Indonesia adalah negara yang tercipta atas perjuangan seluruh rakyat. Perjuangan yang dilakukan untuk terbebas dari belenggu yang tercipta oleh mereka para penjajah.
Yah! Kita dulu adalah negara yang terjajah. Negara yang tercipta dari ketidakpuasan akan penindasaan, ketidakadilan, dan juga perselisihan yang terjadi. Yang mana hal itu menjadi pemicu perjuangan dan pertumpahan darah dalam melawan para penjajah dari negara lain.
Mereka yang datang didasari atas keingintahuan terhadap suatu pengetahuan yang berakhir dengan ketamakan mereka sendiri. Begitulah sejarah singkat mengapa negara kita terjajah oleh mereka. Negara yang seharusnya bisa berkembang dengan makmur malah mengalami penderitaan yang panjang dan pengorbanan yang besar.
Lalu apakah sekarang Indonesia sudah bebas dari terkepurakan itu?
Secara garis besar negara Indonesia memang telah merdeka, terhitung sudah 78 tahun sejak Proklamasi disahkan oleh Ir. Soekarno di Gedung Jalan Pegangsaan Timur No.56. Tetapi, pada kenyataannya sekarang tidak seperti itu.
Memang benar bahwa kemerdekaan itu telah kita rasakan dan lalui sekarang. Tapi penindasan dan terbungkamnya keadilan terutama terhadap rasisme di Indonesia sendiri masih belum selesai sampai detik ini. Yang dulunya keadilan itu terbungkam oleh mereka para penjajah sekarang malah keadilan itu dibungkam oleh negara sendiri.
Yah!, memang benar bahwa jika kita membahas tentang keadilan itu sendiri tidak ada habisnya dan tidak menemukan titik terang yang nyata. Memang benar bahwa keadilan adalah hal yang bersifat abstrak dan juga tak berupa. Tapi, banyaknya penindasan terhadap kasus rasisme di Indonesia juga sudah sangat terasa.
Kasus rasisme yang beragam dan dilakukan oleh berbagai variabel di negara kita ini. Baik itu dari pemerintah sampai dengan masyarakatnya sendiri.
Rasisme, mungkin banyak pengartian dari kata tersebut. Diskriminasi, kata-kata satir dan penghinaan yang condong terhadap perbedaan biologis terhadap suatu orang. Dalam hal umum rasisme adalah perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku atau ras) bangsa yang memiliki perbedaan dalam hal apapun.
Perlakuan yang terjadi tersebut bukan semata-mata perlakuan yang condong terhadap hal baik melainkan negatif. Perlakuan yang membedakan seseorang dikarenakan mereka tidak sama dengan yang lain.
Tekanan demi tekanan dilakukan untuk menunjukan kalau mereka yang melakukan hal seperti itu lebih unggul. Tapi pada jaman sekarang rasisme sendiri telah memiliki pengertian lain.
Suatu tindakan untuk menjatuhkan, menindas, mendiskriminasi seseorang atau suatu ras agar merasa unggul. Tindakan ini sendiri telah marak dan berkembang dengan pesat.
Dimana mereka melakukan rasisme hanya untuk unsur senang-senang saja. Bahkan pemerintahan pun melakukan dan menerapkan hal yang sama. Perlakuan yang semena-mena dengan mengatasnamakan kekuasaan dan kepentingan.
Seperti yang kita ketahui banyaknya kasus ketidakadilan terhadap korban rasisme di Indonesia. Penindasan dan pembullyan hanya karena berbeda baik secara fisik, ekonomi dan juga kekuatan menjadi segala faktor di negara kita. Mereka yang tidak terlahir tampan, kaya, kuat dan juga pintar tidak akan di pandang di masyarakat.
Sering kali juga bahkan pemerintah sendiri menutup mata terhadap keadaan para korban. Karena pada dasarnya kekuatan ekonomi dalam kekuasaan sangat berpengaruh di Indonesia. Keadilan yang sedari awal memang sudah bersifat abstrak sekarang menjadi sangat tak berupa.
Apakah keadilan memang ada di negara kita ini?
Pertanyaan demi pertanyaan terbentuk atas apa yang sedang menimpa negara kita. Keadaan yang tidak bisa membedakan mana hal yang menyengsarakan rakyat dan mana yang memberikan efek baik kepada kita.
Keraguanpun muncul atas tindakan yang diberikan oleh masyarakat sendiri dan pemerintah. Keraguan mengenai apakah memang selama ini Indonesia telah menjadi kotor? Menjadi sekotor itu sampai menormalkan segala tindak ketidakadilan yang terjadi?
Banyak kasus rasisme yang sering terjadi di Indonesia adalah perlakuan yang berbeda ketika menyangkut suku dan juga fisik. Yang mana ketika seseorang menghina, melecehkan baik secara verbal ataupun fisik, hal tersebut dianggap bercanda. Suatu kata yang sering kali dipakai oleh mereka para pelaku untuk berlindung agar tidak terjerat hukum.
Papua mungkin sudah tidak asing ditelinga kita. Kita mengetahui bahwasanya Papua merupakan salah satu pulau yang terdapat di negara Indonesia. Suatu pulau yang mana juga menjadi ikonic Indonesia yang dikarenakan memiliki keindahan dan kekayaan pada alamnya.
Keindahan dan kekayaan itu meliputi segala hal baik hewan, tumbuhan, mineral, dan juga tambang yang melimpah. Dan seperti yang kita ketahuai bahwa tambang emas yang menjadi salah satu penyumbang dalam ekonomi di Indonesia juga terletak di Papua.
Segala hal keberagamanpun ada disana, budaya, suku, dan adat istiadat setempat yang juga masih kental dan terjaga. Tetapi pada kenyataan hal itu hanya buaian semata. Sekarang ketika kata Papua terucap ataupun kita mendengar kata tersebut.
Hal pertama yang terlintas di pikiran kita pasti mereka yang berkulit hitam, mereka yang berbadan besar, mereka yang dinilai memiliki pendidikan rendah bahkan tidak jarang juga semua kekurangan itu menjadi suatu pemikiran yang muncul dalam benak kita.
Banyak kasus rasisme berupa penindasan dan hinaan terhadap mereka. Kasus hinaan rasis mahasiswi Papua, kasus rasisme siswa asal Papua di Jember, kasus rasisme Victor Yeimo, dan masih banyak lagi kasus lain yang mungkin para korban tersebut tidak melapor atau bahkan tidak bisa melapor. Mengutip Mahkamah Agung “Terdapat 143 data mengenai rasisme”.
Bahkan kasus rasisme ini sampai kedalam ranah sepak bola pada saat laga PSM Makassar Vs Persija Jakarta yang mana aksi rasisme ini mengarah kepada pemain PSM Makassar. Melihat juga peningkatan yang segnifikan terjadi dari hari ke hari dimana pemerintahan sendiri masih belum bisa mengambil langkah tegas.
Ya! memang ketegasan dalam penegakan hukum disetiap kasus yang terjadi di Indonesia masih sangat minim. Ketika penegak akan mengambil langkah mereka selalu patuh dengan yang namanya uang dan kekuasan hal itu yang membuat kasus rasisme ini sangat terkendala.
Bahkan kasus yang lagi marak-maraknya adalah kasus Rohingya. Yang mana pada kasus tersebut pemerintah sangat mengambil langkah tegas agar mereka bisa terbantu. Terbantu dalam segala aspek karena mereka tidak memiliki negara.
Bahkan ketika mereka dihina maka masyarakat yang dituntut akan hukum bukan mereka kaum Rohingya. Belum lagi pembangunan infrastruktur untuk mereka yang bahkan bukan warga negara Indonesia. Lalu apa kabar dengan masyarakat sendiri?
Tidak usah jauh-jauh dulu terhadap mereka yang di luar Jawa. Tingkat kemiskinan di Jawa juga cukup tinggi yang mana adanya kesenjangan ekonomi, sosial, dan lain-lain yang belum teratasi oleh pemerintah. Bukankah tindakan tersebut tidak pantas?
Ketika negara sendiri masih sangat banyak orang-orang yang susah mencari makan, tidak memiliki tempat tinggal bahkan kematian karena hal tersebut cukup tinggi. Dan juga krisis tersebut sampai sekarang belum menemukan titik terang tetapi pemerintah telah memalingkan wajah dan beralih pusat ke pada para Rohingya.
Hal ini menunjukan bahwa rasisme terhadap kalangan bawah atau orang miskin masih terjadi. Setiap bukti memang sudah ada dan jelas tetapi kita dan bahkan para pemerintah yang memang sedari awal menutup mata.
Pemerintah yang sedang asik mencari muka dengan negara lain agar terlihat baik, negara kita dan masyarakatnya sendiri yang sedang mencari validasi agar terasa unggul dengan melakukan aksi rasisme. Bahkan ada istilah dalam masyarakat yang berkata seperti ini “Kau tampan, putih, beruang dan memiliki kekuasan, Kau aman” hal tersebut sudah sangat melekat pada kita di zaman sekarang.
Mereka yang memiliki privilege dalam hal apapun itu maka mereka yang memegang kekuasan di Indonesia. Indonesia yang awalnya adalah negara yang terbentuk atas perjuangan seluruh rakyat Indonesia untuk dinikmati oleh rakyat sekarang hanya sebagai pemuas dahaga bagi mereka para penguasa.
Keadilan yang mereka bilang bersifat transparan memang sejatinya begitu memang setransparan itu bagi mereka penguasa. Begitulah terbungkamnya keadilan yang kita pejuangankan atas rasisme tidak ada tindakan nyata, dan hanya berbicara saja adalah ciri khas dari parlemen Negara kita.
Penulis: Reyhan Attallah Wibowo
Mahasiswa Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News