Tujuan dari sistem pemasyarakatan, yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk membentuk narapidana menjadi orang yang lebih baik dan kecil kemungkinannya untuk melakukan kejahatan lagi.
Narapidana diharapkan mampu berintegrasi kembali dengan baik ke dalam masyarakat, menafkahi diri mereka sendiri, dan bertindak secara bertanggung jawab setelah mereka dibebaskan. Komponen terakhir dari sistem peradilan pidana adalah sistem pemasyarakatan.
Lapas atau lembaga pemasyarakatan adalah salah satu lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemidanaan di Indonesia. Program pembinaan bagi para pelaku kejahatan atau narapidana biasanya dilakukan di Lapas.
Pembinaan dalam bentuk dua program, satu berfokus pada kepribadian narapidana dan yang lainnya pada kemampuan mereka untuk berfungsi secara mandiri akan diberikan kepada mereka yang menjalani hukuman di penjara.
Kapasitas kognitif narapidana ditingkatkan, dan mereka juga diberikan panduan tentang hukum, negara, dan negara mereka sebagai bagian dari program pengembangan kepribadian.
Selama di penjara, narapidana dapat berpartisipasi dalam program yang dirancang untuk membantu mereka menjadi lebih mandiri dan kreatif setelah dibebaskan.
Namun, baik masyarakat luar maupun narapidana sendiri memiliki kekhawatiran tentang sistem pemasyarakatan.
Masalahnya berasal dari persepsi masyarakat tentang mantan narapidana sebagai pelanggar hukum yang menjadi ancaman bagi masyarakat karena pengaruh negatif yang mereka miliki terhadap orang-orang di luar.
Pembinaan berbasis masyarakat melalui Pemasyarakatan Berbasis Komunitas (PBK) merupakan salah satu solusi bagi Lapas/Rutan untuk mengatasi masalah ini.
Stereotip negatif yang sudah lama ada tentang masyarakat akan berangsur-angsur memudar seiring dengan pembebasan WBP yang menjadi anggota masyarakat yang aktif.
Tujuan dari pembinaan berbasis komunitas ini adalah untuk membantu narapidana berintegrasi dengan lebih baik ke dalam masyarakat setelah mereka dibebaskan.
Diharapkan juga bahwa narapidana akan dapat menggunakan keterampilan yang telah diperolehnya selama pembinaan kemandirian untuk mendapatkan pekerjaan yang menguntungkan setelah mereka dibebaskan dari Lapas/Rutan.
Narapidana yang telah menyelesaikan setidaknya setengah dari masa hukumannya dan memenuhi syarat untuk reintegrasi ke masyarakat akan dibantu melalui program pembinaan kemandirian seperti di bidang industri, elektronik, otomotif, dan lainnya.
Narapidana dipersiapkan untuk kehidupan di luar penjara melalui program-program ini, yang dikembangkan bersama dengan organisasi luar dan disesuaikan dengan keahlian masing-masing individu.
Jelas, CBC (Community Based Correctional) dapat digunakan sebagai bentuk substitusi penjara, tetapi juga dapat digunakan dalam konteks rehabilitasi narapidana.
Diharapkan bahwa program CBC akan membantu narapidana dan masyarakat setempat untuk saling menerima satu sama lain.
Program CBC ini pembinaan yang melibatkan peran masyarakat supaya adanya kesempatan untuk narapidana kembali dan dipercaya oleh masyarakat.
Tujuan dari pembinaan berbasis komunitas ini adalah untuk membantu narapidana membangun hubungan dengan dunia luar sekaligus mempersiapkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sukses setelah keluar dari penjara.
Penjara terbuka, yang juga dikenal sebagai kamp terbuka, harus dipertahankan untuk mempertahankan program CBC. Narapidana yang masa hukumannya akan segera berakhir akan dipindahkan ke penjara terbuka, di mana mereka akan dikenakan tingkat pemantauan keamanan yang lebih rendah.
Dari segi filosofi, sistem pemasyarakatan sangat berbeda dengan model hukuman Retributif, Deterrent, dan Resosialisasi.
Dengan kata lain, tujuan pemidanaan bukan untuk menimbulkan rasa sakit sebagai sarana pembalasan, bukan untuk menciptakan rasa takut melalui rasa sakit, dan bukan untuk memperlakukan terpidana sebagai orang yang terbuang secara sosial.
Filosofi reintegrasi sosial yang dianut oleh lembaga pemasyarakatan memandang kejahatan sebagai perjuangan antara terpidana dan masyarakat.
Oleh karena itu, tujuan hukuman adalah untuk menyelesaikan konflik atau mengintegrasikan kembali pelaku kejahatan ke dalam masyarakat.
Agar mantan narapidana dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, maka Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan sesuai dengan Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2002 tentang Pemasyarakatan.
Dalam landasan filosofisnya, Pemasyarakatan menunjukkan dedikasi untuk memperbaiki kehidupan narapidana melalui pembinaan dan perlakuan yang sangat manusiawi terhadap narapidana melalui perlindungan hak-hak mereka.
Pasal 3 UU Pemasyarakatan menyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan sistem pembinaan pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, nondiskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan, dan profesionalitas.
Dalam sistem pemasyarakatan, pejabat fungsional khusus yang disebut petugas pemasyarakatan bertanggung jawab untuk melaksanakan bimbingan, pembinaan, dan pengembangan.
Untuk menghindari perlakuan yang tidak manusiawi dan memaksimalkan manfaat potensial Pemasyarakatan, dibutuhkan sumber daya manusia yang profesional yang memiliki pemahaman yang kuat tentang tujuan dan sasaran program.
Untuk memaksimalkan dampak pembinaan dan pendampingan, penting untuk bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan masyarakat yang relevan.
Karena mereka mengambil alih sebagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Lapas/Rutan tertutup, Lapas/Rutan terbuka merupakan sub-sistem yang berbeda dalam sistem peradilan pidana dengan Lapas/Rutan pada umumnya (Lapas/Rutan tertutup).
Selain itu, tidak seperti penjara tertutup, penjara terbuka menekankan pada Pemasyarakatan Berbasis Masyarakat (PBM), atau bentuk pembinaan yang lebih personal dan tidak terlalu ketat yang melibatkan masyarakat setempat.
Fase asimilasi merupakan bagian integral dari proses pembebasan di Lapas Terbuka. Lembaga Pemasyarakatan harus bekerja sama dengan beberapa lembaga pendukung untuk mencapai tujuan ini.
Setiap narapidana di Lapas/Rutan harus diberi kesempatan untuk belajar perdagangan dan mendapatkan pengalaman di berbagai bidang seperti perbaikan otomotif, produksi tekstil, pertukangan, dan masih banyak lagi berkat kemitraan Lapas/Rutan dengan lembaga-lembaga seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Balai Latihan Kerja.
Setiap narapidana, meskipun dipenjara karena tindak pidana, berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sehingga sistem penjara harus bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk memberikan pembinaan bagi narapidana yang membutuhkan bantuan akademik.
Kerja sama dengan pihak non-pemerintah atau pihak swasta, selain bekerja sama dengan pemerintah, diperlukan agar Lapas/Rutan dapat memberikan akses terhadap hasil dan produk WBP untuk disalurkan ke masyarakat luar.
Upaya Lapas/Rutan untuk berkolaborasi dengan menggunakan prinsip-prinsip Pemasyarakatan Berbasis Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan efektivitas program pembinaan narapidana.
Pertama, tujuan dari penerapan konsep pemasyarakatan adalah untuk mengintegrasikan kembali mantan narapidana ke dalam masyarakat.
Kemudian, kita perlu menghilangkan prasangka yang meluas terhadap narapidana dengan menyebarkan pesan bahwa mereka adalah orang yang tidak bersalah yang hanya tersesat.
Tujuan dari program ini adalah untuk membantu para narapidana menjadi mandiri sehingga mereka dapat berkontribusi kepada masyarakat setelah mereka dibebaskan dari penjara.
Kedua, waktu yang dihabiskan narapidana di balik jeruji besi tidak akan sia-sia jika penjara memberi mereka program pembinaan yang akan membantu mereka berhasil setelah mereka dibebaskan dan dapat menemukan pekerjaan di bidang yang terkait dengan keterampilan yang telah mereka peroleh melalui program pelatihan dan pendidikan penjara.
Juga termasuk sertifikasi pihak ketiga yang diperoleh sebagai hasil dari kursus pelatihan yang telah diselesaikan.
Untuk mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, maka diperlukan beberapa konsep yang baik dan terarah dalam proses pembinaan.
Karena masyarakat merupakan komponen utama dalam proses reintegrasi sosial narapidana di lingkungan luar dan karena proses reintegrasi sosial atau integrasi sosial tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan apabila ketiga pilar tersebut tidak berjalan dengan baik
Bila dihubungkan dengan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Alur SWOT
- Mengkaji Lingkungan
- Analisis Internal, yaitu Kekuatan dan Kelemahan
- Analisis Eksternal, yaitu Peluang dan Ancaman
- Keputusan
Analisis SWOT
- Kekuatan: Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian.
- Kelemahan: Sedikitnya Narapidana yang mengikuti Program pembinaan Kemandirian dan Kepribadian.
- Peluang: CBC (Community Based Correctional).
- Ancaman: Persepsi masyarakat tentang mantan narapidana sebagai pelanggar hukum yang menjadi ancaman bagi masyarakat karena pengaruh negatif yang mereka miliki terhadap orang-orang di luar.
S-O Strategies
Mengejar Opportunity yang sesuai dengan Strength. Dapat diartikan mengejar CBC yang sesuai dengan Pembinaan Kemandirian dan Kepribadian, artinya dalam program CBC para narapidana melakukan program kemandirian dan kepribadian sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
W-O Strategies
Mengatasi Weakness untuk mengejar Opportunity. Mengatasi Sedikitnya napi yang mengikuti program pembinaan kemandirian dan kepribadian untuk mengejar CBC, artinya dengan program CBC diharapkan napi yang nganggur dapat segera menemukan minat dan bakat dengan bergaul di masyarakat.
S-T Strategies
Identifikasi cara yang dapat digunakan dalam rangka menggunakan Strength untuk mengurangi eksternal Threat. Dengan program kemandirian dan kepribadian diharapkan mampu menghilangkan stigma buruk masyarakat terhadap narapidana, bahwa di Pemasyarakatan para narapidana di didik menjadi manusia yang baik dan berguna.
W-T Strategies
Menyusun rencana untuk mencegah kelemahan yang semakin besar akibat ancaman dari luar. Menyusun rencana untuk mencegah sedikitnya napi yang mengikuti pembinaan kemandirian dan kepribadian yang semakin besar akibat persepsi masyarakat yang buruk terhadap narapidana.
Penulis: Yoel Pathur Silalahi
Mahasiswa Manajemen Pemasyarakatan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi