Kasus Pelaporan Rektor UNNES ke KPK, Apa Hikmahnya?

kpk

Sebagian orang mungkin mengira bahwa pemberantasan korupsi hanya bisa dilakukan oleh pihak berwenang. Misalnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau aparatur negara lainnya. Namun, undang-undang kita jelas mengatur bahwa masyarakat pun bisa ambil bagian dalam pemberantasan korupsi. Hal ini dicantumkan dalam dalam pasal 41 ayat 1 UU tindak pidana korupsi (tipikor).

Saat ini mungkin tidak semua orang mengetahui keberadaan pasal tersebut. Dan seandainya masyarakat mengetahuinya pun, tidak semua orang mau melaporkan hal-hal yang terkait dengan indikasi adanya tindak pidana korupsi. Tentu saja persoalan keamanan dan keselamatan yang masih menjadi masalah utama.

Menjadi proaktif dalam upaya pemberantasan korupsi sebagai anggota masyarakat tentu tidaklah mudah. Masyarakat dituntut untuk memiliki keberanian yang besar untuk bisa melakukannya. Apalagi secara sadar bahwa yang akan dilaporkan pastilah pihak yang memiliki kekuasaan ‘apa pun sekupnya’.

Bacaan Lainnya

Keberanian Seorang Mahasiswa

Salah satu yang memiliki keberanian tersebut adalah serorang mahasiswa fakultas hukum di Universitas Negeri Semarang (UNNES), yakni Frans Josua Napitu. Ia melaporkan sang rektor yaitu Fathur Rokhman ke KPK pada 13 November 2020 dengan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana mahasiswa.

Hal tersebut tentu tidak luput dari pemberitaan awak media. Pelaporan yang santer diberitakan tersebut telah mengantarkan Frans pada status skors selama 6 bulan. Yang dilayangkan oleh pihak kampus dengan menggunakan surat pemberitahuan pengembalian sang mahasiswa kepada orang tuanya agar dijalankan ‘pembinaan moral’.

Sangat disayangkan, mengingat apa yang dilakukan oleh Frans merupakan bagian dari hak dirinya yang seharusnya dilindungi oleh negara tetapi ia malah dikenakan sanksi skors. Apalagi jika kita mengikuti pemberitaan di media-media nasional. Salah satunya menyatakan bahwa sebenarnya pemberian sanksi skors tersebut merupakan akibat dari adanya penandatanganan ‘surat’ oleh yang bersangkutan (Frans) kepada pihak kampus.

Disampaikan oleh Dekan FH UNNES Rodiyah bahwa pelaporan yang bersangkutan (Frans) kepada pihak KPK itulah yang melanggar isi ‘surat’ perjanjian tersebut. Bukankah sebuah hal yang lucu, bagaimana bisa sebuah ‘surat’ perjanjian yang berada di lingkup kampus bisa sampai membatasi hak seorang warga negara yang mana hak tersebut secara jelas dilindungi oleh UU?

Hikmah Pelaporan Kasus Korupsi

Terjadinya pembatasan hak warga negara yang sudah terlanjur terjadi selayaknya dijadikan pengingat bagi kita semua bahwa perampasan hak bisa terjadi dimanapun kepada siapapun. Sehingga sebaiknya kita tetap waspada terhadap apa yang terjadi di sekitar kita, serta selalu berpikir sebelum bertindak.

Ahmad Naufal Muhamad Ramba
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Sharfina Alya Dianti

Baca Juga:
Keefektifan Reward bagi Pelapor Kasus Korupsi
Ironi Partai Politik dalam Pusaran Korupsi
Kurangya Taji KPK

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI