Keberlangsungan UMKM di Masa Pandemi Covid-19

umkm

Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada bencana nasional berupa pandemi covid-19. Penyebaran covid-19 tercatat sangat cepat dan masif di Indonesia. Hingga saat ini tercatat per tanggal 31 Mei 2020 kasus positif Covid-19 telah mencapai 26.473 kasus, dinyatakan sembuh 7.308 kasus, dan meninggal 1.613 kasus. Beberapa upaya terus dilakukan oleh pemerintah untuk menangani penyebaran virus covid-19 ini, di antaranya adalah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara bertahap di wilayah – wilayah yang terindikasi mempercepat penyebaran virus covid-19, kemudian menerapkan physical distancing atau jaga jarak, serta kebijakan work from home atau WFH. Akibatnya dapat disinyalir, pandemi ini bukan hanya menyerang kesehatan, namun juga ekonomi di Indonesia khususnya pada sektor UMKM.

Seperti yang kita ketahui bahwa bisnis UMKM menjadi salah satu sektor yang paling merasakan dampak wabah Covid-19. Setidaknya terdapat 949 laporan dari pelaku koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena dampak wabah Covid-19 ini. Dengan adanya PSBB, social distancing dan WFH penjualan mulai sepi sehingga para pelaku UMKM mengeluhkan berbagai hal akibat dampak wabah virus corona yaitu mengalami penurunan penjualan. Sejak terjadinya wabah Corona, tentu saja hal ini berdampak pada daya beli dari masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang membuat penjualan UMKM mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan penjualan, para pelaku UMKM tersebut juga mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku karena kegiatan impor yang dibatasi. Tercatat, ada sekitar 63 koperasi dan UMKM (6%) mengeluhkan kesulitan bahan baku. Selanjutnya pelaku UMKM mengungkapkan bahwa distribusi yang mereka lakukan menjadi terhambat, terlebih saat sudah ada penerapan PSBB di wilayah masing-masing. Tentu saja hal ini membuat pengiriman atau penerimaan barang kepada konsumen menjadi terlambat. Lalu terhambatnya produksi mereka dengan adanya wabah Virus Corona (Covid-19) seperti sekarang ini, salah satunya adalah kesulitan mendapatkan bahan baku.

Untuk itu, perlu adanya upaya bagi UMKM untuk bisa bertahan hadapi krisis akibat pandemi Covid-19 salah satunya memanfaatkan masa ini untuk meningkatkan keahlian yang dimiliki demi perkembangan bisnis kedepannya. Misal keahlian dalam melakukan pemasaran via digital atau mengembangkan platform e-commerce sendiri. Sehingga saat bisnis berjalan dengan normal, operasional bisnis bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Penerapan PSBB setidaknya memberikan dampak yang signifikan bagi kegiatan masyarakat. PSBB terus berjalan, namun kebutuhan hidup selama masa PSBB juga harus selalu terpenuhi. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang akhirnya menggunakan e-commerce untuk berbelanja berbagai kebutuhan. Penggunaan e-commerce juga sekaligus melaksanakan himbauan pemerintah agar membatasi penggunaan uang tunai atau kertas. Sejumlah swalayan atau supermarket juga saat ini sudah banyak yang menyediakan layanan digital.

Bacaan Lainnya

Selain itu pemerintah juga diminta memprioritaskan penyelamatan ekonomi rakyat, terutama pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam penanggulangan krisis ekonomi dampak pandemi virus corona (COVID-19). Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pun telah menyiapkan 8 program khusus sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak ekonomi wabah COVID-19 terhadap pelaku koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Program pertama, pemerintah akan mengajukan stimulus daya beli produk UMKM dan koperasi. Hal ini sudah disampaikan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan disetujui angkanya sekitar Rp2 triliun hingga sejauh ini. Program kedua, Kemenkop UKM mendukung dan mengefektifkan imbauan social distancing tapi dalam waktu bersamaan juga warung-warung bisa berjalan dengan baik usahanya. Program itu berupa program yang melibatkan warung tetangga bekerjasama dengan 9 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kluster pangan dan kelompok masyarakat untuk mendorong gerakan sosial. Ketiga, program restrukturisasi dan subsidi suku bunga kredit usaha mikro yang sampai saat ini masih dibahas dengan Kementerian Keuangan. Program keempat berupa restrukturisasi kredit yang khusus bagi koperasi melalui LPDB KUMKM. Program kelima, Kemenkop UKM juga mendorong penyediaan masker untuk semua baik bagi tenaga medis maupun masyarakat umum. Antara lain dengan mendorong gerakan penggunaan masker kain buat siapa saja yang terpaksa harus beraktivitas keluar rumah dan mengajak UMKM di berbagai daerah untuk memproduksi. Kemenkop dan UKM juga mempertemukan koperasi dan UMKM produksi dengan offtaker masker, hand sanitizer, dan alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan tenaga kesehatan saat ini. Program keenam, Teten akan memasukkan sektor mikro yang jumlahnya cukup banyak dan paling rentan terdampak Covid-19 dalam klaster penerima kartu Prakerja untuk pekerja harian. Program ketujuh, yaitu bantuan langsung tunai yang budgetnya  sedang disusun oleh Kementerian Keuangan. Program kedelapan terkait dengan pajak, Kemenkop UKM mengusulkan Pph 21, pajak penghasilan impor, Pph 25, restitusi pertambahan nilai bisa direlaksasi untuk KUMKM. Delapan langkah mitigasi inilah diharapkan membawa dampak ekonomi positif terhadap pelaku KUMKM.

Alfika Afidatunisa’
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas UIN Sunan Ampel Surabaya

Baca juga:
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sektor UMKM di Indonesia
Bisakah UMKM Menguat di Musim Pandemi?
Upaya Mengembangkan UMKM di Masa Pandemi Covid-19

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI