Kriteria Mencari Guru dalam Mempelajari Tasawuf

Kriteria Guru Tasawuf
Ilustrasi Guru Tasawuf (Sumber: Penulis)

Dalam hal mempelajari ilmu tasawuf apakah harus ada gurunya?” Mungkin pertanyaan tersebut masih dipertanyakan oleh sebagian orang.

Memang benar adanya bahwa dalam masalah belajar, terutama belajar tasawuf diharuskan untuk memiliki guru pembimbing yang kompeten bukan guru yang abal-abal, justru kalau berguru dengan yang kurang kompeten dalam bidang tasawuf malah jadinya terjerumus dalam jurang kesesatan.

Lantas, siapakah guru tasawuf yang sesat tersebut? Yaitu orang-orang yang tidak kuat pondasinya dalam bidang ilmu syariat atau fikih dan ilmu aqidah lalu dengan mudahnya dia menggelorakan narasi-narasi yang seakan-akan merujuk pada tasawuf.

Bacaan Lainnya
DONASI

Buya Yahya menegaskan bahwa menurut imam ghazali yang menyinggung para pengikut-pengikut tasawuf dan para pengamal tasawuf yang perilakunya menyimpang dari syariat dan aqidah islam, itulah para benalu tasawuf yang sebenarnya.

Karena dalam mempelajari tasawuf haruslah berlandaskan pada syariat dan aqidah agar tidak menyimpang dari ajaran islam itu sendiri.

Adapun beberapa perilaku yang menyimpang dalam ajaran tasawuf seperti satahat atau omongan yang tidak bermakna, hal tersebut memang benar adanya dalam tasawuf, karena disababkan tenggelam dalam lautan cinta kepada Allah.

Namun hal-hal yang demikian harusnya tidak dipublikasikan ke khalayak umum karena dapat menimbulakan kebinggungan terhadap orang lain atau bahkan yang lebih bahayanya lagi, orang yang mendengarkan statement orang satahat tadi mengamalkannya.

Perilaku satahat ini pernah dilakukan oleh syekh siti jenar, dia pernah berkata bahwa “disini tidak ada siti jenar, yang ada hanyalah Allah”,

Hal tersebut memang benar menurut syekh siti jenar sendiri, karena disaat seseorang sudah mencapai maqam tertinggi dalam tasawuf yaitu fana, maka yang dilihat dalam dirinya bukan lagi diri mereka melainkan pancaran ilahiyyah saja.

Namun salah bila sampai dikatakan oleh orang awam yang belum kuat pondasi akidahnya, yang ada malah bisa sesat, adalagi yang ngaku-ngaku “saya sudah shalat, tapi shalat saya di Makkah” padahal waktu antara Indonesia dan Makkah sendiri sudah berbeda, wkwk.

Bagaimana Kriteria Mencari Guru Tasawuf?

1. Kompoten

Guru tasawuf yang kompeten adalah apabila dengan melihat dirinya atau melihat perilakunya saja, diri kita akan termotifasi untuk berbuat kebaikan. Karena disaat seseorang sudah mencapai derajat tinggi dalam hal kebersihan hati, seseorang tersebut malah tidak bisa berbuat apa-apa dan yakin bahwa segala kemampuan yang ditampakkan oleh beliau semata-mata adalah anugrah dari Allah.

Oleh karena itu, hindarilah memilih guru tasawuf yang masih mau menyalahkan orang lain, merendahkan orang lain dan merasa dirinya paling baik diantara yang lain, sebab hal tersebut merupakan perilaku ujub, bila dilihat dari sudut pandang tasawuf itu sendiri, padahal yang paling berhak memiliki sifat tersebut hanyalah Allah semata.

2. Kuat Pondasi Ilmu Syariat dan Akidah

Dalam mencari guru tasawuf pula, hendaknya memilih guru yang kuat pondasi ilmu syariat dan akidahnya, maksudnya adalah kuat dalam hal berpegang teguh kepada sumber agama islam yaitu al-Qur’an dan al-hadist, setiap dawuh yang dimaklumatkan oleh guru tersebut itu selalu merujuk pada pemahaman al-Qur’an ataupun hadist.

Hal ini dikarenakan dalam pembahasan tasawuf sendiri yang digaungkan adalah tentang tingkatan maqamah-maqamah, maka jika ada orang yang hanya mengetahui konsep tasawuf yang ekstrim seperti wahdatul wujud, hulul dan lain-lainnya tanpa tahu konsep tersebut dengan mendalam.

Padahal untuk mecapai maqam seperti musyahadah atau tajalli sendiri harus menempuh maqam yang ada dibawahnya, seperti maqam takhalli (membersihkan hati dari berbagai kotoran hati) dan maqam tahalli (menghiasi tingkah laku kita dengan berbagai sifat yang utama, seperti menghidupkan sunnah nabi dan mengistiqamahkan ibadah sunnah).

Justru sebaliknya kalau orang tersebut langsung belajar kepada tahap tertinggi dalam dunia tasawuf, maka hal tersebut dapat berbahaya dan malah melenceng dari tujuan belajar tasawuf ity sendiri, tujuan dari belajar tasawuf adalah dapat mengetahui sifat-sifat hati yang tepuji dan tercela yang ada dalam hati.

3. Sanad Keilmuannya

Kemudian dalam mencari guru spiritual juga harus mencari guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan juga mempelajarinya secara sempurna, yaitu ilmu yang sambung sampai pada ajaran yang dibawa nabi Muhammad, agar tidak keluar dari koridor syariat islam.

Hal ini ditegaskan oleh Ibrahim bin Musa asy-Syatihibi dalam kitab al-Muwafaqat, beliau berkata “Di antara jalan untuk mencari ilmu yang dapat mengantarkan seorang murid sampai pada pengetahuan yang sebenarnya adalah mempelajari ilmu tersebut dari guru yang ber keahlian dalam hal tersebut dan telah mempelajari secara sempurna dan menyeluruh”.

Maka dari sini bisa ditegaskan bahwa dalam hal mempelajari ilmu tasawuf haruslah mencari guru tasawuf yang menerapkan akhlak baik dalam segala sendi kehidupannya dan dapat membimbing kita untuk dekat terhadap sang pencipta,

Karena yang paling penting dalam tasawuf bukanlah hanya sekedar kata-kata belaka namun yang terpenting adalah perilaku atau akhlak yang baik, dengan demikian kita juga dapat mencontoh beliau-beliau dalam hal beramal shalih sebagai tahap muraqabah ila Allah seperti berdzikir dan rajin ibadah.

Jangan mudah tertipu dengan guru-guru yang ngaku dapat melakukan hal-hal yang diluar nalar seperti bisa terbang atau perilaku absurd lainnya tapi ibadahnya kacau, karena hal demikian bisa saja bentuk istidraj dari Allah dan hal demikian hina dimata Allah.

 

Penulis: Mochammad Hafidz Ardiyansyah
Mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI