Pemilu 2019 tinggal beberapa bulan lagi. Suhu pemilu terasa makin panas. Partai-partai politik serta calon wakil rakyat makin gencar untuk memperkenalkan diri dengan berbagai cara. Warna-warni foto dan logo bertuliskan macam-macam sloganpun sudah banyak terpasang menghiasi jalan. Slogannya pun ada yang menarik, menggelitik, bahkan ada pula yang hanya membual.
Menjelang Pemilihan Umum 2019, umumnya mata publik hanya terfokus kepada pemilihan presiden dan wakil presiden saja. Padahal, ada hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg) yang terdiri dari pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai dengan pusat termasuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Kalau kita cermati lebih jauh, DPR memiliki tugas dan wewenang yang sangat penting dalam keberlangsungan pemerintahan di Republik ini. Kebijakan-kebijakan penting, seperti penyusunan konstitusi, pengesahan anggaran, pengawasan kinerja pemerintah serta aspirasi rakyat akan diserahkan kepada DPR sebagai konsekswensi dari sistem demokrasi perwakilan.
Kinerja Buruk Legislator
Namun, sudahkah tugas dan wewenang tersebut dijalankan dengan baik oleh para wakil rakyat? Kenyataannya, relatif tidak. Meski tidak bisa disimpulkan secara keseluruhan, kinerja sebagian besar anggota DPR dan DPRD disorot negatif. Prolegnas dan Prolegda tak sesuai target tiap tahun. Hasil kebijakan tidak sesuai kebutuhan publik, bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah banyak di antara anggota dewan yang terjerat kasus korupsi.
Menurut hasil Survei Alvara Research periode 20 April hingga 9 Mei 2018, persentase kepuasan publik terkait kinerja DPR berada pada urutan ke tiga terendah dengan angka 51,8 persen. Dalam periode ini tingkat kepuasan publik turun sebesar 5 persen dibandingkan pada Februari 2018, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja DPR mencapai 56,8 persen dengan nilai C (Kompas.id)
Sementara itu, dalam hal kasus korupsi, berdasarkan data Komisi Anti Korupsi (KPK), yang penulis ambil dari https://databoks.katadata.co.id terdapat 911 pejabat negara/pegawai swasta melakukan tindak pidana korupsi sepanjang 2004-September 2018, dari jumlah tersebut 229 orang diantaranya berprofesi sebagai anggota DPR/DPRD.
Berpijak dari data tersebut, ini menjadi sebuah kehawatiran untuk kita semua. Bagaimana bisa, para wakil rakyat yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi rakyat, justru malah berkhianat kepada rakyat. Mereka yang terpilih menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif kurang memperhatikan aspirasi konstituennya.
Mensterilkan Parlemen
Pemilihan umum legislatif pada 2019 seyogianya menjadi langkah awal untuk menata kelembagaan parlemen, baik dari segi kapasitas, kinerja, maupun dari aspek integritas. Proses ini telah didahului oleh proses di internal partai politik (kecuali calon untuk Dewan Perwakilan Daerah) guna menyeleksi calon anggota legislatif yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
Namun kenyataannya, parpol dalam menjalankan proses kaderisasi saja belum berjalan baik, apalagi mendidik pemilih untuk cerdas. Di beberapa parpol, kaderisasi dilakukan secara instan dengan cara membekali kader atau simpatisan tentang visi misi parpol dan tugas kepartaian saja, itupun hanya dilakukan beberapa kali dan terkesan hanya formalitas.
Ditambah lagi, dengan adanya sistem terbaru mengenai perhitungan dan penetapan jumlah kursi parpol peserta Pemilu 2019, membuat semua parpol berlomba-lomba merekrut caleg dari berbagai kalangan populer untuk mendongkrak perolehan suara partai. Popularitas menjadi kriteria prioritas ketimbang kualitas personal caleg itu sendiri. Sehingga tak sedikit parpol yang mencalonkan kembali kadernya yang eks koruptor.
Menurut komisioner KPU Ilham Saputra, Rabu (30/1/2019), dari seluruh calon anggota DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, terdapat 49 orang yang berstatus mantan terpidana (korupsi). Dari 49 caleg itu, 9 merupakan caleg DPD, 16 caleg DPRD provinsi, dan 24 caleg DPRD kabupaten/kota (Detik.com).
Bak Guci antik penuh lumpur, legislatif kita harus dibersihkan. Meskipun para incumbent atau petahana tersebut mencalonkan diri lagi, ini bukan jaminan bahwa mereka pasti berkompeten. Rakyat tetap harus cermat memilih karena bagaimanapun demokrasi mengasumsikan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat karena merekalah yang menentukan siapa yang akan mewakilinya di parlemen selama lima tahun mendatang.
Cerdas Memilih
Dalam menghadapi konstestasi politik 17 April mendatang, dari beberapa bulan lalu, para caleg sudah turun gunung untuk tebar pesona kepada rakyat. Maka, rakyat juga harus cerdas dalam memberikan hak suaranya dengan menilai integritas mereka.
Pertama, caleg harus punya visi dan misi yang jelas, dan punya platform apa yang mau dikerjakan. Kedua, caleg harus memiliki rekam jejak yang baik, bebas korupsi, terbukti dari latar belakang dan akuntabilitas keuangannya. Ketiga, caleg harus memiliki integritas yang tinggi dalam bekerja.
Untuk menakar Integritas tersebut, menurut hemat penulis ada tiga poin penting yang bisa dijadikan pertimbangan, yakni integritas moral, integritas intelektual, dan integritas sosial.
Integritas moral. Dalam bahasa agama, integritas moral adalah kepiawaian menjalin hubungan “hablun min al-nas” dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga, masyarakat dan lingkungan kerjanya. Moral itu terlihat dalam bentuk kejujuran, keberanian membela yang benar, mengajak dan mengajarkan kebenaran. Tidak membangun sentimen bernuansa SARA untuk merebut simpati atau menggunakan cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkan suara terbanyak.
Integritas intelektual, yakni caleg harus memiliki kompetensi keilmuan dan wawasan luas. Kemampuan ini tidak hanya dibuktikan dengan sebundel ijazah atau deretan gelar pendidikan. Karena kita ketahui bersama, ada banyak individu-individu yang bergelar dan berijazah, namun kualitas berpikirnya dipertanyakan.
Integritas sosial, yakni caleg harus memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap problema yang dialami oleh masyarakat. Kepedulian ini tidak hanya ketika menjelang Pemilu saja, tetapi dibuktikan dengan rekam jejak yang konsisten. Sebab, tidak sedikit caleg yang pura-pura berempati kepada rakyat hanya menjelang Pemilu saja. Kepedulian mereka hanya pencitraan atau popularitas lewat kata-kata.
Dengan demikian, semoga Pemilihan umum legislatif pada 2019 ini, bisa menjadi langkah awal untuk menata kembali kelembagaan parlemen, baik dari segi kapasitas, kinerja, maupun dari aspek integritas, sesuai dengan aspirasi rakyat dan amanat konstitusi.
Dadan Rizwan Fauzi, S.Pd.
Mahasiswa PKn Pascasarjana UPI
Baca juga:
Kebangkitan Dunia Islam, Pesan Politik Kunjungan Raja Salman ke Indonesia
Menyongsong Pemilu 2019
Reformasi Konstitusi adalah Koentji
Komentar ditutup.