Membangun Bangsa di Era Krisis Nalar: Peran Strategis Pendidikan dan Literasi dalam Bela Negara

Peran Strategis Pendidikan dan Literasi dalam Bela Negara

Di tengah derasnya arus informasi digital dan meningkatnya polarisasi sosial, Indonesia sedang menghadapi tantangan besar: krisis nalar.

Fenomena ini tidak hanya tercermin dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, tetapi juga dalam lemahnya kemampuan berpikir kritis, rendahnya literasi membaca, serta hilangnya daya nalar kebangsaan yang rasional dan berakar pada nilai-nilai Pancasila.

Kondisi ini bukan sekadar masalah kognitif, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan bangsa. Maka, pendidikan dan literasi bukan lagi sekadar sektor pendukung, tetapi menjadi ujung tombak bela negara era modern.

Krisis Nalar: Kenyataan Sosial yang Mengancam

Istilah “krisis nalar” merujuk pada melemahnya kemampuan masyarakat dalam memilah informasi, berpikir jernih, dan menyaring fakta dari opini.

Bacaan Lainnya

Survei Programme for International Student Assessment (PISA) oleh OECD (2022) menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata global, terutama dalam aspek analitis dan pemahaman teks kompleks.

Sementara itu, laporan UNESCO (2023) menyoroti bahwa kemampuan berpikir kritis dan digital literacy di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat tertinggal dibanding tuntutan zaman.

Fenomena ini diperparah dengan menjamurnya konten disinformasi, teori konspirasi, hingga ujaran kebencian yang viral tanpa dasar.

Masyarakat yang lemah literasi mudah terprovokasi oleh narasi yang mengadu domba, anti-ilmu, bahkan anti-negara. Dalam konteks ini, krisis nalar menjadi ancaman serius terhadap persatuan nasional, integritas ideologi negara, dan stabilitas demokrasi.

Baca juga: Bela Negara Generasi Z: Peran, Tantangan, dan Strategi di Era Krisis dan Disrupsi Global

Pendidikan dan Literasi: Pilar Bela Negara Modern

Konsep bela negara kini tidak dapat lagi dibatasi hanya pada aspek militeristik atau kewajiban formal. Dalam era digital dan informasi, bela negara menuntut warga negara yang sadar informasi, rasional, dan berakar pada nilai-nilai kebangsaan. Di sinilah letak pentingnya peran pendidikan dan literasi.

1. Pendidikan sebagai Fondasi Karakter Kebangsaan

Pendidikan tidak hanya bertugas mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter, sikap, dan nalar kritis. Kurikulum Merdeka yang diterapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak 2022, misalnya, mencoba memperkuat dimensi profil pelajar Pancasila — yaitu generasi yang beriman, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif.

Namun implementasi masih menghadapi tantangan besar: ketimpangan kualitas guru, lemahnya pelatihan pedagogis, dan minimnya integrasi literasi digital serta kebangsaan dalam praktik harian kelas. Tanpa pembaruan mendalam, pendidikan hanya akan melahirkan lulusan cerdas secara teknis, namun rapuh secara moral dan kebangsaan.

2. Literasi sebagai Tindakan Bela Negara

Literasi yang dimaksud bukan hanya kemampuan membaca, tetapi mencakup literasi digital, literasi informasi, dan literasi kebangsaan. UNESCO (2022) menekankan pentingnya literasi sebagai kemampuan memahami, menilai, dan memproduksi informasi secara etis. Dalam konteks bela negara, masyarakat yang melek literasi mampu menolak provokasi, melawan hoaks, serta membangun narasi positif tentang bangsanya.

Program Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang diluncurkan pemerintah sejak 2017 adalah langkah baik, namun butuh revitalisasi. Literasi harus diarahkan tidak hanya untuk meningkatkan skor akademik, tetapi juga membentuk warga negara yang sadar hak dan tanggung jawab kebangsaannya. Di sinilah literasi menjadi bagian langsung dari bela negara: melindungi bangsa lewat akal sehat.

Baca juga: Senyum Sehat Itu Hak Semua Orang: Mahasiswa FKG dan Perjuangan Bela Negara dari Kursi Praktik

Tantangan Strategis: Mengapa Literasi dan Pendidikan Belum Maksimal?

Meski arah kebijakan sudah mengarah ke penguatan karakter dan literasi, ada beberapa tantangan yang harus segera diatasi:

​1. ​Kesenjangan Akses dan Kualitas

Masih banyak daerah tertinggal yang minim akses buku, internet, dan guru berkualitas. Ini menciptakan “literacy gap” yang memicu ketimpangan kesadaran kritis antarwilayah.

​2.​ Minimnya Integrasi Nilai Kebangsaan dalam Literasi

Banyak materi literasi bersifat teknis, belum menyentuh nilai-nilai ideologi bangsa. Akibatnya, anak muda mudah terombang-ambing arus globalisasi tanpa filter nilai.

​3.​ Overload Informasi di Era Digital

Generasi muda dibanjiri informasi tanpa panduan menyaringnya. Literasi digital belum diajarkan secara sistemik dan kontekstual di sekolah.

​4.​ Budaya Konsumtif terhadap Informasi

Masyarakat lebih gemar mengonsumsi konten cepat saji daripada membaca mendalam. Ini mematikan daya pikir kritis.

Baca juga: Bela Negara dalam Kehidupan Sehari-hari

Strategi Solutif: Membangun Ketahanan Nalar Bangsa

Agar pendidikan dan literasi benar-benar menjadi strategi bela negara, Indonesia membutuhkan pendekatan multidimensi:

1. Integrasi Kurikulum Literasi Kebangsaan

Pendidikan harus berani menggabungkan literasi digital dan nilai kebangsaan dalam satu sistem. Siswa perlu diajak memahami konten dengan nalar kebangsaan: bagaimana memilah berita, mengenali propaganda, dan menilai argumen dengan nilai Pancasila sebagai landasan.

2. Pelatihan Guru sebagai Agen Literasi Kritis

Guru bukan hanya penyampai kurikulum, tetapi agen pembentuk nalar. Diperlukan pelatihan guru secara masif untuk memahami literasi kritis, etika informasi, dan pendidikan karakter. Tanpa guru yang melek literasi digital, kurikulum hanya menjadi dokumen kosong.

3. Revitalisasi Perpustakaan dan Akses Informasi

Perpustakaan sekolah dan desa harus menjadi pusat pembelajaran, bukan sekadar gudang buku. Digitalisasi perpustakaan, program baca berbasis komunitas, dan dukungan akses data adalah kunci memeratakan literasi.

4. Kampanye Literasi Kebangsaan di Media Sosial

Menghadapi generasi digital, pemerintah dan masyarakat sipil perlu membuat narasi kebangsaan yang keren, kontekstual, dan mudah dipahami lewat media sosial. Narasi kebangsaan yang hidup bisa menandingi gelombang disinformasi.

5. Kolaborasi Negara, Sekolah, dan Komunitas

Literasi tidak bisa dikerjakan sendiri. Harus ada sinergi antara negara, pendidik, orang tua, media, dan komunitas literasi. Program seperti literasi keluarga, kelas menulis kebangsaan, dan komunitas baca pemuda bisa menjadi ujung tombak gerakan ini.

Penutup: Membangun Indonesia dari Nalar yang Sehat

Krisis nalar bukan sekadar tantangan pendidikan, tetapi juga ujian bagi masa depan bangsa. Indonesia yang besar, majemuk, dan kompleks memerlukan warga negara yang tidak hanya cinta tanah air, tetapi juga mampu berpikir jernih dan bertindak cerdas. Dalam konteks ini, pendidikan dan literasi adalah benteng pertama dan terakhir dari kehancuran nalar publik.

Membangun bangsa bukan hanya soal infrastruktur atau pertumbuhan ekonomi, tetapi tentang membangun kesadaran, nalar, dan karakter warga negaranya. Maka, saat kita bicara tentang bela negara, kita juga harus bicara tentang sekolah yang mencerahkan, guru yang membebaskan, dan warga yang melek literasi. Itulah bela negara hari ini—bukan dengan senjata, tapi dengan pikiran.

Penulis:

1. Alvitadia Putri Candrakanthi
2. Ayu Zahrani
3. ⁠Fawwaz Mahardika Pranata

Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dosen Pengampu: Drs. Priyono, M.Si

Editor: Rahmat Al Kafi

Daftar Referensi

  1. ​​OECD. (2022). PISA 2022 Results. https://www.oecd.org/pisa/
  2. ​UNESCO. (2023). Global Education Monitoring Report: Technology in Education. https://www.unesco.org/
  3. ​Kemendikbudristek RI. (2022). Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka.
  4. ​UNESCO Institute for Lifelong Learning. (2021). Understanding Literacy in the Digital Age.
  5. ​Kominfo RI. (2024). Indeks Literasi Digital Nasional 2023.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses