Khitbah dan Ta’aruf Bukan Modus Syari’ah

khitbah dan taaruf

Khitbah didahulukan daripada ta’aruf. Karena dalam Islam, pernikahan itu adalah ibadah, maka untuk mencapai pernikahan itupun harus dengan cara yang dibenarkan oleh syariat, dan hal ini pun diketahui dan disetujui oleh wali Muslimah yang ingin menikah. Dan kalau awalnya sudah syar’i maka in sya Allah setelah-setelahnya pun syar’i. Pacaran tidak punya komitmen dan tanggung jawab. Sedangkan khitbah dan ta’aruf sudah diawali dengan komitmen.

Ta’aruf itu melihat apakah secara agama dia mumpuni atau tidak, secara emosional dia mumpuni tidak. Bagaimana pandangan dia kedepan, apa yang akan dilakukan setelah menikah. Kalau ada yang khitbah sekarang, nikahnya tahun depan. Itu namanya ngetake (pacaran modus Syariah), dan tidak ada ngetake dalam Islam.

Baca juga: Khitbah Menurut Pandangan Islam

Orang pacaran itu tidak ada keseriusan. Maka seandainya laki-laki yang dulunya pacaran, lantas ketika dia sudah menikah, lalu dia selingkuh, itu wajar saja. Makanya kalau ada laki-laki yang dulunya pacaran, itu sudah maksiat, maka ketika dia sudah nikah dia akan ulangi maksiat yang sama. (Ust. Felix)

Bacaan Lainnya

Kalau sama Allah saja dia berani bermaksiat apalagi cuman sama manusia. Kalau sama Allah saja dia masih bisa untuk mengakali Allah, dia masih bisa untuk menyembunyikan dari Allah, dia merasa bahwa dia gak dilihat Allah, apalagi cuma sama manusia?

Tapi yang menjadi halangan adalah ketika orang itu berpikir bahwa nikah itu harus mahal. Inilah yang menjadi dosa jariyah. Padahal nikah itu gak harus mahal. Duit itu lebih anda perlukan setelah nikah, bukan sebelum nikah. Tidak semua orang itu orang berada.

Lalu, bagaimana kalau latar belakangnya berbeda? Yang paling terpenting adalah semangat untuk taat sama Allah, untuk mau terikat dengan hukum Allah, dan tahu masa depannya seperti apa. Harta itu penting. Hanya saja, itu bukan pertimbangan untuk mencari seorang suami. Karena rizki itu dari Allah. Sehingga itu tidak bisa menjadi suatu pertimbangan bagi kita untuk menikah.

Baca juga: Tela’ah Hadis terhadap Khitbah Perempuan atas Laki-Laki

Maka apabila seseorang ingin menjalin suatu hubungan maka jalinlah dengan cara yang halal. Dengan cara Allah. Dengan cara Islam. Yaitu menikah. Apabila telah memiliki tekad yang kuat untuk menikah maka tempuhlah tata cara pernikahan sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan.

Alhamdulillah, saat ini telah banyak penjelasan mengenai tata cara pernikahan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat kita pelajari melalui YouTube, website, program kelas, dan kajian.

Seseorang yang menikah maka insyaAllah jiwa, raga, dan pandangannya akan lebih terjaga. Di samping itu, seseorang yang menikah berarti ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

Sebelum terjadi akad nikah maka baik laki-laki maupun wanita statusnya masih sebatas orang lain (non-mahram) sehingga berlaku bagi mereka aturan lelaki dan wanita yang bukan mahram seperti dilarang berdua-dua-an, bersentuh-sentuhan, dan bercengkrama di luar hal-hal yang diperlukan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad)

Sangat penting bagi setiap muslim dan muslimah untuk dapat menjaga dirinya dan kemaluannya dari orang lain yang bukan menjadi mahramnya. Mau nama apa pun itu, mau dirangkai dengan bahasa Islami seperti apa pun apabila ketika perilaku tersebut mengarah kepada perbuatan zina maka tetaplah terlarang.

Baca juga: Pendekatan Hadits Secara Kontekstual dan Tekstual

Mungkin hal ini terlihat “mengekang”, “kaku”, “tidak gaul” tetapi ingatlah wahai Saudara dan Saudariku seiman, Allah tidak pernah memerintahkan suatu hal kecuali hal tersebut merupakan kebaikan. Tapi sebaliknya, Allah tidak pernah melarang suatu hal kecuali hal tersebut membawa keburukan bagi pelakunya.

Berusahalah untuk menahan diri demi menaati perintah Allah, Dzat yang menciptakan kita. Selalu ingatkan diri bahwa kita ini hanyalah seorang hamba. Tidak patut bagi hamba berbuat sesukanya di bumi milik Allah Subhanahu wa ta’ala.

Tim Penulis:

1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah.
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Sumber: https://rumaysho.com/1709-inginku-sempurnakan-separuh-agamaku.html

Sumber: https://konsultasisyariah.com/30137-bagaimana-cara-taaruf.html

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses