Nilai bela negara memiliki peran yang sangat penting di Indonesia, terutama mengingat sejarah panjang perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan. Bela negara tidak hanya terbatas pada kesiapan fisik dalam menghadapi ancaman militer, tetapi juga mencakup kesadaran dan tanggung jawab setiap warga negara untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.
Di tengah globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, ancaman terhadap negara kini tidak hanya datang dari serangan fisik, tetapi juga dari ancaman non-fisik, seperti serangan siber, penyebaran informasi palsu, dan upaya disintegrasi melalui media sosial. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan nilai bela negara menjadi semakin relevan dan penting bagi setiap warga negara Indonesia.
Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi digital, nilai bela negara menjadi semakin relevan, terutama dalam menghadapi ancaman siber yang semakin marak terjadi. Di Indonesia, ancaman siber kini menjadi isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian khusus. Sebagai contoh, pada tahun 2024, terjadi peningkatan signifikan dalam serangan siber terhadap infrastruktur kritis, seperti sistem perbankan dan kebocoran data masyarakat.
Generasi muda sebagai pengguna teknologi paling aktif memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan informasi dan keamanan siber negara.
Dengan memahami dan menerapkan nilai bela negara dalam ranah digital, generasi-generasi mendatang dapat berperan dalam melindungi data pribadi, mengatasi penyebaran berita palsu, dan meningkatkan literasi digital. Langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat ketahanan nasional, tetapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya menjaga keamanan dan integritas di dunia maya.
Bela negara adalah sikap dan tindakan warga negara yang dilandasi rasa cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, kerelaan berkorban guna menghadapi setiap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan Negara, keutuhan wilayah, yuridiksi nasional dan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian ini memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk melakukan aktivitas bela negara (Rahayu dkk., 2019).
Dalam era digital saat ini, pemahaman terhadap nilai bela negara tidak hanya terbatas pada kesiapan fisik untuk mempertahankan wilayah negara, tetapi juga mencakup kesadaran digital yang tinggi di kalangan masyarakat.
Untuk itu, implementasi nilai bela negara dalam konteks informatika menjadi sangat relevan. Keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman siber, seperti penguasaan keamanan jaringan, kriptografi, dan pemrograman, menjadi bagian penting dari pendidikan bela negara.
Oleh karena itu, generasi muda diharapkan memiliki pemahaman yang holistik mengenai pentingnya menjaga keutuhan negara, baik melalui kemampuan teknis maupun kesadaran kolektif terhadap ancaman di dunia digital.
Di era digital nilai bela negara tidak hanya berkaitan dengan kesiapan fisik untuk mempertahankan wilayah negara, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga kedaulatan di dunia digital.
Dengan semakin banyaknya ancaman siber yang muncul, generasi mendatang harus memiliki pemahaman yang kuat tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk melindungi negara. Hal ini termasuk pada penguasaan keterampilan teknis seperti keamanan jaringan, kriptografi, dan pemrograman yang berguna dalam era digital saat ini.
Oleh karena itu, mengintegrasikan nilai bela negara ke dalam pendidikan informatika sangat penting. Agar generasi muda bisa memiliki peran aktif dalam menjaga keutuhan negara, tidak hanya secara fisik tetapi juga di dunia maya.
Ancaman siber adalah potensi kemunculan pelanggaran keamanan, izin, hukum ataupun aturan, yang dilakukan oleh oknum yang tidak memiliki hak atas informasi atau akses pada teknologi milik negara dengan tujuan materil maupun immateril.
Ancaman siber dapat dipahami berdasarkan pada empat kategori ancaman siber yaitu: sumber ancaman, jenis ancaman, bentuk ancaman dan aspek ancaman. Sumber ancaman dapat berupa aktor yang mewakili pemerintah (State Actor) atau non pemerintah (non-state actor), sehingga pelaku bisa bersifat perorangan, kelompok, golongan, organisasi atau bahkan sebuah negara.
Jenis ancaman terdiri dari tiga kelompok diantaranya yaitu, Ancaman perangkat keras (hardware threat), Ancaman Perangkat Lunak (software threat), dan Ancaman Data/informasi (data/information threat) (Rizki, 2022).
Menurut Smith, ancaman siber telah menjadi sumber dari berbagai ancaman yang tidak hanya menyerang negara/ pemerintah, namun juga melihat organisasi, perusahaan, dan individu menjadi objeknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi kelompoknya, baik finansial, militer, maupun kepentingan politiknya (Smith, 2015).
Pada tahun 2024, Indonesia mengalami lonjakan besar dalam jumlah serangan siber. Berdasarkan laporan dari AwanPintar.id, tercatat ada lebih dari 2,4 miliar serangan siber di Indonesia pada semester pertama 2024, yang enam kali lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagian besar serangan ini berasal dari dalam negeri, dengan DKI Jakarta dan Depok sebagai daerah penyumbang serangan terbanyak.
Selain itu, laporan dari Kaspersky juga mencatat hampir 6 juta ancaman siber berhasil diblokir pada kuartal pertama 2024.
Serangan-serangan tersebut mencakup berbagai jenis, termasuk malware tanpa file yang menyebar lewat situs web yang terinfeksi. Melihat angka yang meningkat pesat ini, jelas bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran dan persiapan dalam menghadapi ancaman digital, khususnya bagi generasi muda yang menjadi pengguna teknologi terbesar.
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya ancaman siber. Salah satunya adalah melalui pembentukan Direktorat Siber Polri, yang bertujuan untuk menangani peningkatan kejahatan siber dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan dunia maya.
Pemerintah juga mengimplementasikan pendekatan Zero Trust dalam keamanan siber, yang mencakup berbagai program edukasi dan pelatihan guna meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi ancaman digital. Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman siber dan memperkuat ketahanan siber nasional.
Tantangan dalam menghadapi ancaman siber di Indonesia tidak hanya terletak pada peningkatan jumlah serangan, tetapi juga pada kompleksitas serangan itu sendiri. Seiring dengan berkembangnya teknologi, serangan siber menjadi semakin canggih dan sulit dideteksi (Guru et al., 2024).
Selain itu, adopsi teknologi IoT di Indonesia yang semakin luas membuka celah keamanan baru, di mana perangkat yang terhubung rentan terhadap eksploitasi karena lemahnya protokol keamanan (Sun, 2024).
Tantangan lain adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keamanan siber. Banyak pengguna internet di Indonesia belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai ancaman seperti phishing, ransomware, atau serangan sosial lainnya yang memanfaatkan kelemahan manusia sebagai celah utama (Dawson & Thomson, 2018).
Selain itu, integrasi teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) dan komputasi kuantum menciptakan ancaman baru yang lebih sulit dikendalikan. AI tidak hanya digunakan untuk mendeteksi ancaman tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk membuat serangan yang lebih kompleks dan sulit dilacak (Ramakrishnan, 2023).
Untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, generasi-generasi mendatang perlu diberdayakan melalui pendidikan yang mengintegrasikan nilai bela negara dan keterampilan teknis di bidang informatika.
Hal ini bisa dilakukan dengan menambahkan materi tentang keamanan siber, seperti pengamanan jaringan, kriptografi, dan pemrograman, dalam kurikulum pendidikan. Untuk mencegah ancaman-ancaman siber, program-program edukasi harus lebih intensif diadakan, baik di sekolah maupun di Masyarakat demi menjaga kedaulatan negara.
Penerapan sistem keamanan seperti Zero Trust untuk memperkuat pertahanan digital, baik di sektor publik maupun swasta. Pemerintah juga harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk memastikan keamanan teknologi yang semakin berkembang, seperti Internet of Things (IoT), agar lebih aman dan terlindungi dari potensi ancaman.
Ancaman siber di Indonesia semakin berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan untuk itu nilai bela negara perlu diadaptasi dalam dunia digital. Melalui pendidikan informatika yang menggabungkan keterampilan teknis dan kesadaran bela negara, generasi muda dapat dilatih untuk menjaga keamanan siber dan kedaulatan negara.
Meskipun pemerintah sudah mengambil langkah-langkah positif, kesadaran masyarakat tentang ancaman digital masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat penting untuk memperkuat ketahanan siber Indonesia di masa depan.
Penulis: Devin Nabillah Ramadanty Wibowo
Mahasiswa Administrasi Bisnis, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Referensi
Rahayu, M., Farida, R., & Apriana, A. (2019). Kesadaran bela negara pada mahasiswa. EPIGRAM (e-journal), 16(2), 175–180.
Smith, M. (2015). Research handbook on international law and cyberspace. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing Limited.
Rizki, M. (2022). Perkembangan sistem pertahanan/keamanan siber Indonesia dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi dan informasi. Politeia: Jurnal Ilmu Politik, 14(1), 54–62.
Guru, C., Mohammad, N., Chisty, A., Mishra, S., Sathe, P., Rizvi, S., Soni, M., Vidyapeeth, D., & Patil, D. (2024). Innovations, difficulties, and approaches for next-generation cybersecurity: Protecting the digital future. 2024 International Conference on Trends in Quantum Computing and Emerging Business Technologies, 1–6. https://doi.org/10.1109/TQCEBT59414.2024.10545178
Dawson, J., & Thomson, R. (2018). The future cybersecurity workforce: Going beyond technical skills for successful cyber performance. Frontiers in Psychology, 9. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.00744
Ramakrishnan, R. (2023). The future of cybersecurity and its potential threats. International Journal for Research in Applied Science and Engineering Technology. https://doi.org/10.22214/ijraset.2023.54603
Sendjaja, T., Prastiawan, E., Suryani, Y., & Fatmawati, E. (2024). Cybersecurity in the digital age: Developing robust strategies to protect against evolving global digital threats and cyber attacks. International Journal of Science and Society, 6(1). https://doi.org/10.54783/ijsoc.v6i1.1098
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News