Kinerja Pegawai Rumah Sakit Mengatasi Kasus HIV di Kepri

Kesehatan
Kinerja Pegawai Rumah Sakit Mengatasi Kasus HIV di Kepri

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah jenis virus yang menyerang/ menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Defciency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan yang disebabkan oleh HIV.

Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal.

Pengidap HIV memerlukan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan pengidap AIDS memerlukan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya (Kemenkes RI, 2014).

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Peran Perawat sebagai Pelaksana dalam Menangani HIV/AIDS

HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan kekhawatiran di berbagai belahan dunia, yang dapat mengancam kehidupan. Pada saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV dan AIDS (Abbas, 2011). Masalah kesehatan yang tidak kunjung selesai ini terjadi di beberapa daerah Kepri yaitu Kabupaten Kepulauan Anamabas dan Kota Tanjung Pinang.

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Anamabas, pada September 2022 menunjukkan bahwa 15 orang dinyatakan positif HIV/ AIDS.

Sedangkan Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) mendata terdapat delapan warga setempat meninggal akibat penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari total 55 kasus yang terjadi selama semester satu tahun 2022.

Indonesia termasuk salah satu dari tiga negara yang merupakan daerah infeksi HIV baru (Global Statistics UNAIDS, 2015). Sepuluh besar kasus HIV terbanyak ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan (Kemenkes RI, 2014).

Dengan data tersebut perlu perhatian khusus dari pemerintah untuk peningkatan program di bidang HIV/ AIDS.

Program dari pemerintah sudah ada layanan untuk penanganan penderita HIV/ AIDS bisa kita lihat dari beberapa rumah sakit yang menyediakan layanan baik pemerintah maupun swasta di antaranya Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Rumah Sakit Embun Fatimah, Rumah Sakit Santa Elisabeth Blok II Batam, dan ada juga Puskesmas, pemerintah membuat program dengan test gratis, dan obat gratis.

HIV dan AIDS menular melalui hubungan seksual, melalui darah yaitu dengan transfusi darah yang mengandung HIV, tertusuk jarum yang mengandung HIV, terpapar mukosa yang mengandung HIV, dan HIV juga ditularkan dari ibu ke anak melalui persalinan selama kehamilan dan melalui air susu ibu (Mansjoer, 2000).

Baca Juga: Pentingnya Peduli Terhadap Penyakit Menular HIV/AIDS

Individu dengan HIV positif sistem imunitasnya akan mengalami penurunan dan membutuhkan beberapa tahun hingga ditemukannya gejala tahap lanjut dan dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini sangat bergantung pada kondisi fisik dan psikologisnya.

Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikologisnya seperti: hidup dalam stres, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial dan perubahan perilaku. Penderita HIV dan AIDS menghadapi sendiri kondisinya tanpa dukungan dari teman bahkan dari keluarga sehingga memberikan dampak kecemasan, depresi, rasa bersalah dan pemikiran atau perilaku bunuh diri (Nasruddin, 2014).

Pengobatan setelah terjadi pajanan infeksi HIV pada seseorang adalah terapi Antiretroviral, yang berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus maka obat ini disebut sebagai obat Antiretroviral (ARV).

ARV tidak membunuh virus itu, namun hanya dapat memperlambat laju pertumbuhan virus, begitu juga penyakit HIV (Spiritia, 2012) dalam (Spiritia, 2012 dan Hardiyatmi, 2016).

Dalam Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dengan Keberhasilan Pelaksanaan Program Pengobatan HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso, menunjukkan responden yang mendapat dukungan keluarga berpeluang tiga kali lebih besar untuk melaksanakan program pengobatan HIV/AIDS Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr Sulianti Saroso (Marisca Agustina, 2014).

Upaya pencegahan dan penurunan angka kesakitan dan kematian karena Penyakit HIV/ AIDS merupakan prioritas utama dalam program pengendalian penyakit menular. Perkembangan penyakit ini cukup pesat dan membutuhkan perhatian serta kerjasama semua pihak dalam upaya pengendalian penyakit yang cukup serius ini.

Program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai empat pilar, yang semuanya menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS-related death dan Zero Discrimination yang salah satunya adalah Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP); yang meliputi penguatan dan pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral, dan dukungan serta pendidikan dan pelatihan bagi ODHA.

Baca Juga: Peserta KKN 08 UMM Adakan Penyuluhan HIV/AIDS

Program PDP terutama ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan dengan AIDS, dan meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV (berbagai stadium). Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan pemberian terapi antiretroviral (ARV).

Selain itu hasil penelitian Hardiyatmi (2016) menunjukkan pentingnya dukungan keluarga terhadap keberlangsungan pengobatan karena keluarga adalah orang terdekat pasien yang selalu memantau dan mengawasi pasien terutama pada saat semangat pasien menurun.

Dukungan sosial tidak kalah penting bagi pasian HIV/ AIDS yaitu salah satu cara untuk membantu pengelolaan masalah yang membuat perasaan tertekan/ stres agar tidak membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan, dukungan sosial suami ataupun keluarga terdekat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan individu untuk mengakses informasi dan untuk mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah kesehatan, dan dukungan sosial juga berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Dukungan sosial suami bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan individu untuk mengakses informasi dan untuk mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah kesehatan dan dukungan sosial juga berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Pendekatan yang lebih komprehensif dalam menentukan sumber dukungan yang efektif yaitu berasal dari orang-orang yang secara sosial sama dengan penerima dukungan (Heaney & Israel, 2008).

Menurut pandangan peneliti selain karena dukungan keluraga untuk patuh dalam pengobatan ada juga hal lain yang mendukung penderita jadi taat karena ODHA saat ini dari setiap VCT yang ada didampingi oleh LSM, maupun kelompok dukungan sebaya (KDS) di mana dukungan termasuk motivator untuk mendukung pasien ODHA untuk selalu taat dan tidak putus asa dalam pengobatan, pengobatan ARV dijamin oleh BPJS sehingga pemberian ARV di klinik secara gratis, selain itu setiap bulan ada pertemuan seluruh ODHA yang ada di Batam untuk pemberian informasi mengenai ODHA yang meningkatkan pengetahuan dan motivasi mereka untuk patuh untuk minum obat serta ODHA menganggap ARV sebagai nyawa kedua mereka.

Penulis: Syafila Muharama Dini
Mahasiswa Jurusan Manajemen STIE Pembangunan Tanjung Pinang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.