untuk mencegah pengaruh buruk dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

Tribun News. 27 April 2020. Cerita Lengkap Driver Taksi Online Tewas Ditangan 4 Gadis Lesbi, Mayat Korban Dibuang di Tebing. (Diakses pada tanggal 26 November 2021 pukul 12:30 WIB)

Putra, A. A., Yeni, F., & Rahayuningsih, T. (2017). Pemrofilan kriminal pelaku pembunuhan berencana. Psychopolytan: Jurnal Psikologi1(1), 1-10. (Diakses pada tanggal 02 Desember 2021 pukul 12:39 WIB)

Siddiqah, L. (2010). Pencegahan dan penanganan perilaku agresif remaja melalui pengelolaan amarah (anger management). Jurnal Psikologi37(1), 50-64. (Diakses pada tanggal 02 Desember 2021 pukul 11:00 WIB)

Mufida Hamdani
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI