Surabaya – Dalam dunia medis modern, keakuratan alat pencitraan seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) menjadi penentu utama keberhasilan diagnosis dan keselamatan pasien.
Tak banyak yang tahu bahwa kalibrasi alat medis ini juga melibatkan peran akademisi muda.
Salah satunya adalah Sharron Amalia Yutkon, mahasiswi Program Studi S1 Fisika UPNV Jatim dengan peminatan Fisika Medis, yang saat ini sedang melaksanakan program magang di Rumah Sakit Haji Surabaya.
Melalui kegiatan kalibrasi rutin MRI, Sharron membuktikan bahwa mahasiswa fisika tidak hanya berkutat pada teori, tetapi juga bisa berkontribusi nyata dalam pelayanan kesehatan melalui pendekatan ilmiah dan teknis yang akurat.
MRI adalah alat diagnostik berbasis medan magnet dan gelombang radio, yang bekerja dengan prinsip resonansi magnetik inti.
Proses ini sangat sensitif terhadap ketidaktepatan parameter, seperti frekuensi, medan magnet homogen, dan akurasi gradien.
Jika tidak dikalibrasi secara berkala, MRI bisa menghasilkan citra yang menyesatkan dan berisiko bagi pasien.
“Sebagai mahasiswa Fisika Medis, saya merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan MRI benar-benar akurat. Kalibrasi bukan hanya soal angka—ini menyangkut keputusan klinis dan nyawa manusia,” ujar Sharron.
Dalam praktiknya, Sharron terlibat langsung dalam pengujian phantom standar, analisis sinyal resonansi, serta verifikasi sistem pendingin dan RF coil.
Semua prosedur ia lakukan sesuai standar dari Kemenkes dan rekomendasi AAPM (American Association of Physicists in Medicine).
MRI merupakan alat pencitraan yang bekerja dengan prinsip medan magnet kuat dan gelombang frekuensi radio untuk menghasilkan gambar organ dalam tubuh secara detail.
Oleh karena itu, pemahaman fisika kuantitatif dan eksperimental sangat dibutuhkan dalam proses kalibrasinya.
“Selama magang, saya terlibat langsung dalam pengukuran parameter kunci, seperti homogenitas medan magnet, akurasi sinyal frekuensi radio, serta resolusi spasial gambar MRI, dengan menggunakan phantom dan software khusus,” jelas Sharron.
Kalibrasi ini penting agar alat tetap sesuai standar dan tidak menghasilkan gambaran yang menyimpang, yang bisa berakibat pada salah diagnosis.
Bagi Sharron, pengalaman ini bukan hanya tentang menyelesaikan tugas magang, tetapi juga merupakan langkah awal untuk mengembangkan karier di bidang fisika medis atau teknologi kesehatan.
Ia berharap ke depan lebih banyak mahasiswa Fisika yang sadar akan peluang karier luas yang bisa dijangkau melalui jalur interdisipliner seperti ini.
“Kalibrasi MRI bukan sekadar tugas teknis. Ini adalah bentuk tanggung jawab ilmiah untuk memastikan bahwa alat yang digunakan dokter benar-benar akurat dan aman bagi pasien,” tutupnya.
Melalui kontribusi mahasiswa seperti Sharron Amalia Yutkon, dunia medis mendapatkan dukungan dari dunia akademik yang mampu menghadirkan keahlian ilmiah, analisis mendalam, dan semangat muda dalam membangun sistem kesehatan Indonesia yang lebih canggih dan bertanggung jawab.
Penulis: Sharron Amalia Yutkon
Mahasiswa Prodi Fisika, UPN Veteran Jawa Timur
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News