Rahtawu — Mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) baru-baru ini menyelesaikan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) bertajuk Suronan di Petilasan Desa Rahtawu pada 16 Agustus 2024.
Kegiatan ini bertujuan untuk menggali dan memahami pemaknaan masyarakat terhadap Suronan—sebuah tradisi tahunan di Tujuh Petilasan Desa Rahtawu—dari perspektif religiusitas, sosial budaya, dan ekonomi.
1. Religiusitas: Memperkuat Ikatan Spiritual
Tradisi Spiritual yang Mendalam
Suronan adalah tradisi tahunan yang diadakan di Tujuh Petilasan Desa Rahtawu dan memiliki makna religius yang mendalam bagi masyarakat setempat. Tradisi ini diisi dengan berbagai ritual keagamaan yang dilakukan untuk memperkuat hubungan spiritual masyarakat dengan Tuhan.
Selama acara, warga setempat melakukan doa bersama, ziarah ke petilasan yang dianggap sakral, dan berbagai bentuk persembahan yang dianggap dapat mendatangkan berkah dan perlindungan.
Kepatuhan dan Kesadaran Spiritual
Hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa Suronan dianggap sebagai waktu yang penuh makna dalam kehidupan spiritual mereka. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai upacara ritual, tetapi juga sebagai kesempatan bagi individu untuk merefleksikan dan memperkuat hubungan pribadi mereka dengan Tuhan.
Masyarakat merasa bahwa partisipasi dalam Suronan membantu mereka menjaga dan memperdalam keimanan mereka.
2. Sosial Budaya: Memperkuat Identitas dan Kohesi Komunitas
Penguatan Identitas Budaya
Dalam konteks sosial budaya, Suronan berfungsi sebagai ajang untuk memperkuat identitas budaya dan membangun solidaritas di komunitas. Selama acara ini, berbagai kegiatan budaya diselenggarakan, seperti pameran seni, pertunjukan musik tradisional, dan lomba-lomba yang menonjolkan kekayaan budaya lokal.
Momen ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk merayakan warisan budaya mereka dan menunjukkan kebanggaan mereka terhadap tradisi lokal.
Pak Didik Kepala Desa Rahtawu menjelaskan, “Tradisi event suronan itu memang sudah berlangsung dari ratusan tahun yang lalu semenjak nenek moyang kita di Rahtawu sudah tradisi 1 suro itu banyak masyarakat sekitar Kudus yang datang ke Rahtawu untuk mengalap berkah. Berdoa dan malam satu suro di tempat tempat petilasan-petilasan yang ada di Rahtawu yang diyakini mereka dan menurut informasi, banyak doa-doa yang terkabul sehingga makin ramai pengunjung di malam satu suro.”
Kohesi Sosial dan Generasi Muda
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa UMK menunjukkan bahwa Suronan juga berfungsi sebagai momen penting dalam mempererat hubungan sosial di antara warga. Persiapan dan pelaksanaan acara melibatkan kolaborasi antara berbagai kelompok masyarakat, yang menciptakan rasa kebersamaan dan solidaritas.
Ini adalah kesempatan bagi warga untuk bekerja bersama, membangun hubungan yang lebih kuat, dan memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
Joel, salah satu warga setempat, menyatakan, “Bentuk e nk masyarakat yo keraketane tetep terjaga, kerukunane tetep terjaga masyarakat dadi dwe kewajiban supaya ojo lali karo sengkuasa, ojo lali karo leluhur, ojo lali karo tonggo koyok gotong royong, kerukunan, iku seng mok lebokno seng maknane positif-positif ngunu kui lo.
3. Ekonomi: Meningkatkan Perekonomian Lokal
Peluang Ekonomi untuk Pedagang Lokal
Suronan juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Desa Rahtawu. Selama acara, banyak pedagang lokal yang menjajakan makanan, kerajinan tangan, dan produk lokal. Ini memberikan peluang bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan dan mempromosikan produk mereka kepada pengunjung dari luar desa.
Aktivitas ekonomi ini juga menciptakan lapangan kerja sementara bagi penduduk desa, memberikan dampak positif pada perekonomian lokal.
Bapak Didik menambahkan, “Secara umum suro itu peningkatkan PADes atau pendapatan daerah pendapatan pendapatan asli desa yang signifikan karena dari event suro kita tetapkan melalui rapat itu biasanya 2 minggu h-3 dan h+7 tapi mulai hari ini kita sudah tetapkan dari Bumdes semua pelayanan dan kegiatan kegiatan berkaitan dengan event suro itu adakan secara khusus. Semua pendapatannya pun akan kita akan hitung dan masukkan pelaporan secara khusus.”
Dengan menarik pengunjung dari luar desa, acara ini dapat meningkatkan daya tarik Desa Rahtawu sebagai tujuan wisata budaya. Ini membuka peluang untuk pengembangan sektor pariwisata dan usaha lokal di masa depan, yang dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi desa.
Program PKM yang dilaksanakan oleh mahasiswa Universitas Muria Kudus di Petilasan Desa Rahtawu berhasil mengungkap makna mendalam dari Suronan dalam perspektif religiusitas, sosial budaya, dan ekonomi.
Dengan hasil temuan ini, diharapkan tradisi Suronan dapat terus dilestarikan dan dimanfaatkan untuk memperkuat hubungan spiritual, budaya, dan ekonomi masyarakat Desa Rahtawu.
Penulis: PKM-RSH SURONAN UMK
Mahasiswa Universitas Muria Kudus
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News