Kompetensi Guru yang Tumpul Bisa Mencetak Generasi Unggul?

kompetensi guru

Akar masalah pendidikan di negara Indonesia sudah sangat melekat dan tak kunjung tersolusikan, seakan sulit dan tak dapat diselesaikan. Mulai dari permasalahan guru, sistem perekrutan guru, semangat belajar siswa, kurikulum pembelajaran, pemerintah yang korupsi dana pendidikan, dan lain-lain.

Satu permasalahan terus mengakar dan bercabang hingga saling berkaitan, sehingga solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut harus memerlukan komitmen dan sinergi dari segala penjuru sisi.

Sudah sekian kali pemerintah berinisiatif untuk membenahi system pendidikan yang mana memiliki tujuan untuk menjadi subjek dalam membenahi permasalahan-permasalahan yang lain. Namun sayangnya upaya itu belum kunjung menjadi titik terang dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di pendidikan Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Hal itu masih banyak memunculkan rahasia-rahasia dan pertanyaan-pertanyaan mengapa dan selalu seperti itu.

Baca juga: Problematika Pendidikan di Indonesia

Perlu adanya diskusi-diskusi analisis apa saja permasalahan-permasalahan yang menjadi sebab dan akibat tidak terselesaikannya problem pendidikan di Indonesia. Kali ini saya akan fokus untuk membahas terkait salah satu yang sedang menjadi pembahasan hangat tentang masalah pendidikan di Indonesia, yaitu mengenai kualitas kompetensi guru dalam mengajar siswa di sekolah.

Saya angkat dari salah satu berita terkini yaitu “Asosiasi Ungkap Akar Masalah Guru: Lembaga Pendidik dan Upah” yang terbit pada tanggal Jumat, 27 Nov 2020 dari sumber CNN Indonesia pada link berikut https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201126105315-20-574704/asosiasi-ungkap-akar-masalah-guru-lembaga-pendidik-dan-upah.

Di dalam berita tersebut dikatakan bahwa “Terkait kualitas guru, ia menilai sumber permasalahan harus dibenahi pemerintah dari Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), satuan yang melatih tenaga pendidik sebagai professional.”

Guru adalah seseorang yang memiliki peranan terpenting dari segala unsur yang mendukung suksesnya proses pembelajaran. Jika guru tidak berperan maksimal dalam proses pembelajaran di kelas maka dampaknya pastinya siswa tidak mendapatkan ilmu yang maksimal dan begitu pula sebaliknya ketika guru berperan dengan semaksimal mungkin.

Namun bagaimana jika guru selalu hadir di kelas untuk melaksanakan proses pembelajaran sedangkan kualitas kompetensi mengajarnya kurang baik atau bahkan tidak baik?

Tidak lain dan tidak bukan ini adalah problem besar bagi dunia pendidikan. Tujuan dari berjalannya proses pembelajaran adalah proses transfer ilmu yang dimiliki guru kepada siswa, namun ketika guru tidak memiliki komptensi baik segi intelektual maupun segi teknik mengajar maka siswa tidak akan dapat menerima ilmu dengan baik.

Baca juga: Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Permasalahan ini disebabkan oleh beberapa sebab yang dapat dipetakan, yaitu selektifitas perekrutan guru yang tidak maksimal, terkadang ditemui orang yang kompeten tetapi minat menjadi gurunya kurang, atau bahkan sudah menjadi guru tetapi semangat mengajarnya yang kurang. Hal tersebut masih kerap ditemukan di banyak sekolah terutama di daerah-darah kota kecil di Indonesia.

Permasalahan ini menjadi masalah inti dan akan cepat mengakar menimbulkan masalah-masalah yang lain bahkan buruknya ketika menjadi inang bagi masalah yang sudah ada sebelumnya sehingga semakin sulit terpecahnya permasalahan tersebut.

Memang tidak dapat dipungkiri ketika ditemukan guru yang memiliki kompetensi mengajar yang rendah maka salah satu yang dilirik menjadi sebab adanya permasalahan ini adalah Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan(LPTK), karena lembaga ini yang bertanggung jawab dalam menyeleksi kualitas guru yang dianggap mumpuni dalam mengajar, dan selain itu juga mengelola guru-guru di Indonesia.

Bagaimana mungkin calon guru yang sudah terseleksi tetapi ketika sudah diangkat menjadi guru ternyata memiliki kompetensi mengajar yang kurang baik? Sebuah tanda tanya besar untuk lmebaga tersebut karena kasus ini banyak ditemukan di Indonesia.

Dampak-dampaknya otomatis siswa itu sendiri sebagai objek dari proses pembelajaran yang dibawa oleh guru tersbut. Apa saja dampaknya? Pastinya cukup banyak, namun satu yang sangat mengkhawatirkan adalah tirciptanya generasi yang malas belajar dan tidak memiliki semangat untuk manjadi generasi yang berkualitas tinggi serta berpendirian teguh.

Baca juga: Rendahnya Mutu Pendidikan, Rendahnya Kesejahteraan Guru

Hal ini harus dijadikan topik utama bagi pemerintah untuk mengatur dan menyelesaikan persoalan tersebut dan juga persoalan-persoalan pendidikan yang lain. Karena mengingat pendidikan adalah unsur paling utama dalam membentuk kehidupan, seperti sejarah Jepang pada masa perang dunia ke II ketika kota Hirosima dan Nagasaki dibom oleh sekutu, hanya satu pertanyaan pertama yang kaisar Hirohito tanyakan yaitu berapa banyak guru yang selamat untuk membangun kembali kota tersebut.

Jika dari pendidikan di Indonesia hanya bisa mencetak generasi yang malas belajar dan tidak memiliki semangat untuk menjadi generasi yang berkualitas seperti demikian, maka apa kabar Indonesia masa depan? Maka mari fikirkan.

Penulis: Burhanul Aqil
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI