Membumikan Islam Damai

Hari-hari ini, media kembali menyuguhi kita dengan berita penangkapan teroris di Aceh dan Pamulang. Sudah menjadi umum diketahui, mendengar kata teroris, islam selalu dikaitkan (streotipe) di dalamnya. Bagaimana tidak, hampir semua pelaku teroris adalah orang yang mengaku beragama islam. Ironisnya, atas nama islam, mereka merasa punya pembenaran terhadap perbuatannya.

Alqur’an dan Hadist sebagai tuntunan bagi umat islam, tidak pernah mengajarkan permusuhan dan kekerasan. Salah satu tuntunan islam yang mendasar adalah saling menghormati sesama manusia tanpa melihat perbedaan baik, agama, ras, gender, etnis, suku dan sebagainya. Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad menyebarkan islam dengan cara berdakwah yang damai. Dari Mekah hingga Madinah, perjalanan dakwah ditempuh dengan mengedepankan cara-cara lembut dan cinta kasih. Nabi hanya akan menyerang ketika itu konteksnya untuk membela diri. Atas kesabaran (dan izin Allah SWT), Madinah menjadi kota damai dan beradab.

Di zaman dinasti Abbasiyah, terutama di zaman Harun Ar Rasyid, islam lagi-lagi mencapai kejayaannya. Salah satu faktor pendorong majunya perdaban islam kala itu adalah, umat islam mempraktekkan nilai-nilai islam yang mengakomodasikan pandangan egalitarian, pluralisme, terbuka dan toleran, bukan pandangan ekslusif, ekstrim dan tertutup (Baca: Musdah Mulia).

Bacaan Lainnya
DONASI

Sayangnya, semangat perdamaian yang dicontohkan Nabi Muhammad dan Khalifah Abbasiyah di atas, tidak dijadikan tauladan bagi sebagian umat muslim–yang dengan dalih menyelamatkan kemurnian islam–mereka tak tangung-tangung menyerang bahkan membunuh orang-orang tak berdosa.

Belajar dari “Khan”
Meski hanya cerita- dalam sebuah film “My Name is Khan”, Rizwan Khan (diperankan Sahrukh Khan) adalah contoh yang baik dalam mengamalkan agamanya (islam). Dengan prinsip bahwa, di dunia ini hanya ada dua hal yang membedakan manusia, yakni baik dan buruk (perbuatannya), Khan menebar semangat islam damai dengan cara-cara yang lebih humanis sehingga menyentuh siapapun yang bergaul dengannya.

Hidup di negara Amerika, terlebih dalam situasi dimana kecurigaan bahkan claim terhadap islam sebagai agama teroris, bukanlah hal yang mudah bagi Khan. Ia harus berusaha mati-matian membuktikan bahwa tuduhan mereka salah, dan justru sebaliknya. Berbeda dengan saudara-saudara kita yang lebih senang mengekspresikan kekesalan dan kebenciannya dengan cara kekerasan terhadap umat beragama lain, Khan justru menempuh cara-cara yang lebih elegan dengan mempraktekkan sikap saling menghormati terhadap keluarganya- istri dan anaknya (yang beragam hindu).

Sejak peristiwa pengeboman gedung WTC di Amerika oleh kelompok Al Qaeda, seluruh umat islam di Amerika dicibir bahkan dimusuhi. Baik Khan dan keluarganya pun tak lepas dari kecurigaan keterlibatannya terhadap kelompok teroris itu. Ujian Khan semakin berat ketika istri dan anaknya pun mulai mempermasalahkan keislamannya. Hal itu membuatnya semakin terpukul dan semakin mengobarkan semangatnya untuk mematahkan semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan agamanya.

Dalam perjalanan memperjuangkan islam, Khan menjadi relawan terhadap korban banjir di salah satu gereja di Georgia-di mana korbannya adalah orang-orang beragama Kristen-yang diliput oleh beberapa stasiun TV di Amerika. Peristiwa inilah yang akhirnya membuka mata semua orang, khususnya orang Amerika, bahwa Khan adalah salah satu contoh umat islam yang mengajarkan sifat saling tolong-menolong tanpa melihat perbedaan agama sebagai halangan.

Tibalah pada puncak perjuangan Khan unuk menyuarakan pembelaannya terhadap islam, Ia menempuh berbagai cara untuk bertemu dengan Presiden Obama untuk menyampaikan pesan singkat tapi berdampak besar, “My Name is Khan and I’m Not A Terrorist”. Ia ingin dunia (khususnya Amerika) melihat dan mendengar bahwa islam bukan agama teroris, tapi justru sebaliknya, Agama yang penuh dengan cinta dan kedamaian. Akhirnya, Khan berhasil menyampaikan pesannya di depan ribuan orang Amerika, dengan didampingi oleh presiden Obama, Khan disambut simpati dengan tepukan yang meriah.

MILASTRI MUZAKKAR

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI