Manuskrip Kuno: Pesan Moral dalam Hikayat Raja Ali Badisyah di Tanah A’raby

Manuskrip Kuno
Ilustrasi Manuskrip Kuno (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Siapa yang tidak mengenal kerajaan ali badisyah? Sebuah kerajaan yang amat besar di tanah ‘Araby.

Namun, tentu akan ada perbedaan jawaban yang kita dapat saat bertanya siapa yang tau Kisah Hikayat Raja Ali Badisyah?

Masih banyak yang belum tau apa itu. Oleh sebab itu, jika ingin tahu, simak artikelnya sampai akhir!

Isi

Manuskrip kuno merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang bernilai tinggi. Sebagai salah satu sumber penelitian, tentu kehadirannya sangat patut kita apresiasi karena berkembangnya khazanah ilmu pengetahuan. Biasanya penelitian yang memanfaatkan manuskrip kuno sebagai objek kajiannya.

Bacaan Lainnya

Manuskrip ini ditulis dalam bahasa melayu dengan askara Jawi-Melayu, didalam studi filologi penelitian fokus pada teks manuskrip kuno yang kemudian menghasilkan sebuah suntingan yang dapat dibaca dan dipahami generasi masa sekarang.

Nah, Hikayat Raja Ali Badisyah ini sebuah karya dalam bahasa melayu yang berisi tentang kehidupan di Raja yang sangat masyhur di tanah ‘Araby. Namun, teks ini telah disalin oleh Sulthon Syam yang amat adil pada tahun 1826, sementara naskah ini bisa diakses malalui website online.

Meski dijadikan sumber kisah yang penting bagi Kerajaan Syam, tetapi hikayat ini bukan sebuah teks murni. Hal ini dikarenakan isinya telah mengandung unsur-unsur mitos dan legenda.

Hampir semua cerita Hikayat nusantara, dikenal dengan beberapa kajian dari hasil penelitiannya di perpustkaan Eropa seperti Inggri dan Belanda.

Kenyataan tersebut juga didukung oleh memudarnya daya tarik generasi bangsa pada karya sastra klasik yang bernilai tinggi.

Cerita hikayat mulai tidak dikenal oleh generasi muda. Kebiasaan mendongeng dan bercerita terhadap anak-anak tentang cerita klasik yang dulu digunakan sebagai bahan pendidikan karakter bagi anak-anak mulai ditinggalakan.

Salah satu disebabkan oleh faktor kesulitan untuk mendapatkan cerita klasik di toko buku. Toko buku sekarang lebih banyak diserbu oleh cerita klasik dari luar negeri, termasuk komik Jepang, Inggris, dan Korea.

Padahal kalau dilakukan upaya penulisan cerita hikayat dari berbagai suku bangsa di Indonesia tak kalah banyak dengan cerita klasik di negara lain.

Upaya untuk mempertahankan cerita hikayat sangat rendah terbukti kurangnya penerbitan tentang buku hikayat. Padahal hikayat merupakan pendidikan karakter bagi generasi muda dan masih banyak yang senang mendengar cerita-cerita hikayat tersebut. Simak Hikayat Ali Badisyah berikut ini:

Gambar 1. Hal Muqodimmah (Teks Hikayat Raja Ali Badisyah)

Transliterasi Gambar 1

Hal Muqodimmah (Teks Hikayat Raja Ali Badisyah) Makala qisah tersebutlah perkataan raja didalam negeri syam yang bernama ali badisyah ialah raja yang amat besar kerajaannya “syahlan” beberapa raja yang bersekutu taluq pada baginda itu dan beberapapun negeri yang hancur akibat pada baginda itu dan ialah yang ter-Masyhur sekalian tana ‘arabiy dan ‘ajam daripada adil baginda itu, adapun istri baginda itu terlalu amat elok parasnya seperti empat belas hari bulan cahayanya gilang gemilang kilau2 (kilau- kilau) tiada bandingnya didalam tana ‘arabiy pada zaman.

Gambar 2. 2 Hal sebelum Terakhir (Teks Hikayat Ali Badisyah)

Transliterasi Gambar 2

2 Hal sebelum Terakhir (Teks Hikayat Ali Badisyah) Kemalingan didalam negeri hanyalah jikalau ada suara seorang menangis sebab kematian saudaranya atau kaum keluarganya baharulah ada suara orang menangis dan beberapa katanya dari negeri jauh-jauh semuanya datang ke negerinya kepada baginda itu sebermula pada zaman itu tiadalah seorang raja-raja dapat dibandingkan sulton syam dari pada adilnya membicarakan hakim berhakim dan daripadamu memberi sedekah kepada sekalian fakir dan miskin dan daripada ibadatnya kepada Allah subhanahu wata’ala tiada ilmu raja–raja mengikut kelakuan.

Gambar 3. Hal Terakhir (Kolofon Hikayat Ali Badisyah)

Transliterasi Gambar 3

Hal Terakhir (Kolofon Hikayat Ali Badisyah)Sulton syam yang amat adil itu wallahua’lam bissowab tamatul kalam tersurat didalam kantor sektari gunar syamanta pada 2 (dua) harin bulan juni hari selasa awqat (waktu) jam pada pukul sebelas pada tahun 1826 (seribu delapan ratus dua puluh enam).

Ringkasan Cerita

Kisah Hikayat Raja Ali Badisyah merupakan raja yang berada didalam tanah araby. Didalam makalah qisah tersebutlah perkataan Raja yang amat besar kerajaannya “ Syahlan” dan bersukutu dengan beberapa raja lainnya di negeri syam untuk memerintahkan dengan sangat adil kepada warga setempat.

Adapun istri baginda itu terlalu amat elok paras istrinya dan tiada bandingnya didalam taman arabia pada zaman itu.

Adapaun putra sulungnya yang suka membuat khianat dan penganiayaan didalam negeri tersebut, rakyat menjadi marah atas kejahatan putranya dan Raja Ali Badisyah disingkirkan kerajaannya dan disuruh keluar dari negeri syam.

Kemudian Ali Badisyah pergi bersama istri dan anaknya dan tiba di sebuah negeri yang disebut Raja Syah Alam, yaitu Raja yang suka bersedekah kepada fakir miskin. Kemudian istri dan anaknya pergi untuk meminta sedekah dari Kerajaan Syah tersebut, kecantikan istri Ali telah menarik perhatian orang ramai.

Ali Badisyah merasa sedih mendengar berita tersebut lalu melarikan diri dan kemudian baginda sampai di sebatang sungai yang luas dan deras airnya akhirnya mengambil keputusan untuk berenang mengarungi sungai tersebut.

Ali Badisyah pun telah dibaham buaya, manakala anaknya dijadikan anak angkat oleh penambang. Akhirnya, Ali Badisyah dan kelurganya bersatu kembali dimana raja yang sangat adil sehingga tidak ada kecurian berlaku dan negerinya aman.

Pesan Moral

Jadi hidup didalam negeri ‘Araby dan hidup seperti raja hanyalah hal yang sangat istemewa. Sebagaimana amanah yang sudah orang-orang percayai apalagi dimata Allah.

Maka jagalah amanah itu semua dan membimbing keluarga dengan amat sangat baik sebagaimana membimbing kepada masyarakat tersebut.

Dan tidak lupa berbuat adil kepada semuanya, dan yang paling penting ibadahnya kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sekian, dan Terimkasih.

 

Penulis: Zahrotul Qotrunnada
Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Arab, Univeristas Al-Azhar Indonesia

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses