Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia sudah berjalan lebih dari satu dekade. Pertumbuhan tersebut merupakan respon kebutuhan umat muslim untuk menyediakan sistem perbankan yang sesuai dengan prinsip Islam dan sebagai alternatif dari sistem perbankan berbunga. Kegiatan perbankan syariah di Indonesia diawali pada tahun 1991, dengan lahirnya bank syariah pertama di Indonesia ialah Bank Muamalat dengan modal awal sebesar 106 milyar rupiah. Industri perbankan syariah telah berkembang pesat dengan 505 bank syariah dari 69 negera.
Bersumber pada informasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), market share bank syariah per Juni 2020 hanya mencapai 6,18% , itu pun setelah adanya Qanun Aceh, yang mana pemerintah daerah mengharuskan seluruh perbankan yang terletak di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam wajib dikonversi menjadi bank syariah.
Ketahanan industri perbankan syariah telah berhasil serta berkontribusi pada perkembangan ekonomi nasional, apalagi di tengah ketidakstabilan kondisi ekonomi. Tidak hanya itu, ada 4 aspek yang berkontribusi pada perkembangan industri perbankan syariah, yaitu: 1) terdapatnya permintaan yang besar dari berbagai negera Islam untuk produk yang sesuai dengan prinsip Islam; 2) terdapatnya penguatan kerangka hukum serta kebijakan di sektor keuangan syariah; 3) terdapatnya kenaikan permintaan dari investor perbankan konvensional, termasuk untuk tujuan diversifikasi produk; serta 4) terdapatnya kapasitas industri untuk meningkatkan beberapa instrumen keuangan guna memenuhi kebutuhan investor perusahaan maupun perorangan.
Kondisi dan Strategi BRI Syariah Sebelum Merger
BRI Syariah atau yang dikenal dengan BRI dalam proses penyaluran dananya berfokus pada Core Business di segmen ritel yang meliputi: (1) bisnis komersial yang berfokus pada korporasi besar serta institusi, seperti Badan Usaha Milik Negera (BUMN); (2) bisnis SME serta kemitraan yang berfokus pada pembiayaan produktif kepada UKM dengan sasaran utama pelaku usaha kecil menengah; (3) bisnis konsumer yang berfokus pada pembiayaan yang memiliki resiko rendah, seperti pembiayaan rumah serta pembiayaan multi- faedah, (4) serta bisnis mikro yang berfokus pada pembiayaan yang diperuntukan untuk melayani nasabah individual ataupun usaha mikro.
Adapun untuk melindungi keberlanjutan usahanya di sektor perbankan syariah, BRIS melakukan beberapa strategi seperti berikut:
- Melaksanakan digitalisasi pembiayaan mikro melalui aplikasi i- Kurma.
- Kerjasama dengan komunitas.
- Melaksanakan percepatan pelaksanaan Qanun pada lembaga keuangan syariah.
- Pengembangan bisnis pembiayaan melalui konsep value chain, supply chain financing, trade finance, serta fee-based income.
Kondisi dan Strategi BNI Syariah Sebelum Merger
BNI Syariah atau yang dikenal dengan BNIS dalam proses operasionalnya membagi sektor usahanya menjadi beberapa segmen, yaitu: (1) segmen komersial, yang berfokus pada pembiayaan kepada nasabah buat usaha produktif dengan skala menengah ataupun komersil; (2) segmen konsumer serta ritel, ialah pembiayaan konsumsi serta pembiayaan kepada individu dengan skala kecil serta menengah; (3) segmen mikro, ialah pembiayaan konsumtif serta produktif buat skala mikro; (4) dan segmen tresuri serta internasional yang berfokus pada aktivitas jual beli SIMA, Sukuk, PUAS, serta SIKA.
Adapun untuk mempertahankan serta meningkatkan kinerja usahanya, BNIS menerapkan beberapa strategi, yaitu:
- Penyempurnaan kebijakan sistem serta prosedur pembiayaan.
- Melindungi serta meningkatkan mutu pembiayaan
- Pengoptimalan pengelolaan nasabah eksisting BNI Syariah melalui Business Suplly Chain Model.
- Memanfaatkan media digital untuk melakukan pemasaran produk BNI Syariah.
- Bekerja sama dengan institusi maupun komunitas.
- Pengembangan organisasi serta penambahan SDM untuk peningkatan mutu pengelolaan
- Melaksanakan revisi Service Tingkat Agreement (SLA).
Kondisi dan Strategi Bank Mandiri Syariah Sebelum Merger
Bank Syariah Mandiri atau dikenal dengan BSM membagi sektor usahanya menjadi 2 segmen, yaitu segmen retail banking serta wholesale banking, yang mana segmen retail banking menjadi prioritas serta menjadi fokus usaha dari BSM. Sektor retail banking meliputi: (1) Bussiness Banking, ialah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja serta investasi; (2) Micro Banking, ialah pembiayaan untuk menunjang sektor rill serta penyerapan tenaga kerja; (3) Consumer Banking, ialah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan non-produktif nasabah, semacam pembiayaan rumah, motor, serta haji dan umroh, dan (4) Pawning, ialah pembiayaan yang berfokus terhadap produk berbasis emas, semacam gadai serta cicil emas.
Adapun sektor usaha Wholesale Banking berfokus pada pemenuhan modal pada sektor riil yang berbadan hukum. Oleh karenanya, sektor usaha Wholesale Banking hanya berfokus pada penyaluran pembiayaan serta dana pihak ketiga kepada badan usaha, dan transaksi pembayaran serta transaksi yang dipunyai oleh nasabah wholesale, semacam Letter of Credit L/ C, Bank Garansi, serta Cash Management. Usaha dari Wholesale Banking, meliputi: Commercial Banking serta Corporate Banking.
BSM mempunyai visi untuk menjadi bank syariah terdepan serta modern. Oleh karenanya, untuk mencapai visi tersebut, BSM menerapkan beberapa strategi, yaitu:
- Fokus pada penghimpunan dana murah dengan mengembangkan digital banking ecosystem platform.
- Meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat dengan melakukan enhancement business process serta meningkatkan Services Tingkat Agreement (SLA) yang optimal.
- Mempunyai komitmen untuk meningkatkan kompetensi serta profesionalisme seluruh pegawai.
Adapun untuk mencapai visinya, BSM pula berfokus pada sektor usaha Retail Banking terutama pada segmen Consumer Banking serta segmen Wholesale sebagai second core businees. Strategi bisnis ini dicoba oleh BSM berkenaan dengan total pembiayaan serta pendapatan yang didominasi oleh 2 sektor tersebut. Tidak hanya itu untuk menunjang fokus bisnis, BSM kosisten menerapakn 3 pilar strategi, yaitu menajamkan perkembangan CASA (Current Akun Saving Akun) serta transaksi, meningkatkan daya saing cost of fund serta memperbesar fee-based income. Adapun jika BSM mampu mendorong peningkatan CASA- nya, maka semakian besar pula potensi laba yang akan diperoleh melalui pembiayaan yang disalurkan.
Prospek 3 Bank Syariah BUMN
Bersumber pada informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2020, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) mencapai 14 BUS serta jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 20 UUS dengan total asset BUS serta UUS sebesar 529.063 milyar rupiah. Dengan jumlah asset yang dipunyai saat ini, BUS serta UUS dinilai belum cukup tangguh untuk bersaing dengan bank konvensional karena market share dari bank syariah masih jauh dibawah bank konvensional.
Dalam upaya memperbesar market share perbankan syariah yang berdaya saing global, Menteri BUMN– Erick Thohir melebur (merger) bank syariah yang berada di bawah naungan BUMN, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah serta Bank Syariah Mandiri. Mereka diharapkan mampu meningkatkan kapasitas perbankan syariah yang seringkali terkendala oleh adanya keterbatasan modal. Serta diharapkan mampu menghimpun asset yang besar.
Modal yang terbatas akan membatasi fasilitas layanan perbankan syariah untuk bersaing dengan bank konvensional. Selain itu, keterbatasan aspek permodalan ini juga berdampak pada terbatasnya ruang gerak, skala bisnis, dan segmen usaha yang dapat dilayani dan difasilitasi oleh perbankan syariah. Penambahan sumber daya manusia yang lebih kompeten juga terhambat karena modal yang terbatas.
Kesimpulan
Untuk menyelesaikan masalah permodalan pada perbankan syariah, upaya peleburan tiga bank syariah BUMN akan menghasilkan asset perbankan syariah yang mampu bersaing dengan bank konvensional. Akhirnya masalah permodalan pada bank syariah telah terselesaikan dan bank syariah akan mampu melakukan ekspansi lebih luas untuk memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya modal yang besar juga akan mendorong bank syariah untuk memberikan pembiayaan yang lebih besar kepada masyarakat.
Merger bank syariah juga akan mewujudkan efisiensi arah kebijakan strategis perbankan syariah di masa mendatang. Selain itu, merger bank syariah juga akan menjadikan inklusi perbankan syariah lebih terfokus yang disesuaikan dengan karakteristiknya masing-masing. Apabila perbankan syariah semakin inklusif, maka literasi keuangan syariah pun juga akan semakin meningkat. Prospek dari adanya peleburan (merger) bank syariah selain bertambahnya asset adalah adanya gerakan saling mendukung dan kerja sama antar bank syariah BUMN.
Bersatunya bank syariah BUMN akan menghasilkan sinergi, sehingga mampu menyamai bahkan melebihi bank konvensional. Asset yang bertambah akan mendorong perbankan syariah untuk memberikan pembiayaan lebih banyak kepada masyarakat. Sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat. Adanya peleburan (merger) akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia pasca COVID-19.
Hidayati Asma’ul Khasanah
Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya
Editor: Rahmat Al Kafi
Baca Juga:
Antara GWM, Bank dan PHK
Peran Milenial dalam Panggung Perbankan Syariah
Fintech: Bank Jadi Merana?