Konflik Sipil di Sudan Menyebabkan Banyaknya Pengungsi

Opini
Ilustrasi: pixabay.com

Sudan adalah sebuah negara di Afrika yang telah mengalami konflik selama bertahun-tahun. Konflik di Sudan berkaitan dengan faktor agama, etnis, dan politik, serta pengaruh dari kebijakan luar negeri.

Salah satu konflik terbesar yang terjadi di Sudan adalah perang sipil Sudan yang terjadi antara tahun 1983 hingga 2005. Perang ini merupakan konflik antara pemerintah Sudan yang didominasi oleh orang Arab dan kelompok pemberontak di wilayah selatan yang mayoritas penduduknya adalah orang Afrika.

Situasi ini menciptakan ketidakpuasan dalam masyarakat yang akhirnya mengakibatkan konflik bersenjata antara pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak di wilayah selatan.

Baca Juga: “Wagner” Narapidana yang dijadikan Tentara Bantuan

Bacaan Lainnya

Kelompok pemberontak ini merasa tidak terwakili dalam kebijakan nasional dan menuntut hak mereka untuk mandiri secara politik maupun ekonomi. Perang ini mengakibatkan jutaan orang tewas dan terluka, serta jutaan orang lainnya terpaksa mengungsi.

Konflik Wilayah Darfur yang Tak Kunjung Usai

Selain itu, konflik di Sudan juga melibatkan wilayah Darfur yang terletak di bagian barat negara tersebut. Konflik di Darfur dimulai pada tahun 2003 ketika kelompok pemberontak dari etnis non-Arab memberontak melawan pemerintah Sudan yang didominasi oleh etnis Arab.

Konflik di Darfur memang dimulai pada tahun 2003 ketika kelompok pemberontak dari etnis non-Arab yang dikenal sebagai Sudan Liberation Army (SLA) dan Justice and Equality Movement (JEM) memberontak melawan pemerintah Sudan yang didominasi oleh etnis Arab.

Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan kelompok etnis non-Arab terhadap pemerintah Sudan yang dianggap tidak adil dalam pembagian sumber daya, terutama air dan lahan.

Pemerintah Sudan kemudian merespons dengan mengirim militer dan kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Janjaweed untuk menekan pemberontakan.

Janjaweed, yang terdiri dari kelompok etnis Arab yang didukung oleh pemerintah Sudan, dilaporkan melakukan kekerasan, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran desa, terhadap penduduk etnis non-Arab di Darfur.

Pada 2020, pemerintah Sudan menandatangani kesepakatan damai dengan beberapa kelompok pemberontak di Darfur, yang diharapkan akan mengakhiri konflik dan membuka jalan bagi rekonsiliasi dan pemulihan di wilayah tersebut.

Namun, situasi di Darfur masih rentan terhadap kekerasan dan perlindungan bagi penduduk sipil tetap menjadi masalah yang penting.

Baca Juga: Perang Yaman: Konflik yang Terus Memburuk

Masalah Lain yang Menyebabkan Konflik di Sudan

Namun, tentu saja ada beberapa masalah lain yang menyebabkan konflik ini semakin rumit. Keterlibatan negara-negara asing juga sangat mempengaruhi situasi tersebut.

Beberapa negara tertentu memberikan dukungan pada salah satu belahan atau bahkan turut campur tangan langsung dalam konflik tersebut. Konflik ini mengakibatkan jutaan orang tewas dan terluka, serta jutaan orang lainnya terpaksa mengungsi.

Konflik di Sudan juga berkaitan dengan masalah politik. Pada tahun 2019, Presiden Omar al-Bashir yang telah memerintah Sudan selama 30 tahun digulingkan oleh militer setelah terjadi aksi demonstrasi besar-besaran yang menuntut perubahan. Namun, konflik belum berakhir setelah itu.

Kelompok-kelompok yang ingin berkuasa saling berebut kekuasaan, terjadi kekerasan dan pembunuhan di berbagai wilayah Sudan. Setelah penggulingan al-Bashir, terjadi persaingan kekuasaan antar kelompok yang ingin mengambil alih kendali negara.

Setelah merdeka pada tahun 1956, Sudan seringkali dilanda krisis politik akibat pertentangan ideologi maupun ambisi kekuasaan para elit politik.

Salah satu kelompok yang berperan penting dalam konflik adalah Dewan Militer Transisi (DMT) yang memimpin pemerintahan sementara setelah al-Bashir digulingkan.

DMT awalnya diharapkan dapat memimpin negara menuju masa transisi demokrasi yang lebih stabil, namun pada kenyataannya, kelompok ini justru menolak memberikan kendali penuh kekuasaan kepada wakil rakyat dan partai politik sipil.

Konflik di Sudan juga dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri. Beberapa negara telah mencampuri urusan dalam negeri Sudan, baik untuk mendukung pemerintah maupun kelompok pemberontak. Hal ini membuat konflik semakin rumit dan sulit untuk diselesaikan.

Baca Juga: Deklarasi Balfour: Salah Satu Dalang Terjadinya Konflik Palestina-Israel

Faktor Penyebab Utama Konflik di Sudan

Faktor agama menjadi penyebab utama konflik di Sudan. Negara ini terbagi antara wilayah Utara yang mayoritas penduduknya muslim dan wilayah selatan yang mayoritas penduduknya Kristen serta animis. Perbedaan keyakinan inilah yang seringkali memicu perselisihan di antara kedua belah pihak.

Selain faktor agama, perbedaan etnis juga menjadi penyebab konflik di Sudan. Terdapat lebih dari 500 kelompok etnis yang tersebar di seluruh penjuru negara ini dengan budaya, bahasa, dan adat istiadat masing-masing.

Hal tersebut menimbulkan ketidakseimbangan dalam pembagian sumber daya alam serta kesenjangan sosial-ekonomi antar daerah.

Konflik Berkelanjutan Menyebabkan Banyaknya Pengungsi yang Keluar dari Sudan

Upaya untuk mengakhiri konflik di Sudan telah dilakukan, termasuk dengan upaya untuk mengakhiri perang sipil dan mengatasi masalah di Darfur. Namun, konflik masih terus berlanjut di Sudan, dan banyak orang yang menjadi korban dari kekerasan dan ketidakstabilan yang terjadi.

Konflik yang baru-baru ini terjadi di Sudan adalah Perang Bintang paramiliter dan militer yang mengakibatkan nyaris 100 orang tewas dan ribuan luka-luka.

Konflik tersebut merupakan upaya perebutan kekuasaan antara pasukan militer Sudan yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin Mohammed Hamdan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti.

Hal ini berdampak pada banyaknya rakyat yang mengungsi ke negara lain, melansir dari tempo.co, sebanyak 40.000 jiwa rakyat Sudan yang mengungsi ke negara lain.

Maka, solusi jangka panjang untuk konflik di Sudan harus melibatkan kerjasama antara pemerintah dan kelompok pemberontak, serta dukungan dari negara-negara internasional yang tidak mencampuri urusan dalam negeri Sudan.

Baca Juga: Dinamika Afrika Utara: Kondisi, Sejarah dan Peradabannya

Selain itu, upaya untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di Sudan juga harus dilakukan agar konflik tidak terus berlanjut.

Penulis: 

Intan Permatasari
Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait